Setiap masyarakat mempunyai tradisi atau 
kebiasaan, yang mampu menopang dan melestarikan kehidupan dan kesatuan 
masyarakat itu sendiri. Gereja, sebagai masyarakat kaum beriman, juga 
memiliki bermacam-macam kebiasaan. Dalam perjalanan sejarah kebiasaan 
itu telah membentuk, menopang, dan membangun jemaat beriman. Kita 
ditantang untuk mengamalkan, menyegarkan dan kemudian mewariskannya 
kepada generasi yang akan datang. Dalam site ini hanya diambil sejumlah 
kebiasaan yang pokok mengingat tempat yang tersedia serba terbatas. Di 
luar ini masih banyak kebiasaan yang baik, yang juga patut dihayati, 
dilestarikan, dan dikembangkan.
1. Berhimpun pada hari Minggu 
Pada hari Minggu, umat kristen wajib 
berhimpun untuk Perayaan Ekaristi, atau untuk Perayaan Sabda (lihat KHK 
1247-1248). Kebiasaan ini didasarkan pada tradisi para rasul yang 
berpangkal pada hari kebangkitan Kristus sendiri. Pada hari Minggu, 
Gereja berkumpul untuk merayakan misteri Paskah, yakni mengenangkan 
sengsara, wafat, kebangkitan, dan kemuliaan Tuhan Yesus. Dalam 
pengenangan ini, Gereja mendengarkan sabda Allah dan berpartisipasi 
dalam Ekaristi; Gereja juga bersyukur kepada Allah yang telah 
“melahirkan kembali mereka ke dalam hidup yang penuh pengharapan” (lihat
 1Ptr 1:3; KL 106).
2. Membaca Kitab Suci
Gereja menghendaki agar khazanah Kitab 
Suci dibuka lebih lebar kepada umat (lihat KL 51), sebab di dalam Kitab 
Suci Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya, dan Kristus mewartakan 
kabar gembira Injil (lihat KL 184). Kitab Suci adalah sumber dan dasar 
iman kita. Dengan membaca Kitab Suci kita mengenal Kristus. Tidak 
mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus, dan pengenalan akan 
Yesus Kristus ini lebih mulia daripada segala sesuatu (lihat DV 25). 
Dengan rajin membaca Kitab Suci, banyak orang telah memperoleh 
pengalaman serta kekuatan iman yang mengagumkan, terutama mereka yang 
tidak hanya membaca, tetapi juga mengamalkannya (lihat Yak 1:22).
3. Melaksanakan Ibadat Harian
Kristus memerintahkan, “Orang harus 
selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu” (Luk 18:1). Para rasul mempunyai 
kebiasaan berdoa pada jam-jam tertentu, baik bersama-sama di Bait Allah 
(lihat Kis 3:1) maupun secara pribadi di rumah (lihat Kis 10:9.30). 
Paulus juga menandaskan agar umat berdoa setiap waktu (lihat Ef 6:18). 
Karena didorong oleh teladan serta nasihat-nasihat itu, Gereja dengan 
setia dan tak henti-hentinya memanjatkan doa. Dan Gereja menegaskan 
bahwa “Dengan pengantaraan Yesus, marilah kita selalu mempersembahkan 
kurban syukur kepada Allah” (Ibr 13:15). Gereja telah mengembangkan 
Ibadat Harian, yakni ibadat pada jam-jam tertentu setiap hari: Ibadat 
Bacaan, Ibadat Pagi, Ibadat Siang, Ibadat Sore, Ibadat Penutup; atau 
paling tidak Doa Pagi dan Doa Malam untuk mengawali dan menutup hari 
dalam nama Tuhan. Dengan berdoa seperti ini, Gereja menguduskan seluruh 
hari dan seluruh kegiatan manusia (lihat PIH 11).
4. Berdoa Bersama dalam Keluarga
Keluarga orang beriman adalah “Gereja 
kecil”. Gereja sungguh terwujud dalam keluarga jika para anggota 
keluarga berhimpun dalam nama Tuhan. Dalam himpunan ini tergenapilah 
janji Tuhan kepada umat-Nya, “Di mana dua atau tiga orang berkumpul 
dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:20).
Doa bersama ini dapat dilakukan dalam dua
 bentuk: pertama, semua anggota keluarga berkumpul di suatu tempat dan 
pada saat yang sama untuk berdoa bersama; kedua, mereka berkumpul pada 
jam yang sama. Bila anggota keluarga tidak mungkin berkumpul (misalnya 
ada anggota yang sedang bepergian), keluarga dapat menetapkan jam 
tertentu untuk berdoa, sehingga kendati berjauhan tempat, mereka 
merasakan adanya kebersamaan dalam doa.
5. Berdoa secara Pribadi
Di samping Ibadat Harian dan berdoa 
bersama, umat beriman dianjurkan agar selalu berkanjang dalam doa, 
sebagaimana diajarkan oleh Rasul Paulus (lihat 1Tes 5:17). Gereja 
menandaskan: selain dipanggil untuk berdoa bersama, orang kristen harus 
juga masuk ke dalam biliknya untuk berdoa secara pribadi seperti 
dikatakan Yesus sendiri, “Jika Engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu,
 tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat yang 
tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya 
kepadamu.” (lihat Mat 6:6; KL 12).
6. Terlibat dalam Kehidupan Jemaat setempat (Lingkungan, Stasi, Paroki)
Kita adalah Tubuh Kristus. Setiap anggota
 mempunyai tugas dan peran yang khas, yang tak tergantikan (lihat 1Kor 
12:12-31). Maka setiap anggota jemaat harus sungguh terlibat dalam semua
 segi kehidupan Gereja (persekutuan, liturgi, pewartaan dan pelayanan) 
baik dalam lingkup lingkungan, stasi, maupun paroki. Mereka juga terikat
 dengan kewajiban membantu memenuhi kebutuhan Gereja (lihat KHK 222).
