Setiap
tahun umat Kristiani merayakan Natal. Bagi umat Katolik, perayaan Natal
didahului dengan persiapan masa Natal, yaitu Masa Adven yang merupakan masa
persiapan kedatangan Kristus. Bagi banyak orang, Natal dan Adven identik dengan
pohon natal, kandang natal, dan hadiah natal. Namun, lebih daripada itu, hal
yang terpenting dilakukan adalah persiapan rohani untuk menyambut Kristus.
Namun sayangnya, banyak orang kurang mengetahui alasan dan makna di balik semua
persiapan rohani yang dilakukan. Artikel ini bertujuan untuk mengupas tradisi
di seputar Natal dan persiapan yang dilakukan selama masa Adven, sehingga kita
yang merayakan akan semakin menghargai apa yang biasa kita lakukan.
Secara
tidak sadar, sebenarnya dunia mengakui kedatangan Kristus sebagai satu hal yang
begitu istimewa, karena perhitungan kalendar internasional menggunakan acuan
kedatangan Kristus, yaitu yang dinamakan Anno Domini (AD), artinya tahun
Tuhan, untuk menandai tahun-tahun sesudah kelahiran Kristus; dan BC, yaitu
singkatan dari Before Christ untuk tahun- tahun sebelum kelahiran
Kristus. Dengan demikian, kedatangan Kristus membagi sejarah manusia menjadi
dua, dan titik pusatnya adalah Kristus sendiri. Ini adalah kenyataan yang
terjadi berabad-abad dan patokan AD dan BC akan terus berlaku sampai akhir
zaman.
Namun,
kalau kita mengadakan perhitungan, sebenarnya kedatangan Kristus bukanlah
permulaan tahun AD, namun sekitar 7BC – 5BC. Dionysius Exiguus (470-544) adalah
seorang anggota Scythian monks, yang akhirnya tinggal di Roma sekitar
tahun 500. Dionysius adalah orang yang pertama kali memperkenalkan AD (Anno
Domini / the year of the Lord) pada waktu dia membuat kalendar Paskah (Easter).
Sistem penanggalan ini menggantikan sistem penanggalan Diocletian, karena
Dionysius tidak ingin menggunakan perhitungan Diocletian, seorang Kaisar yang
menganiaya jemaat Kristen di abad ke-3. Dionysius mengatakan bahwa Anno
Domini dimulai 754 tahun dari pondasi Roma (A.U.C) atau tahun 1 AD, yaitu
tahun dimana Yesus lahir (dalam perhitungan Dionysius). Namun berdasarkan
perhitungan para ahli, terutama berdasarkan bukti sejarah dari Josephus, maka
perhitungan ini tidaklah benar.
Kitab
Matius mengatakan “Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada
zaman raja Herodes, datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem”
(Mt 2:1). Josephus, seorang ahli sejarah mengatakan bahwa Raja Herodes
meninggal setelah berkuasa selama 34 tahun (de facto) dari meninggalnya
Antigonus dan 37 tahun (de jure) sejak Roma mengeluarkan perintah yang
menyatakan bahwa dia adalah raja (Josephus, Antiquities, 17,8,1).
Antigonus meninggal pada saat Marcus Agrippa dan Lucius Caninius Gallus menjadi
konsulat, yaitu pada tahun 37 BC.[1].
Herodes menjadi raja pada saat Caius Domitias Calvinus dan Caius Asinius Pollio
menjadi konsulat pada tahun 40 BC. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Dihitung dari meninggalnya Antigonus: 37 BC – 34 = 3 BC atau dihitung dari Raja
Herodes menjadi raja: 40 BC – 37 = 3 BC.
Oleh
karena itu, raja Herodes dipercaya meninggal sekitar 3 BC – 5 BC, atau kemungkinan
sekitar 4 BC. Hal ini dikarenakan Josephus mengatakan bahwa pada saat tahun itu
juga terjadi gerhana bulan (Josephus, Antiquities, 17,6, 4). Dan gerhana
bulan ini terjadi pada tahun 4 BC. Karena Herodes meninggal tahun 4 BC, maka
Kristus harus lahir sebelum tahun 4 BC. Dan diperkirakan Yesus lahir beberapa
tahun sebelum kematian raja Herodes. Berdasarkan perhitungan tersebut di atas,
para ahli percaya bahwa kelahiran Yesus adalah sekitar tahun 7 BC – 6 BC.
