PERTEMUAN SOSIALISASI
LITURGI
Pertemuan
Sosialisasi Liturgi ini sebagai program dari Bidang Liturgi, dilaksanakan pada
:
Hari : minggu, 2 Agustus 2015
Tempat :
Aula SMP Pius
SUSUNAN ACARA :
PEMBUKAAN
1.
Doa Pembukaan : Bp. Bambang Henawo
2.
Sambutan : 1. Rm. Niko, OMI (Romo
Paroki)
2. Fx. Suharyanto (Sekretaris Umum)
SOSIALISASI
1. Jadwal dan Sikap Liturgi oleh : Bp. Tri Atmono
2. Paduan Suara/Musik Liturgi oleh : Bp. Susilo
3. Pendataan Lektor/Mazmur oleh : Sr.
Dorothea, PBHK
LAIN-LAIN
1. Sosialisasi Trienium (Bp. Bambang Triarto/Bp. Prapto)
2. Sosialisasi Lazarus (Bp. Bambang Hernawo)
3. Sosialisasi Tem Kerja Peweartaan,
Persekutuan, KKI
PENUTUP
SOSIALISASI SIKAP LITURGI
Dari pertemuan ini di hasilkan kesepakatan sebagai berikut :
No.
|
Keterangan
|
|
1.
|
Petugas Tata Laksana
|
Supaya datang lebih awal untuk
bersalaman dengan umat ( menyapa umat ) di depan pintu masuk gereja serta
mengatur/ mempersilahkan umat duduk di kursi yang masih kosong
|
2.
|
Prakata
|
Lektor membacakan salam pembuka dan
doa Tahun Kerasulan Pendidikan Keuskupan Purwokerto
|
3.
|
Perarakan Masuk
|
1. Minggu
Biasa dan Hari Raya perarakan masuk dari depan gereja
2. Urutan
: Misdinar, Lektor, Pemazmur, Prodiakon, Imam
3. Tempat
Duduk Lektor, Pemazmur dan Prodiakon di baris depan Gereja Baru
|
Tobat, Tuhan Kasianilah Kami
|
Umat berlutut
|
|
Kemuliaan
|
Umat berdiri
|
|
4.
|
Liturgi Sabda
|
1. Lektor
dan Pemazmur supaya mengenakan pakaian Liturgi
2. Lektor
dan pemazmur naik ke panti imam bersama-sama dengan memberi hormat di depan
altar.
3. Lektor
dan pemazmur turun dari panti imam bersama-sama setelan Injil selesai
dibacakan.
|
5.
|
Doa Umat
|
Diakhiri dengan Doa Trienium
|
6.
|
Doa Damai
|
Apabila Imam bersalaman dengan umat
paduan suara bisa menyanyikan Salam Damai
|
7.
|
Doa sesudah Komuni
|
Umat Berdiri
|
8.
|
Warta Paroki/ Pengumuman
|
Supaya tidak dibacakan di mimbar sabda
|
Lain-lain :
|
1.
Dirigen tidak naik ke mimbar sabda, berada di
tempat yang disediakan.
2.
Tiap-tiap petugas Tata laksana supaya ada
koordinator yang bertugas mengecek/ memastikan kesiapan semua petugas liturgi.
3.
Petugas tata Laksana supaya memakai tanda
|
DIRIGEN, ORGANIS DAN PADUAN SUARA
I. Dirigen
Paduan Suara Gereja.
Sekilas tentang ruang lingkup tugas.
Seorang dirigen paduan suara gereja
sangat berperan dalam seluruh hidup paduan suara yang dilatih dan
dipimpinnya.Bahkan seorang dirigen memiliki ruang lingkup tugas yang tidak
terbatas pada saat paduan suaranya sedang berlatih atau menjalankan tugas
pelayanan di gereja. Secara garis besar tugas seorang dirigen paduan suara
gereja adalah sbb:
1. Diluar hal teknis:
a. Menjadi motor dan contoh bagi seluruh
kegiatan paduan suara dan anggotanya, untuk selalu belajar, berlatih baik
sebagai pribadi maupun kelompok.
b. Menjadi contoh bagi seluruh anggota
paduan suara dalam hal melayani.
