YOHANES
PEMBAPTIS : 1042000001 - 1042000033
MIKAEL
: 1042000034
– 1042000085
KKN
: 1042000086 – 1042000120
YUSUF
: 1042000121 – 1042000197
GERARDUS
:
1042000198 – 1042000256
PETRUS
:
1042000257 – 1042000302
BENEDICTUS
: 1042000303 – 1042000386
THEODOSIA
: 1042000387 – 1042000418
ADRIANUS
: 1042000419 – 1042000498
MARIA
MAGDALENA : 1042000499 - 1042000578
MARIA : 1042000579 - 1042000700
IGNATIUS
: 1042000701 - 1042000791
PAULUS
: 1042000792 - 1042000877
AGUSTINUS : 1042000878 - 1042000990
MATIAS : 1042000991 - 1042001024
STASI KARANG KANDRI : 1042001025 - 1042001110
Lihat Petugas Input
Bagi yg belum punya Foto, maka di bawah ini bisa sebagai pengganti foto sementara. Silakan di copi saja.
Lihat Petugas Input
Bagi yg belum punya Foto, maka di bawah ini bisa sebagai pengganti foto sementara. Silakan di copi saja.
BAPAK |
ANAK |
IBU
Tata cara pengisian Formulir Pendataan
A. Lembar pertama
No. Yang dimaksudkan adalah no urut formulir yang diberikan oleh paroki untuk
memantau
berapa lembar formulir yang diserbarkan.
I. Domisili
1.
Dekenat: Persekutuan paroki-paroki yang wilayahnya berdekatan dan
ditentukan pembagiannya oleh uskup. Keuskupan Purwokerto dibagi menjadi 4
dekenat: Utara, Timur, Tengah dan Selatan.
Sejak
Tahun 2003, Wilayah Keuskupan dibagi menjadi 4 dekenat:
Dekenat
Utara, dekenat Timur, dekenat Tengah dan selatan.
2.
Paroki : Persekutuan paguyuban umat beriman sebagai bagian
keuskupan dalam batas-batas wilayah tertentu dan/atau kelompok-kelompok
kategorial terteentu.
Paroki-paroki
yang ada di Keuskupan Purwokerto:
Buku Baptis pertama Kota Santo-a Pelindung
1 20/03/1927 Purworejo st.
Perawan maria
2 31/10/1927 Tegal hati kudus
yesus
3 25/11/1927 Purwokerto
Katedral Kristus Raja
4 15/10/1930 Cilacap st.
Stefanus
5 01/11/1930 Pekalongan st.
Petrus
6 09/08/1932 Wonosobo st.
Paulus
7 03/05/1935 Kutoarjo st.
Yohanes rasul
8 09/05/1935 Gombong st. Mikael
9 01/09/1936 Purbalingga st.
Agustinus
10 21/02/1938 Kebumen st.
Yohanes Maria Vianney
11 20/05/1940 Karanganyar st.
Yoseph pekerja
12 10/04/1966 Purwokerto timur
st. Yoseph
13
25/04/1969 Pemalang st. Lukas
14
18/01/1970 Banjarnegara st. Antonius
15 03/04/1980 Slawi st. Maria
immakulata
16 03/05/1992 Banyumas Maria immaculata
17 01/01/2001 Puwosari st. Stefanus
18 13/05/2001 Kapencar st.
Philipus
19 15/05/2002 Brebes st. Maria
fatima
20 17/07/2002 Batang st. Yusup
21
26/12/2002 Sidareja St. Yosef
22
03/12/2005 Kroya Tyas dalem
23 20/10/2007 Mejasem st yosef
24 Majenang Santa Theresia
3. Lingkungan: Paguyuban
umat beriman yang relatif kecil yang bersekutu berdasarkan kedekatan tempat
tinggal. Pedoman pengisian formulir
data umat KP 2012
Page10
4. Wilayah : persekutuan lingkungan-lingkungan
yang berdekatan yang jarak dari pusat paroki, biasanya cukup dekat.
Pembagiannya menurut paroki yang bersangkutan
5. Stasi
: Persekutuan lingkungan-lingkungan yang saling berdekatan yang jarak
dengan paroki biasanya cukup jauh. Pembagiannya menurut ketentuan paroki
setempat.
II.
Identitas Kepala Keluarga
No. 1. Nama
Kelapa keluarga ditulis lengkap : Nama Baptis dan Nama diri
Siapakah yang dimaksud Kepala Keluarga ?
