Gereja
Katolik mengajarkan bahwa Bunda Maria diangkat ke surga, berdasarkan Tradisi
Suci yang sudah diimani oleh Gereja sejak lama, namun baru ditetapkan menjadi
Dogma melalui pengajaran Bapa Paus Pius XII tanggal 1 November 1950, yang
berjudul Munificentimtissimus Deus. Selengkapnya silakan klik di sini. Doktrin ini berhubungan
dengan Dogma Immaculate Conception/ Maria dikandung tanpa noda, yang
diajarkan oleh Bapa Paus Pius IX, 8 Desember 1854. Untuk topik Maria dikandung
tanpa noda, silakan klik di sini.
Umat Kristen non- Katolik banyak yang mempertanyakan hal ini, dan berpikir bahwa Gereja Katolik ‘menciptakan’ Dogma yang tidak berdasarkan Kitab Suci. Sebab bagi mereka sumber Wahyu Ilahi hanyalah Kitab Suci. Namun bagi orang Katolik, Wahyu Ilahi juga diperoleh dari Tradisi Suci yang telah berakar dan tumbuh di dalam Gereja Katolik,di mana Tradisi Suci ini tidak terpisahkan dari Kitab Suci. Maka hal Maria diangkat ke Surga juga memiliki dasar Kitab Suci, walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit. Jadi jika Gereja Katolik mengumumkan suatu doktrin, itu sebenarnya hanya mengumumkan apa yang sudah lama diimani oleh Gereja, dan bukannya sesuatu yang baru tiba-tiba ditambahkan. Sebagai contohnya, pada waktu Gereja Katolik mengumumkan pengajaran tentang Allah Trinitas pada tahun 325 pada Konsili Nicea, adalah bukan berarti sebelumnya tidak ada pengajaran Allah Trinitas ini. Tulisan-tulisan pengajaran para Bapa Gereja menjadi saksi yang hidup atas pengajaran tentang Trinitas ini. Demikian juga pada saat Gereja Katolik menetapkan Kanon Alkitab yaitu pada Konsili Hippo tahun 393 dan Konsili Carthage tahun 397 bukan berarti Gereja Katolik baru ‘menciptakan’ Kitab Suci pada saat itu. Sebelumnya kitab-kitab yang menjadi bagian Alkitab itu sudah ada, namun baru pada saat itu ditetapkan sebagai kanon Alkitab/ kitab-kitab yang diakui sebagai ‘diilhami oleh Roh Kudus’, untuk membedakannya dengan kitab-kitab lain yang hanya merupakan karya tulis biasa.
Dengan pengertian yang sama maka Dogma Maria dikandung tanpa noda dan Dogma Maria diangkat ke surga merupakan pengajaran yang telah lama ada dan diimani oleh Gereja, yang nyata ada dalam tulisan para Bapa Gereja.
Umat Kristen non- Katolik banyak yang mempertanyakan hal ini, dan berpikir bahwa Gereja Katolik ‘menciptakan’ Dogma yang tidak berdasarkan Kitab Suci. Sebab bagi mereka sumber Wahyu Ilahi hanyalah Kitab Suci. Namun bagi orang Katolik, Wahyu Ilahi juga diperoleh dari Tradisi Suci yang telah berakar dan tumbuh di dalam Gereja Katolik,di mana Tradisi Suci ini tidak terpisahkan dari Kitab Suci. Maka hal Maria diangkat ke Surga juga memiliki dasar Kitab Suci, walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit. Jadi jika Gereja Katolik mengumumkan suatu doktrin, itu sebenarnya hanya mengumumkan apa yang sudah lama diimani oleh Gereja, dan bukannya sesuatu yang baru tiba-tiba ditambahkan. Sebagai contohnya, pada waktu Gereja Katolik mengumumkan pengajaran tentang Allah Trinitas pada tahun 325 pada Konsili Nicea, adalah bukan berarti sebelumnya tidak ada pengajaran Allah Trinitas ini. Tulisan-tulisan pengajaran para Bapa Gereja menjadi saksi yang hidup atas pengajaran tentang Trinitas ini. Demikian juga pada saat Gereja Katolik menetapkan Kanon Alkitab yaitu pada Konsili Hippo tahun 393 dan Konsili Carthage tahun 397 bukan berarti Gereja Katolik baru ‘menciptakan’ Kitab Suci pada saat itu. Sebelumnya kitab-kitab yang menjadi bagian Alkitab itu sudah ada, namun baru pada saat itu ditetapkan sebagai kanon Alkitab/ kitab-kitab yang diakui sebagai ‘diilhami oleh Roh Kudus’, untuk membedakannya dengan kitab-kitab lain yang hanya merupakan karya tulis biasa.