2. Dalam hal teknis persiapan tugas
pelayanan.
a. Memilih lagu lagu yang sesuai untuk
dilatih dan pada waktunya dinyanyikan dalam perayaan Ekaristi.
b. Memilih tata suara lagu yang akan
dilatih.
c. Menjalin komunikasi dengan Imam dan
team kerja liturgi paroki.
3. Melatih umat sebelum P.E. dimulai (
lagu baru/jarang dinyanyikan )
4. Dalam hal aba aba, ekspresi wajah,
tatapan mata akan sangat membantu seorang dirigen dalam memimpin sebuah lagu.
5. Pra latihan dan saat latihan.
I.
Organis / pengiring nyanyian.
Organis adalah salah satu petugas
liturgi yang memiliki peranan penting bagi lancar dan khidmatnya suatu perayaan
Ekaristi serta dapat turut serta meningkatkan kualitas perayaan ekaristi
sekaligus membantu umat dalam berdoa dan bernyanyi.
Maka hendaknya:
1.
Organis
memainkan alat musiknya sedemikian rupa sehingga sungguh mendukung dan
mengiringi nyanyian umat ( tidak mendominasi ).
2.
Menjalin
komunikasi dengan dirigen paduan suara sebelum dan saat bertugas.
3.
Menjalin
komunikasi dengan sesama organis (tukar sharing sebagai organis)
4.
Tidak
memainkan alat musik secara instrumental pada masa adven, pra paskah dan dalam
perayaan Ekaristi arwah.
5.
Berpartisipasi
penuh dalam merayakan Ekaristi.
6.
Tidak
mengiringi bagian perayaan Ekaristi yang dilagukan oleh Imam.
Selengkapnya lihat MS no. 62 -67 dan
SC art. No. 120
II.
Memilih nyanyian liturgi.
Ketika melaksanakan liturgi, yaitu
upacara dimana umat beriman berhimpun bersama untuk melaksanakan ibadat, kita
membutuhkan dukungan nyanyian.
Dengan nyannyian kita dapat kita dapat
lebih mengungkapkan iman dan penghayatan.Dalam bernyanyi kita dapat bersuka
cita, bersedih, merenung dan berharap. Maka nyanyian dalam musik liturgi adalah
nyanyian yang mengungkapkan doa dan harapan kita.
Dari banyak pengalaman, musik mempunyai
jiwa dan kekuatan. Misal: kita dapat meneteskan air mata jika mendengar suara
musik tertentu atau sebaliknya kita dapat bergembira.Seorang penari bergerak
lincah jika musiknya cepat dan sebaliknya bergerak tenang kalau musiknya
lambat.
Maka musik bisa dikatakan menjadi
bagian hidup manusia pada umumnya.Sehingga sejak semula Gereja tidak pernah
melepaskan diri dari musik.
Beberapa prinsip dalam memilih nyanyian liturgi:
a.
Hendaknya sesuai dengan peran nyannyian itu.
b.
Sesuai dengan masa dan tema liturgi.
c.
Hendaknya dihindari memilih nyanyian yang hanya berdasar atas selera
pribadi atau kelompok.
d.
III.
Apakah musik liturgi itu?
1. Musik yang digubah untuk perayaan
liturgi suci.
2. Memiliki suatu bobot kudus tertentu.
3. Kategorinya: Gregorian, polifoni
suci, musik liturgi untuk organ dan alat musik lain yang sah.
IV.
Ciri ciri khas musik liturgi.
1. Syair diambil dari Kitab Suci dan
selaras dengan ajaran ajaran Katolik
2. Ada peluang untuk partisipasi aktif
dari umat
3. Bisa untuk paduan suara besar atau
kelompok koor kecil
VI. MUSIK LITURGI dan
MUSIK ROHANI
Musik Liturgi adalah
musik yang digunakan untuk ibadat/liturgi, mempunyai
kedudukanyang integral
dalam ibadat, serta mengabdi pada kepentingan ibadat.