1.1. Yang dimaksud Kepala Keluarga Katolik adalah Suami
dari pasangan katolik – katolik yang perkawinannya syah menurut Gereja Katolik;
1.2. Jika Pernikahan dibebaskan dari halangan-halangan
nikah(mis: nikah yang dilaksanakan dengan injin Uskup maupun dispensasi), yang
menjadi Kepala Keluarga adalah yang beragama Katolik.
1.3. Jika Katolik dengan katolik tetapi pernikahannya
belum disyahkan secara katolik, suaminya yang menjadi kepala keluarga, tetapi
dalam kolom keterangan masuk dalam kolom Non Geejani (lihat III. B).
1.4. Jika ada anak dari keluarga yang sudah menikah dan
masih tinggal dengan orang tuanya, dibuatkan formulir tersendiri.
1.5. jika orang tua non katolik, ada anaknya katolik
dalam keluarga tersebut, yang menjadi kepala keluarga adalah anak (yang
tebesar) katolik.
1.6. anak-anak kos perlu diperjelas statusnya,
- Apakah berasal dari Paroki di luar keuskupan atau dalam
keuskupan,
jika dari luar keuskupan dibuatkan formulir sendiri,
jika dari paroki yang berasal dari keuskupan purwokerto
tidak masuk dalam
pendataan, karena sudah didata di keluarga di paroki
asal.
Katekumen disamakan dengan orang yang sudah dipermandikan
dan mengisi formulir pendataan.
No, 2, 3, cukup jelas, kalau tidak ada ( misal:
email,) maka diberi tanda X
No. 4 : diisi dengan melihat jumlah penghuni dalam rumah
keluarga ybs.
Misal Jumlah anggota keluarga (termasuk Keluarga) ada 5,
katolik semua : maka yang
Ditulis : katolik 5 jiwa , non katolik 0 jiwa.
II. Status Hidup, ada 4 pilihan,
tandai pilihan dengan X
Perkawinan syah Gereja Katolik
Perkawinan syah yang diakui Gereja Katolik
adalah perkawinan dua orang yang dibaptis dalam Gereja Katolik dihadapan
imam/peneguh dan 2 orang saksi (lihat KHK), setelah secara resmi dibebaskan
dari halangan-halangan nikah. Pedoman
pengisian formulir data umat KP 2012
No. III. Status Perkawinan yang menurut Gereja Katolik
No.III. 1. Gerejawi : Perkawinan
dilaksanakan di sesuai tata cara Gereja Katolik
A.. Tempat (paroki dan kota) dan tanggal
penerimaan Sakramen
Perkawinan.
jika ada Perkawinan katolik - katolik yang belum/tidak
dilaksanakan secara syah menurut Gereja Katolik, dan dijalankan secara lain,
perkawinan tsb masuk dalam kategori non-katolik. (No. III.2. –non gerejawi)
B. Dilaksanan secara:
Saling menerimakan Sakramen perkawinan :
Katolik – Katolik
Ijin Beda Gereja : Katolik –
kristen non Katolik
Dispensasi : Katolik dengan agama lain
Forma canonica : katolik – dengan kristen non
Katolik yang pernikahanannya dilaksanakan
di Gereja non katolik oleh pejabat resmi gereja ybs.
No. III.2 : Non Gerejawi: Perkawinan orang
Katolik yang dilaksanakan di luar
Gereja Katolik tanpa pembebasan dari halangan nikah.
(sekedar catatan)
Ket. III.B.3.3. halangan Lainnya .
Pernikahan katolik yang syah harus bebas dari halangan-halangan.
Ada sekitar 12 halangan kanonik yang dibicarakan secara spesifik dalam KHK
1983, yakni:
(1) Belum Mencapai Umur Kanonik (Kan. 1083)
Kanon 1083 $ 1 menetapkan bahwa pria sebelum berumur
genap 16 tahun, dan wanita sebelum berumur genap 14 tahun, tidak dapat menikah
dengan sah. Ketentuan batas minimal ini perlu dimengerti bersama dengan
ketentuan mengenai kematangan intelektual dan psikoseksual (Kan 1095). UU
Perkawinan RI menetapkan usia minimal 19 tahun untk pria dan 17 tahun untuk
wanita.
(2) Impotensi (Kan. 1084)
Ketidakmampuan untuk melakukan hubungan seksual
suami-istri disebut impotensi. Impotensi bisa mengenai pria atau wanita.
Menurut Kan. 1084 $ 1 impotensi merupakan halangan yang menyebabkan perkawinan
tidak sah dari kodratnya sendiri, yakni jika impotensi itu ada sejak pra-nikah
dan bersifat tetap, entah bersifat mutlak ataupun relatif. Halangan impotensi
merupakan halangan yang bersumber dari hukum ilahi kodrati, sehingga tidak
pernah bisa didespansasi.