7. Terlibat dalam Masyarakat
Dalam khotbah di bukit, Tuhan Yesus 
menegaskan bahwa kita adalah garam dan terang dunia (lihat Mat 5:13-16).
 Maka setiap orang beriman dituntut sungguh-sungguh melibatkan diri 
dalam masyarakat, dan lewat keterlibatan ini mengamalkan amanat Yesus 
menggarami dan menerangi dunia.
Mereka hendaklah sungguh terlibat dalam 
kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan masyarakat, terutama yang 
miskin dan terlantar (lihat OS I).
8. Berpuasa dan Berpantang
Puasa adalah ungkapan tobat, dan sekaligus merupakan ulah doa yang hangat.
Dalam tradisi Gereja, puasa merupakan 
ibadat yang penting, yang dilaksanakan umat sebagai persiapan untuk 
perayaan-perayaan besar, khususnya Paskah.
Dalam tradisi Gereja, para katekumen 
berpuasa sebelum dibaptis. Mendampingi mereka, seluruh umat beriman juga
 berpuasa. Masa Puasa yang secara resmi ditetapkan Gereja adalah 
Prapaskah. Tetapi, selama Masa Prapaskah itu hari puasa resmi hanya dua,
 yakni Rabu Abu dan Jumat Agung. Puasa Paskah harus dipandang keramat 
dan dilaksanakan di mana-mana pada hari Jumat Agung. Bila mungkin, puasa
 ini hendaklah diperpanjang sampai hari Sabtu Suci (lihat KL 110). Namun
 Gereja sangat menghargai warganya yang berpuasa penuh selama 40 hari 
menjelang Paskah meneladan cara berpuasa Musa, Elia dan terutama Yesus. 
Di samping itu, secara pribadi, umat kristen disarankan untuk berpuasa 
pada hari-hari yang dipilihnya sendiri, sebagai ungkapan tobat dan laku 
tapa. Puasa ini juga bermanfaat untuk membangun semangat pengendalian 
diri dan menumbuhkan semangat setiakawan dengan sesama yang 
berkekurangan.
Di samping berpuasa, Gereja juga 
mempunyai kebiasaan berpantang. Pantang dilakukan setiap Jumat sepanjang
 tahun, kecuali jika hari Jumat itu bertepatan dengan hari raya gerejawi
 (lihat KHK 1251). Pada hari-hari puasa dan pantang umat kristen 
meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian untuk berdoa, beribadat, 
melaksanakan olah tobat dan karya amal (lihat KHK 1249). Kecuali itu 
Gereja juga menetapkan pantang selama satu jam sebelum kita menyambut 
Sakramen Mahakudus.
9. Memeriksa Batin
Dewasa ini, manusia semakin sibuk. Untuk 
mengimbangi kesibukan yang lebih bersifat lahiriah dan badani ini, kita 
perlu meningkatkan olah batin: mengadakan renungan, mawas diri. Dalam 
Gereja, pemeriksaan batin ini sering dikaitkan dengan pertobatan karena 
lewat pemeriksaan batin ini kita dibantu untuk jujur di hadapan Allah: 
menyadari dan mengakui kekurangan yang tak dapat kita tutupi. Sebab 
kalau kita berkata bahwa kita tidak berdosa, kita menipu diri, dan 
kebenaran tidak ada di dalam kita (lihat 1Yoh 1:8).
Pemeriksaan batin dapat membantu kita 
makin sadar akan kebaikan Allah dan membangkitkan penyesalan yang tulus 
atas dosa (lihat PUTL 26). Pemeriksaan batin sebaiknya diadakan setiap 
hari menjelang tidur, atau pada saat-saat khusus: rekoleksi, retret, 
Perayaan Ekaristi dan lain-lain.
10. Mengaku Dosa di Hadapan Imam
Inti hidup kristen adalah bertobat: 
meninggalkan dosa dan kegelapan, lalu hidup sebagai anak-anak terang 
(lihai Ef 5:8). Orang yang bertobat adalah orang yang dengan tulus 
menyadari kelemahan dan kedosaannya, dan dengan rindu mendambakan 
perdamaian kembali dengan Allah dan dengan sesama warga, seperti anak 
hilang yang kembali kepada bapanya yang penuh kasih (lihat Luk 
15:11-32). Yesus sendiri bersabda, “Akan ada suka-cita besar di surga 
karena satu orang berdosa yang bertobat” (Luk 15:7). Tobat berpuncak 
pada pengakuan dan pengampunan. Inilah yang disebut rekonsiliasi atau 
perdamaian kembali. Perdamaian ini merupakan peristiwa suka-cita yang 
membawa penyegaran dan hidup baru, karena dengan itu Allah sendiri 
mendamaikan orang berdosa dengan diri-Nya (lihat 2Kor 5:18).
Mengaku dosa di hadapan imam merupakan 
perwujudan dari tobat. Dengan mengaku dosa, orang berdosa kembali 
menjalin ikatan yang baik dengan Allah dan sesama warga Gereja.
Sehubungan dengan pengakuan dosa ini, 
Gereja juga mempunyai kebiasaan Ibadat Tobat Jemaat, yang dimaksudkan 
untuk membangun dan mengembangkan sikap tobat dalam diri umat.
 

 
info yang sangat bermanfaat. semoga semua umat bisa mempelajari dan mengerti isi dan tujuan dari setiap tindakan yang dilakukan disini.
ReplyPrediksi TotoJitu Sydney
Prediksi TotoJitu Hongkong
Prediksi TotoJitu Sgp