Dengan pengertian yang sama maka Dogma Maria dikandung tanpa noda dan Dogma Maria diangkat ke surga merupakan pengajaran yang telah lama ada dan diimani oleh Gereja, yang nyata ada dalam tulisan para Bapa Gereja.
Munificentissimus Deus
Dalam
pembukaan Munificentissimus Deus (MD, 3) yang menyatakan dogma Bunda
Maria diangkat ke Surga, Bapa Paus Pius XII mengatakan bahwa dalam sejarah
keselamatan, Bunda Maria mengambil tempat istimewa dan unik. Ini mengacu pada
ayat Gal 4:4, di mana dikatakan, “…Setelah genap waktunya”, bahwa dalam
pemenuhan rencana keselamatan Allah ini, Allah dengan keMahakuasaan-Nya
memberikan hak-hak istimewa kepada Bunda Maria, agar nyatalah segala kemurahan
hati-Nya yang dinyatakan kepada Bunda Maria, dalam keseimbangan yang sempurna.
Maka bahwa jika untuk melahirkan Yesus, Bunda Maria disucikan dan dikandung tanpa noda dosa, dan selama hidupnya tidak berdosa (karena tidak seperti manusia lainnya, ia tidak mempunyai kecenderungan untuk berbuat dosa/ concupiscentia), maka selanjutnya, adalah setelah wafatnya, Tuhan tidak akan membiarkan tubuhnya terurai menjadi debu, karena penguraian menjadi debu ini adalah konsekuensi dari dosa manusia.
Maka bahwa jika untuk melahirkan Yesus, Bunda Maria disucikan dan dikandung tanpa noda dosa, dan selama hidupnya tidak berdosa (karena tidak seperti manusia lainnya, ia tidak mempunyai kecenderungan untuk berbuat dosa/ concupiscentia), maka selanjutnya, adalah setelah wafatnya, Tuhan tidak akan membiarkan tubuhnya terurai menjadi debu, karena penguraian menjadi debu ini adalah konsekuensi dari dosa manusia.
Demikian
pula dengan pengajaran bahwa Bunda Maria adalah Tabut Perjanjian Baru, karena
dengan mengandung Yesus ia menjadi tempat kediaman Sabda Allah yang menjadi
manusia, Sang Roti Hidup [kontraskan dengan tabut Perjanjian Lama yang isinya
kitab Taurat Musa dan roti manna], maka Bunda Maria mengalami persatuan dengan
Yesus. Mzm 132:8, mengatakan, “Bangunlah ya Tuhan, dan pergilah ketempat
perhentian-Mu, Engkau beserta tabut kekuatan-Mu.” Dan dalam Perjanjian Baru
tabut ini adalah Bunda Maria. Bunda Maria-lah juga yang disebut sebagai
‘permaisuri berpakaian emas dari Ofir (Mzm 45: 10,14). Hal ini sejalan
dengan penglihatan Rasul Yohanes dalam kitab Wahyu 12, dan tentu, Luk
1:28, 42 “Hail, full of grace, the Lord is with you, blessed are you
among women.” (Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau,
diberkatilah engkau di antara semua perempuan) [lihat MD 26, 27]
Bahwa
pengangkatan Bunda Maria ke surga merupakan pemenuhan janji Allah bahwa seorang
perempuan (Maria) yang keturunannya (Yesus) akan menghancurkan Iblis [dan
kuasanya, yaitu maut](lihat Kej 3:15); dan bahwa pengangkatan ini merupakan
kemenangan atas dosa dan maut (lihat Rom 5-6, 1 Kor 15:21-26; 54-57), di mana
kematian akan ditelan dalam kemenangan (1 Kor 15:54).