(3) Ligamen / Ikatan Perkawinan Terdahulu (Kan. 1085)
Menurut kodratnya perkawinan adalah penyerahan diri
timbal balik, utuh dan lestari antara seorang pria dan seorang wanita. Kesatuan
(unitas) dan sifat monogam perkawinan ini adalah salah satu sifat hakiki
perkawinan, yang berlawanan dengan perkawinan poligami atau poliandri, baik
simultan maupun suksesif. Sifat monogam perkawinan adalah tuntutan yang
bersumber dari hukum ilahi kodrat, yang tak bisa didispensasi. Kan 1085 $ 1
memberikan prinsip hukum kodrat demi sahnya perkawinan: “Adalah tidak sah
perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh orang yang terikat perkawinan
sebelumnya, meskipun perkawinan itu belum disempurnakan dengan persetubuhan.”
(4) Perkawinan Beda Agama / disparitas cultus (Kan. 1086)
Di dalam perkawinan, suami-istri bersama-sama berupaya
untuk mewujudkan persekutuan hidup dan cintakasih dalam semua aspek dan
dimensinya: personal-manusiawi dan spiritual-religius sekaligus. Agar
persekutuan semacam itu bisa dicapai dengan lebih mudah, Gereja menghendaki
agar umatnya memilih pasangan yang seiman, Pedoman pengisian
formulir data umat KP 2012
mengingat bahwa
iman berpengaruh sangat kuat terhadap kesatuan lahir-batin suami-istri,
pendidikan anak dan kesejahteraan keluarga.
Mengingat relevansi iman terhadap perkawinan sakramental
dan pengaruh perkawinan sakramental bagi kehidupan iman itulah Gereja Katolik
menginginkan agar anggotanya tidak melakukan perkawinan campur, dalam arti
menikah dengan orang non-Katolik, entah dibaptis non-Katolik (mixta religio)
maupun tidak baptis (disparitas cultus). Di samping itu, ada sebuah norma moral
dasar yang perlu diindahkan, yakni bahwa setiap orang dilarang melakukan
sesuatu yang membahayakan imannya. Iman adalah suatu nilai yang amat tinggi,
yang perlu dilindungi dengan cinta dan bakti.
(5) Tahbisan Suci (Kan. 1087)
Melalui tahbisan suci beberapa orang beriman memperoleh
status kanonik yang khusus, yakni status klerikal, yang menjadikan mereka
pelayan-pelayan rohani dalam gereja. Kan 1087 menetapkan: “Adalah tidak sah
perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh mereka yang telah menerima tahbisan
suci”.
(6) Kaul Kemurnian Publik dan Kekal (Kan. 1088)
Seperti tahbisan suci, demikian pula hidup religius tidak
bisa dihayati bersama-sama dengan hidup perkawinan, karena seorang religius
terikat kaul kemurnian (bdk. Kan. 573 $ 2; 598 $ 1)
(7) Penculikan (Kan. 1089)
Halangan penculikan atau penahanan ditetapkan untuk
menjamin kebebasan pihak wanita, yang memiliki hak untuk menikah tanpa paksaan
apapun. Kemauan bebas adalah syarat mutlak demi keabsahan kesepakatan nikah.
(8) Pembunuhan teman perkawinan (Kan. 1090)
Ini disebut halangan kriminal conjungicide.
(9) Konsanguinitas / Hubungan Darah (Kan. 1091)
Gereja menetapkan halangan hubungan darah untuk
melindungi atau memperjuangkan nilai moral yang sangat mendasar. Pertama-tama
ialah untuk menghindarkan perkawinan incest. Hubungan ini dilarang. Hubungan
ini juga berakibat buruk terhadap kesehatan fisik, psikologis, mental dan
intelektual bagi anak-anak yang dilahirkan.
Kan 1091 $ 1 menegaskan: “Tidak sahlah perkawinan antara
orang-orang yang berhubungan darah dalam garis keturunan ke atas dan ke bawah,
baik legitim maupun alami”. Kan. 1091 $ 2 menegaskan bahwa dalam garis
keturunan menyamping perkawinan tidak sah sampai dengan tingkat ke-4 inklusif.
(10) Hubungan Semenda / affinitas (Kan. 1092)
Hubungan semenda tercipta ketika dua keluarga saling
mendekatkan batas-batas hubungan kekeluargaan lewat perkawinan yang terjadi
antar anggota dari dua keluarga itu. Jadi, hubungan semenda muncul sebagai
akibat dari suatu faktor ekstern (= ikatan perkawinan), bukan faktor intern (=
ikatan darah).