Dalam Sacrosanctum
Concilium (SC) art. 112:
Musik Liturgi semakin
suci, bila semakin erat berhubungan dengan upacara ibadat,
entah dengan
mengungkapkan doa doa secara lebih mengena, entah dengan
memupuk kesatuan hati,
entah dengan memperkaya upacara suci dengan kemeriahan
yang lebih semarak.
Musik/nyanyian Liturgi mengabdi pada partisipasi umat dalam
ibadat.
SC art. 114: Khasanah
musik liturgi hendaknya dilestarikan dan dikembangkan secermat mungkin. Paduan
suara hendaknya dibina dengan sungguh-sungguh, terutama di gereja-gereja
katedral.Para Uskup dan gembala jiwa lainnya hendaknya berusaha dengan tekun,
supaya pada setiap acara liturgi yang dinyanyikan segenap jemaat beriman dapat
ikut serta secara aktif dengan membawakan bagian yang diperuntukkan bagi
mereka, menurut kaidah art.28 dan 30.
Musik rohani adalah musik yang sengaja diciptakan untuk
keperluan diluar ibadat Liturgi. Seperti misalnya: pentas musik rohani,
pertemuan mudika, rekreasi, sinetron dll.
VII.
Musik Liturgi mempunyai kedudukan
yang jelas dalam ibadat.
Nyanyian Pembuka: tujuannya adalah membuka misa,
membina kesatuan umat yang berhimpun, mengantar masuk kedalam misteri masa
liturgi atau pesta yang dirayakan, mengiringi perarakan Imam beserta para
pelayan (PUMR no 47-48)
Nyanyian Tuhan
kasihanilah kami: sifatnya
berseru kepada Tuhan dan mohon belaskasihanNya (PUMR no. 52)
Madah Kemuliaan: Kemuliaan adalah madah yang sangat
dihormati dari zaman Kristen kuno. (PUMR no. 53)
Nyannyian Mazmur
Tanggapan: merupakan
unsur pokok dalam Liturgi Sabda. Tidak diijinkan mengganti bacaan dan mazmur
tanggapan, yang berisi sabda Allah, dengan teks teks lain yang bukan dari
Alkitab. (PUMR no 57 ….mengambil dasar dari ajaran KGK 1093)
Nyanyian ayat pengantar
Injil: umat beriman
menyambut dan menyapa Tuhan yang siap bersabda dalam Injil.
Nyanyian aku percaya: (fakultatif – boleh tidak
dinyanyikan)
Nyanyian Persiapan
Persembahan: tujuannya
untuk mengiringi perarakan persembahan, maka digunakan nyanyian dengan tema
persembahan. (PUMR 74)
Nyanyian Kudus: adalah nyanyian partisipasi umat
dalam DSA.
Nyanyian Bapa Kami: tujuannya adalah untuk mohon rejeki
sehari hari (roti Ekaristi), mohon pengampunan dosa, supaya anugerah kudus itu diberikan kepada umat yang kudus. Bapa
kami dalam Perayaan Ekaristi merupakan unsur konstitutif – tidak boleh dihilangkan.Bapa
Kami pertama-tama adalah bukan NYANYIAN melainkan DOA, oleh karena itu yang
pokok bukan solmisasinya melainkan rumusan doanya (lihat buku TPE umat).
Sedangkan rumusan yang lain tentu tetap baik dan sebaiknya dipakai sebagai doa
pribadi dan bukan dalam kerangka liturgi resmi.
Nyannyian Anak Domba
Allah: tujuannya
untuk mengiringi pemecahan roti (PUMR no 83)
Nyanyian Komuni: 1.agar secara batin umat bersatu
dalam komuni. 2.menunjukkan kegembiraan hati. 3.menggarisbawahi corak jemaat
dari perarakan komuni. (PUMR no 86)
Nyanyian Madah Pujian
sesudah Komuni: sebagai
ungkapan syukur atas santapan yang diterima yaitu Tubuh (dan Darah) Kristus
sebagai keselamatan kekal bagi manusia (PUMR no 88)
Nyanyian Penutup: untuk mengantar Imam dan para
pembantunya meninggalkan altar menuju sakristi.