Nubuat
Simeon tentang Bunda Maria juga menunjukkan jalan kehidupan Bunda Maria, yang
melalui penderitaan, dan bahwa suatu pedang akan menembus jiwanya (Luk 2:35)
dan ini terpenuhi dengan penderitaannya melihat Yesus Puteranya disiksa sampai
wafat di hadapan matanya sendiri. Penderitaan tak terlukiskan ini
mempersatukannya dengan Kristus, dan karenanya layaklah ia menerima janji yang
disebutkan oleh Rasul Paulus, “… jika kita menderita bersama-sama dengan
Dia…kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” (Rom 8:17). Dan
karena Bunda Maria adalah yang pertama menderita bersama Yesus dengan sempurna,
maka layaklah bahwa Tuhan Yesus memenuhi janji-Nya ini dengan mengangkat Bunda
Maria dengan sempurna, tubuh dan jiwa ke dalam kemuliaan surga, segera setelah
wafat-Nya.
Namun
dasar yang kuat dari pengangkatan Bunda Maria ke Surga adalah karena Maria
adalah Bunda Allah (lih. MD 6,14,21,22,25). Sebab “kemuliaan seseorang terletak
dalam menghormati bapanya, dan malu anak ialah ibu ternista” (Sir 3:11). Maka
fakta bahwa Kristus mengasihi Bunda-Nya Maria, dan mempersatukannya di dalam
misteri kehidupan-Nya, menjadikannya layak bahwa perempuan yang diciptakannya
tidak bernoda dan perawan yang dipilih-Nya untuk menjadi ibu-Nya, menjadi
seperti Dia, menang dengan jaya atas kematian melalui pengangkatannya ke surga
sebagaimana Kristus telah menang atas dosa dan maut melalui Kebangkitan dan
kenaikan-Nya ke Surga.
Demikian
juga, yang tak kalah penting adalah karena sebagaimana yang disimpulkan dari
Kitab Suci dan sudah diajarkan oleh para Bapa Gereja, Maria adalah Hawa yang
baru (lih. MD 27,30, 39). Sebab karena kesalahan satu orang maka umat manusia
jatuh dalam dosa, sedangkan karena ketaatan satu orang umat manusia dibenarkan
(lih. Rom 5:18-19). Maka sebagaimana Hawa dahulu mengambil bagian dalam
ketidaktaatan Adam, demikian pula Maria sebagai Hawa yang baru mengambil bagian
dalam ketaatan Kristus sebagai Adam yang baru. Dengan ketidaktaatannya, Hawa
yang pertama membawa kematian bagi umat manusia, sedangkan Bunda Maria, dengan
ketaatannya membawa hidup bagi umat manusia, karena ia mengandung Sang Hidup
yang menebus dan memberikan kehidupan kekal kepada manusia. Maria secara
istimewa menyatu dan bekerja sama dengan Kristus, tidak saja dengan
melahirkan-Nya tetapi juga di dalam fase- fase penting dalam kehidupan-Nya
selanjutnya: saat Ia dipersembahkan ke bait Allah, saat mukjizat-Nya yang
pertama, saat Ia disalibkan, saat kenaikan-Nya ke surga dan saat Pentakosta.
Maka jika kasih Adam kepada Hawa memimpinnya kepada dosa, kasih Kristus kepada
Bunda Maria memimpinnya untuk “mengambil bagian di dalam pertentangan-Nya
melawan Iblis dan kepada hasil akhirnya” (MD 39), yaitu kemenangan total di
dalam tubuh dan jiwa atas dosa dan maut.
Di
sepanjang sejarah Gereja, sudah banyak sekali gereja dibangun dengan tema Bunda
Maria diangkat ke surga (MD 15) Dalam doa-doa Liturgi Gereja Katolik, sudah
banyak doa-doa yang menunjukkan iman bahwa Bunda Maria ini diangkat ke surga
setelah wafatnya. Hal ini kita ketahui dari Sacramentarium Gregorianum,
yang mengatakan, “Sangat terberkatilah hari ini O Tuhan, di mana Bunda Allah
menderita wafat, namun tidak terikat oleh belenggu kematian, sebab ia telah
melahirkan Sang Putera Allah yang menjelma dalam [tubuh]nya.” (MD 17) Dan juga
dalam Menaei Totiu Anni, “Tuhan, Raja semesta Alam, telah memberikan
kepadamu [Maria] rahmat yang mengatasi kodrat. Seperti Ia menjagamu tetap
perawan saat melahirkan, maka Ia telah menjaga tubuhmu takkan rusak di kubur,
dan telah memuliakan tubuhmu dengan perbuatan-Nya yang ilahi, mengangkatnya
dari dalam kubur.” (MD 18)
Liturgi
memang tidak menyebabkan/ menjadi sumber iman Katolik, tetapi merupakan hasil/
disebabkan oleh iman Katolik. Jadi liturgi di sini adalah seperti buah yang
dihasilkan dari pohon (lihat MD 20). Maka di sini diketahui bahwa iman Gereja
tentang pengangkatan Bunda Maria ke surga, telah lama berakar dalam Gereja.