Kan. 1092 menetapkan: “Hubungan semenda dalam garis lurus
menggagalkan perkawinan dalam tingkat manapun”. Secara konkret, terhalang untuk
saling menikah: a). antara menantu dan mertua [garis lurus ke atas tingkat 1],
b). antara ibu dan anak tiri laki-laki, demikian juga sebaliknya antara bapak
dan anak tiri perempuan.
(11) Kelayakan Publik (Kan. 1093)
Kelayakan publik muncul dari perkawinan yang tidak sah,
termasuk hubungan kumpul kebo (konkubinat) yang diketahui umum. Menurut Kan.
1093 halangan nikah yang timbul dari kelayakan publik dibatasi pada garis lurus
tingkat pertama antara pria dengan orang yang berhubungan darah dengan pihak
wanita. Begitu juga sebaliknya.
(12) Hubungan Adopsi (Kan. 1094)
Anak yang diadopsi lewat adopsi legal memiliki status
yuridis yang analog dengan status yuridis anak kandung. Kanon 1094 menyatakan:
“Tidak dapat menikah satu sama lain dengan sah mereka yang mempunyai pertalian
hukum yang timbul dari adopsi dalam garis lurus atau garis menyamping tingkat
kedua.”
****
No. III.3. Pencatatan Sipil: Perkawinan yang
dicatatkan di kantor pencatatan sipil
dan memperoleh akte perkawinan dari negara.
No. IV. Status ekonomi :
1. Pendapatan kotor per tahun seluruh keluarga, kalau ada
kesulitan untuk memperoleh
data janganlah dipaksakan, karena menyangkut privacy
keluarga. Pedoman pengisian formulir data umat KP 2012
2. Kendaraan
utama : bisa diamati secara langsung.
3. Kepemilikan rumah: cukup jelas.
Sementara ini sasarannya adalah untuk mengetahui: siapa
yang harus dibantu, siapa yang belum/tidak memerlukan bantuan, siapa yang mampu
utnuk membantu. Pedoman
pengisian formulir data umat KP 2012
Page14
B. Lembar Kedua
Ada sembilan Kolom dan disiapkan sembilan nomor dan bisa
ditambah sendiri. nomor, no. 1 untuk kepala keluarga
Kolom [1] : orang jawa atau tiong hoa biasanya punya nama kecil atau asli.
Kolom [2] dampai dengan [6] cukup jelas.
Kolom [7] : isilah dengan pilihan sbb:
jika orangnya berasal dari negara/bangsa di luar indonesia cukup ditulis
non-indonesia.
Kolom [8],paguyuban :Silahkan isi dengan:
Kolom
[9] : domisili, ada dua pilihan:
1.
bertempat tinggal dalam paroki, dan
2.
di luar paroki tetapi masih di wilayah keuskupan purwokerto.
Jika ada orang yang
tinggal/berdomisili di luar wilayah keuskupan purwokerto yang keluarganya ada
di wilayah , tidak dicatat di sini tetapi akan dicatat di halaman 4
kolom [21]
C. Lembar Ketiga
No. Urut 1 adalah kepala
Keluarga, no. seterusnya adalah anggota keluarga dari yang tua ke yang muda
Kolom [10] : ada 3 item:
[10.a ]: jengjang : Pilih:
[10.c ]: status : adalah status lembaga pendidikan di mana orang bersangkutan
menuntuk ilmu/belajar, maka di isi :
1.
Lembaga Pendidikan Negeri,
2.
Swasta katolik,
3. swasta Kristen,
4. swasta nasional.
5. lainnya
Kolom [11] Pekerjaan, pilih:
Kolom [12]. Ketrampilan, pilih
Kolom [13] :fungsi masyarakat; pilih:
Lebih baik demi kelancaran pendataat disiapkan salinan surat-surat baptis,
komuni pertama, krisma, perkawinan dan akta kematian
Kolom
[14] : Peran dan Jabatatan dalam lingkup Gereja, pilih
Kolom [15] sd [19] Data seluruh anggota keluarga yang katolik, sesuai dengan
surat lahir, surat permandian, komuni pertama, Krisma dan perkawinan)
Kolom [20] : tahbisan artinya tahbisan imam/uskup dan kaul kekal; kalau kaul
sementara: (yang diperbaharui setiap tahun, tidak masuk kategori ini.
Kolom [21] : Status sekarang: ada pilihan :
1.
masih hidup,
2.
meninggal,
3.
pindah agama dan
4. pindah domisili di luar
keuskupan
|