Dari uraian diatas, musik rohani/pop rohani tidak memiliki
tujuan tujuan seperti diatas.
Ada 2 dokumen utama yang dijadikan dasar untuk mengatur
masalah musik dalam liturgi, yaitu:SC (Sacrosanctum Concilium) dan MS (Musicam
Sacram).
VIII.
Beberapa hal yang kadang kita jumpai:
1. Kurangnya latihan (paduan suara)
2. Nyannyian yang dibawakan terlalu
lambat.
3. Kurang/tidak serempak dalam menjawab
aklamasi.
4. Kurang maksimal (mungkin) dalam
memberdayakan warga lingkungan.
5. Misa di lingkungan kadang kadang
mempergunakan lagu rohani/lagu lain
Kutipan Sacrosanctum
Consilium.
BAB ENAM – MUSIK
LITURGI
112. (Martabat musik
Liturgi)
Tradisi musik Gereja semesta
merupakan kekayaan yang tak terperikan nilainya, lebih gemilang dari
ungkapan-ungkapan seni lainnya, terutama karena nyayian suci yang terikat pada
kata-kata merupakan bagian liturgi meriah yang penting atau integral.
Ternyata lagu-lagu ibadat sangat
dipuji baik oleh Kitab suci[43] , maupun oleh para Bapa Gereja; begitu pula
oleh para Paus, yang – dipelopori oleh Santo Pius X, -akhir-akhir ini semakin
cermat menguraikan peran serta musik liturgi mendukung ibadat Tuhan.
Maka musik liturgi semakin suci, bila
semakin erat hubungannya dengan upacara ibadat, entah dengan mengungkapkan
doa-doa secara lebih mengena, entah dengan memupuk kesatuan hati, entah dengan
memperkaya upacara suci dengan kemeriahan yang lebih semarak.Gereja menyetujui
segala bentuk kesenian yang sejati, yang memiliki sifat-sifat menurut
persyaratan liturgi, dan mengizinkan penggunaannya dalam ibadat kepada Allah.
Maka dengan mengindahkan
kaidah-kaidah serta peraturan-peraturan menurut Tradisi dan tertib gerejawi,
pun dengan memperhatikan tujuan musik liturgi, yakni kemuliaan Allah dan
pengudusan Umat beriman, Konsili suci menetapkan gal-hal berikut.
113. (Liturgi meriah)
Upacara liturgi menjadi
lebih agung, bila ibadat kepada Allah dirayakan dengan nyayian meriah, bila
dilayani oleh petugas-petugas liturgi, dan bila Umat ikut serta secara aktif,
Mengenai bahasa yang harus
dipakai hendaknya dipatuhi ketentuan-ketentuan menurut art.36; mengenai Misa
suci lihat art.54; mengenai Sakramen sakramen lihat art.63; mengenai Ibadat
Harian lihat art. 101.
114. Khazanah musik liturgi hendaknya dilestarikan dan dikembangkan
secermat mungkin. Paduan suara hendaknya dibina dengan sungguh-sungguh,
terutama di gereja-gereja katedral.Para Uskup dan para gembala jiwa lainnya
hendaknya berusaha dengan tekun, supaya pada setiap upacara liturgi yang
dinyanyikan segenap jemaat beriman dapat ikut serta secara aktif dengan
membawakan bagian yang diperuntukkan bagi mereka, menurut kaidah art.28 dan 30.
115. (Pendidikan musik)
Pendidikan dan pelaksanaan
musik hendaknya mendapat perhatian besar di Seminari-seminari, di
novisiat-novisiat serta rumah-rumah pendidikan para relegius wanita maupun
pria, pun juga di lembaga-lembaga lainnya dan di sekolah-sekolah katolik.Untuk
melaksanakan pendidikan seperti itu hendaknya para pengajar musik liturgi
disiapkan dengan saksama.