Para kudus yang mengajarkan hal ini antara lain adalah: St. Yohanes Damaskus
(676-754), St. Antonius Padua, (1195-1231), (1206-1280), St. Thomas Aquinas
(1225-1274), St Albert Agung, St. Benardinus (1380-1404), St. Robertus
Belarminus (1542-1621), St. St. Petrus Kanisius (1520-1597), Alphosus Liguori
(1696-1787). [lihat uraian MD 26-36].
Berikut
ini adalah bunyi Dogma ini adalah, “…. by the authority of our Lord Jesus
Christ, of the Blessed Apostles Peter and Paul, and by our own authority, we
pronounce, declare and define it to be a divinely revealed dogma: that the
Immaculate Mother of God, the ever Virgin Mary, having completed the course of
her earthly life, was assumed body and soul into heavenly glory.” (MD 44)
Terjemahannya:
“….
dengan otoritas dari Tuhan kita Yesus Kristus, dari Rasul Petrus dan Paulus
yang Terberkati, dan oleh otoritas kami sendiri, kami mengumumkan, menyatakan
dan mendefinisikannya sebagai sebuah dogma yang diwahyukan Allah: bahwa Bunda
Tuhan yang tak bernoda, Perawan Maria yang tetap perawan, setelah menyelesaikan
perjalanan hidupnya di dunia, diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan
surgawi.” (MD 44)
Pada
saat Paus Pius XII mengumumkan Dogma ini, ia menggunakan wewenangnya sebagai
Magisterium, dan ia bertindak atas nama Kristus untuk mengajar umatnya.
Selanjutnya tentang Magisterium, dalam kesatuan dengan Kitab Suci dan Tradisi
Suci silakan klik di sini, dan lebih lanjut tentang
Magisterium, silakan klik.
Perlu
kita ketahui bahwa Bunda Maria ‘diangkat’ ke surga, dan bukan ‘naik’ ke surga.
‘Diangkat’ berarti bukan karena kekuatannya sendiri melainkan diangkat oleh
kuasa Allah, sedangkan Yesus ‘naik’ ke surga oleh kekuatan-Nya sendiri. Bagi
orang Katolik, peristiwa Bunda Maria diangkat ke surga adalah peringatan akan
pengharapan kita akan kebangkitan badan di akhir zaman, di mana kita sebagai
orang beriman, jika hidup setia dan taat kepada Allah sampai akhir, maka
kitapun akan mengalami apa yang dijanjikan Tuhan itu: bahwa kita akan diangkat
ke surga, tubuh dan jiwa untuk nanti bersatu dengan Dia dalam kemuliaan
surgawi. Maka, Dogma Maria diangkat ke surga, bukan semata-mata doktrin untuk
menghormati Maria, tetapi doktrin itu mau menunjukkan bahwa Maria adalah
anggota Gereja yang pertama yang diangkat ke surga. Jika kita hidup setia
melakukan perintah Allah dan bersatu dengan Kristus, seperti Bunda Maria,
kitapun pada saat akhir jaman nanti akan diangkat ke surga, jiwa dan badan,
seperti dia.
Dengan
diangkatnya Bunda Maria ke surga, maka ia yang telah bersatu dengan Yesus akan
menyertai kita yang masih berziarah di dunia ini dengan doa-doanya. Karena
berpegang bahwa doa orang benar besar kuasanya (Yak 5:16), maka betapa besarlah
kuasa doa Bunda Maria yang telah dibenarkan oleh Allah, dengan diangkatnya ke
surga.
Beberapa tulisan Bapa Gereja tentang Maria diangkat ke
surga:
1.
Pseudo- Melito (300): Oleh karena itu, jika hal itu berada dalam
kuasaMu, adalah nampak benar bagi kami pelayan- pelayan-Mu, bahwa seperti
Engkau yang telah mengatasi maut, bangkit dengan mulia, maka Engkau seharusnya
mengangkat tubuh Bundamu dan membawanya dengan-Mu, dengan suka cita ke dalam
surga. Lalu kata Sang Penyelamat [Yesus]: “Jadilah seperti perkataanmu”.[1]
2.
Timotius dari Yerusalem (400)
Oleh karena itu Sang Perawan [Maria] tidak mati sampai saat ini, melihat bahwa Ia yang pernah tinggal di dalamnya memindahkannya ke tempat pengangkatannya.[2]
Oleh karena itu Sang Perawan [Maria] tidak mati sampai saat ini, melihat bahwa Ia yang pernah tinggal di dalamnya memindahkannya ke tempat pengangkatannya.[2]
3.
Yohanes Sang Theolog (400)
Tuhan berkata kepada Ibu-Nya, “Biarlah hatimu bersuka dan bergembira. Sebab setiap rahmat dan karunia telah diberikan kepadamu dari Bapa-Ku di Surga dan dari-Ku dan dari Roh Kudus. Setiap jiwa yang memanggil namamu tidak akan dipermalukan, tetapi akan menemukan belas kasihan dan ketenangan dan dukungan dan kepercayaan diri, baik di dunia sekarang ini dan di dunia yang akan datang, di dalam kehadiran Bapa-Ku di Surga”… Dan dari saat itu semua mengetahui bahwa tubuh yang tak bercacat dan yang berharga itu telah dipindahkan ke surga[3]
Tuhan berkata kepada Ibu-Nya, “Biarlah hatimu bersuka dan bergembira. Sebab setiap rahmat dan karunia telah diberikan kepadamu dari Bapa-Ku di Surga dan dari-Ku dan dari Roh Kudus. Setiap jiwa yang memanggil namamu tidak akan dipermalukan, tetapi akan menemukan belas kasihan dan ketenangan dan dukungan dan kepercayaan diri, baik di dunia sekarang ini dan di dunia yang akan datang, di dalam kehadiran Bapa-Ku di Surga”… Dan dari saat itu semua mengetahui bahwa tubuh yang tak bercacat dan yang berharga itu telah dipindahkan ke surga[3]
4.
Gregorius dari Tours (575)
Para Rasul mengambil tubuhnya [jenazah Maria]dari peti penyangganya dan menempatkannya di sebuah kubur, dan mereka menjaganya, mengharapkan Tuhan [Yesus] agar datang. Dan lihatlah, Tuhan datang kembali di hadapan mereka; dan setelah menerima tubuh itu, Ia memerintahkan agar tubuh itu diangkat di awan ke surga: dimana sekarang tergabung dengan jiwanya, [Maria] bersukacita dengan para terpilih Tuhan …[4]
Para Rasul mengambil tubuhnya [jenazah Maria]dari peti penyangganya dan menempatkannya di sebuah kubur, dan mereka menjaganya, mengharapkan Tuhan [Yesus] agar datang. Dan lihatlah, Tuhan datang kembali di hadapan mereka; dan setelah menerima tubuh itu, Ia memerintahkan agar tubuh itu diangkat di awan ke surga: dimana sekarang tergabung dengan jiwanya, [Maria] bersukacita dengan para terpilih Tuhan …[4]
5.
Theoteknos dari Livias (600)
Adalah layak … bahwa tubuh Bunda Maria yang tersuci, tubuh yang melahirkan Tuhan, yang menerima Tuhan, menjadi ilahi, tidak rusak, diterangi oleh rahmat ilahi dan kemuliaan yang penuh …. agar hidup di dunia untuk sementara dan diangkat ke surga dengan kemuliaan, dengan jiwanya yang menyenangkan Tuhan[5]
Adalah layak … bahwa tubuh Bunda Maria yang tersuci, tubuh yang melahirkan Tuhan, yang menerima Tuhan, menjadi ilahi, tidak rusak, diterangi oleh rahmat ilahi dan kemuliaan yang penuh …. agar hidup di dunia untuk sementara dan diangkat ke surga dengan kemuliaan, dengan jiwanya yang menyenangkan Tuhan[5]
6.