Kecuali itu dianjurkan,
supaya – bila keadaan mengizinkan – didirikan Lembaga-lembaga musik liturgi
tingkat lebih lanjut.
Para pengarang lagu dan
para penyayi, khususnya anak-anak, hendaknya mendapat kesempatan kesempatan
untuk pembinaan liturgi yang memadai.
116. (Nyayian Gregorian dan
Polifoni)
Gereja memandang nyayian
Gregorian sebagai nyayian khas bagi liturgi Romawi.Maka dari itu – bila tiada
pertimbangan-pertimbangan yang lebih penting – nyayian Gregorian hendaknya
diutamakan dalam upacara-upacara liturgi.
Jenis-jenis lain musik
liturgi, terutama polifoni, sama sekali tidak dilarang dalam perayaan ibadat
suci, asal saja selaras dengan jiwa upacara liturgi, menurut ketentuan pada
art. 30.
117. (Penerbitan buku-buku nyayian
Gregorian)
Hendaknya terbitan,
otentik buku-buku nyayian Gregorian diselesaikan.Di sampi ng itu hendaknya
disiapkan terbitan lebih kritis buku-buku yang telah diterbitkan sesudah
pembaharuan oleh Santo Pius X.
Berfaedah pula bila
disiapkan terbitan yang mencantumkan lagu-lagu yang lebih sederhana, untuk dipakai
dalam gereja-gereja kecil.
118. (Nyayian rohani umat)
Nyayian rohani Umat
hendaknya dikembangkan secara ahli, sehingga kaum beriman dapat bernyayi dalam
kegiatan-kegiatan devosional dan perayaan-perayaan ibadat, menurut
kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan rubrik.
119. (Musik Liturgi di
daerah-daerah Misi)
Di wilayah-wilayah
tertentu, terutama di daerah Misi, terdapat bangsa-bangsa yang mempunyai
tradisi musik sendiri, yang memanikan peran penting dalam kehidupan beragama
dan bermasyarakat.Hendaknya musik itu mendapat penghargaan selayaknya dan
tempat yang sewajarnya, baik dalam membentuk sikap religius mereka, maupun
dalam menyelesaikan ibadat dengan sifat-perangai mereka, menurut maksud art.39
dan 40.
Maka dari itu dalam
pendidikan musik bagi para misionaris hendaknya sungguh diusahakan, supaya
mereka sedapat mungkin mampu mengembangkan musik tradisional bangsa-bangsa itu
di sekolah-sekolah maupun dalam ibadat.
120. (Orgel dan alat-alat musik
lainnya)
Dalam Gereja Latin orgel
pipa hendaknya dijunjung tinggi sebagai alat musik tradisional, yang suaranya
mampu memeriahkan upacara-upacara Gereja secara mengagumkan, dan mengangkat
hati Umat kepada Allah dan ke surga.
Akan tetapi, menurut
kebijaksanaan dan dengan persetujuan pimpinan gerejawi setempat yang berwenang,
sesuai dengan kaidah art. 22 (2), 37 dan 40, alat-alat musik lain dapat juga
dipakai dalam ibadat suci, sejauh memang cocok atau dapat disesuaikan dengan
penggunaan dalam liturgi, sesuai pula dengan keanggunan gedung gereja, dan
sungguh membantu memantapkan penghayatan Umat beriman.
121. (Panggilan para pengarang
musik)
Dipenuhi semangat
kristiani, hendaknya para seniman musik menyadari, bahwa mereka dipanggil untuk
mengembangkan musik liturgi dan memperkaya khazanahnya.
Hendaklah mereka mengarang
lagu-lagu, yang mempunyai sifat-sifat musik liturgi yang sesungguhnya, dan
tidak hanya dapat dinyanyikan oleh paduan-paduan suara yang besar, melainkan
cocok juga bagi paduan-paduan suara yang kecil, dan mengembangkan
keikut-sertaan aktif segenap jemaat beriman.