Modestus dari Yerusalem (sebelum 634)
Sebagai Bunda Kristus yang termulia… telah menerima kehidupan dari Dia [Kristus], ia telah menerima kekekalan tubuh yang tidak rusak, bersama dengan Dia yang telah mengangkatnya dari kubur dan mengangkatnya kepada Diri-Nya dengan cara yang hanya diketahui oleh-Nya[6]
Sebagai Bunda Kristus yang termulia… telah menerima kehidupan dari Dia [Kristus], ia telah menerima kekekalan tubuh yang tidak rusak, bersama dengan Dia yang telah mengangkatnya dari kubur dan mengangkatnya kepada Diri-Nya dengan cara yang hanya diketahui oleh-Nya[6]
7.
Germanus dari Konstantinopel (683)
Engkau adalah ia, …. yang nampak dalam kecantikan, dan tubuhmu yang perawan adalah semuanya kudus, murni, keseluruhannya adalah tempat tinggal Allah, sehingga karena itu dibebaskan dari penguraian menjadi debu. Meskipun masih manusia, tubuhmu diubah ke dalam kehidupan surgawi yang tidak dapat musnah, sungguh hidup dan mulia, tidak rusak dan mengambil bagian dalam kehidupan yang sempurna[7]
Engkau adalah ia, …. yang nampak dalam kecantikan, dan tubuhmu yang perawan adalah semuanya kudus, murni, keseluruhannya adalah tempat tinggal Allah, sehingga karena itu dibebaskan dari penguraian menjadi debu. Meskipun masih manusia, tubuhmu diubah ke dalam kehidupan surgawi yang tidak dapat musnah, sungguh hidup dan mulia, tidak rusak dan mengambil bagian dalam kehidupan yang sempurna[7]
8.
Yohanes Damaskinus (697)
Adalah layak bahwa ia, yang tetap perawan pada saat melahirkan, tetap menjaga tubuhnya dari kerusakan bahkan setelah kematiannya. Adalah layak bahwa dia, yang telah menggendong Sang Pencipta sebagai anak di dadanya, dapat tinggal di dalam tabernakel ilahi. Adalah layak bahwa mempelai, yang diambil Bapa kepada-Nya, dapat hidup dalam istana ilahi. Adalah layak bahwa ia, yang telah memandang Putera-Nya di salib dan yang telah menerima di dalam hatinya pedang duka cita yang tidak dialaminya pada saat melahirkan-Nya, dapat memandang Dia saat Dia duduk di sisi Bapa. Adalah layak bahwa Bunda Tuhan memiliki apa yang dimiliki oleh Putera-nya, dan bahwa ia layak dihormati oleh setiap mahluk ciptaan sebagai Ibu dan hamba Tuhan.[8].
9. Gregorian Sacramentary (795)Adalah layak bahwa ia, yang tetap perawan pada saat melahirkan, tetap menjaga tubuhnya dari kerusakan bahkan setelah kematiannya. Adalah layak bahwa dia, yang telah menggendong Sang Pencipta sebagai anak di dadanya, dapat tinggal di dalam tabernakel ilahi. Adalah layak bahwa mempelai, yang diambil Bapa kepada-Nya, dapat hidup dalam istana ilahi. Adalah layak bahwa ia, yang telah memandang Putera-Nya di salib dan yang telah menerima di dalam hatinya pedang duka cita yang tidak dialaminya pada saat melahirkan-Nya, dapat memandang Dia saat Dia duduk di sisi Bapa. Adalah layak bahwa Bunda Tuhan memiliki apa yang dimiliki oleh Putera-nya, dan bahwa ia layak dihormati oleh setiap mahluk ciptaan sebagai Ibu dan hamba Tuhan.[8].
Terhormat bagi kami, O Tuhan, perayaan hari ini, yang memperingati Bunda Allah yang kudus yang meninggal dunia untuk sementara waktu, namun tetap tidak dapat dijerat oleh maut, yang telah melahirkan Putera-Mu, Tuhan kami yang menjelma dari dirinya.[9]
Sumber : katolisitas.com