Syair-syair bagi nyanyian
liturgi hendaknya selaras dengan ajaran Katolik, bahkan terutama hendaklah
ditimba dari Kitab suci dan sumber-sumber liturgi.
Kutipan Musicam Sacram
VI. ALAT MUSIK IBADAT
62. Alat musik dapat menjadi
sangat bermanfaat dalam perayaan-perayaan kudus, entah untuk mengiringi
lagu-Iagu, entah dimainkan sendiri sebagai instrumental tunggal.
"Organ pipa hendaknya dijunjung tinggi sebagai alat musik
tradisional Gereja Latin; suaranya mampu menyemarakkan upacara-upacara ibadat
secara mengagumkan, dan dengan mantap mengangkat hati umat ke hadapan Allah dan
ke alam surgawi.
Akan tetapi dengan persetujuan pimpinan gerejawi setempat yang berwenang,
alat-alat musik lain dapat juga dipakai dalam ibadat, asal sesuai dan dapat
disesuaikan dengan fungsi kudusnya, cocok dengan keanggunan gedung gereja, dan
benar-benar membantu memantapkan ibadat kaum beriman.[43]
63. Dalam mengizinkan
penggunaan alat musik tersebut, kebudayaan dan tradisi masing-masing bangsa
hendaknya diperhitungkan. Tetapi alat-alat musik yang menurut pendapat umum
-dan defakto - hanya cocok untuk musik sekular, haruslah sama sekali dilarang
penggunaannya untuk perayaan liturgis dan devosi umat.[44]
Setiap alat musik yang diizinkan pemakaiannya dalam ibadat hendaknya
digunakan sedemikian rupa sehingga memenuhi tuntutan perayaan liturgis, dan
bermanfaat baik untuk menyemarakkan ibadat maupun untuk memantapkan jemaat.
64. Penggunaan alat musik
untuk mengiringi lagu-lagu dapat merupakan dukungan kepada para penyanyi,
memudahkan partisipasi umat, dan menciptakan kesatuan hati yang mendalam antar
jemaat yang berhimpun. Tetapi, bunyinya jangan sampai menenggelamkan suara para
penyanyi, sehingga sulit untuk menangkap kata-kata lagu, dan kalau suatu bagian
diucapkan secara nyaring oleh imam atau salah seorang petugas berhubung dengan
tugasnya, alat musik janganlah dibunyikan.
65. Dalam perayaan ekaristi dengan atau tanpa
nyanyian, organ atau alat musik lainnya yang telah disahkan, dapat digunakan
untuk mengiringi lagu-lagu yang dibawakan oleh koor dan umat; dapat juga
dimainkan secara instrumental pada awal perayaan ekaristi, sebelum imam sampai
di altar, pada persembahan, pada komuni, dan pada akhir perayaan ekaristi.
Ketentuan yang sama, dengan
penyesuaian seperlunya, dapat diterapkan juga pada perayaan-perayaan kudus
lainnya.
66. Penggunaan alat musik tersebut secara
instrumental tidak diizinkan dalam Masa Adven, Prapaskah, Trihari Suci, dan
dalam ofisi serta misa arwah.
67. Sangat
diharapkan agar para organis atau pemain musik lainnya tidak hanya memiliki
ketrampilan untuk memainkan alat musik yang dipercayakan kepada mereka; di
samping itu mereka hendaknya mengikuti perayaan liturgi dengan penuh kesadaran,
sehingga setiap kali memainkan alat musiknya dengan semestinya, mereka
memperkaya perayaan kudus selaras dengan hakekat asli masing-masing bagian, dan
mendorong partisipasi kaum beriman.[45]
♥♥♥
Bahan bacaan:
-
Panduan
memilih nyanyian liturgi, oleh E. Martasudjita, PR & J. Kristanto, PR;
Kanisius
-
Berbagai
sumber
-
Catatan
pribadi