Setiap
tahun kita merayakan hari Natal, yaitu Hari Kelahiran Yesus Kristus. Namun
mungkin banyak di antara kita yang mempunyai pertanyaan- pertanyaan sehubungan
dengan perayaan Natal, setidak-tidaknya seperti tiga buah pertanyaan berikut
ini. Pertama, tentang asal-usul perayaan Natal. Kedua, apa perlunya merayakan
Natal, mengingat kata Natal tidak disebut dalam Kitab Suci. Ketiga, bolehkah
merayakan Natal sebelum tanggal 25 Desember?[2]
Memang
ada beberapa teori tentang asal mula hari Natal dan Tahun Baru. Menurut Catholic
Encyclopedia, pesta Natal pertama kali disebut dalam “Depositio Martyrum”
dalam Roman Chronograph 354 (edisi Valentini-Zucchetti (Vatican City, 1942)
2:17).[3] Dan karena Depositio Martyrum ditulis
sekitar tahun 336, maka disimpulkan bahwa perayaan Natal dimulai sekitar
pertengahan abad ke-4.
Kita
juga tidak tahu secara persis tanggal kelahiran Kristus, namun para ahli
memperkirakan sekitar 8-6 BC (Sebelum Masehi). St. Yohanes Krisostomus
berargumentasi bahwa Natal memang jatuh pada tanggal 25 Desember, dengan
perhitungan kelahiran Yohanes Pembaptis. Karena Zakaria adalah imam agung dan
hari silih (Atonement) jatuh pada tanggal 24 September, maka Yohanes
Pembaptis lahir tanggal 24 Juni dan Kristus lahir enam bulan setelahnya, yaitu
tanggal 25 Desember.[4]
Banyak
juga orang yang mempercayai bahwa kelahiran Kristus pada tanggal 25 Desember
adalah berdasarkan tanggal winter solstice (25 Desember dalam kalendar
Julian). Pada tanggal tersebut matahari mulai kembali ke utara. Dan pada
tanggal yang sama kaum kafir /pagan berpesta “Dies Natalis Solis Invicti”
(perayaan dewa Matahari). Pada tahun 274, kaisar Aurelian menyatakan bahwa dewa
matahari sebagai pelindung kerajaan Roma, yang pestanya dirayakan setiap
tanggal 25 Desember.[5] Hal ini juga berlaku untuk
tahun baru, yang dikatakan berasal dari kebiasaan suku Babilonia. Semua ini
merupakan spekulasi.
Namun,
anggaplah bahwa data historis tersebut di atas benar, dan pesta Natal diambil
dari kebiasaan kaum kafir, maka pertanyaannya, apakah kita sebagai orang
Kristen boleh merayakannya? Jawabannya YA, dengan beberapa alasan:
a.
Alasan inkulturasi. Kita tidak harus menghapus semua hal di dalam sejarah atau
kebiasaan tertentu di dalam kebudayaan tertentu, sejauh itu tidak bertentangan
dengan ajaran dan doktrin Gereja dan juga membantu manusia untuk lebih dapat
menerima Kekristenan. Esensi dari perayaan Natal adalah kita ingin memperingati
kelahiran Yesus Kristus, yang menunjukkan misteri inkarnasi yaitu Allah
menjelma manjadi manusia. Dan karena Yesus adalah Terang Dunia (Lih. Yoh 8:12;
Yoh 9:5), maka sangat wajar untuk mengganti penyembahan kepada dewa matahari
dengan Allah Putera, yaitu Yesus, Sang Terang Dunia itu. Dan karena Yesus
adalah “awal dan akhir” dan datang “untuk membuat semuanya baru” (Why 21:5-6),
maka tahun kelahiran Kristus diperhitungkan sebagai tahun pertama atau disebut
1 Masehi. Dengan ini, maka orang-orang yang tadinya merayakan dewa matahari, setelah
menjadi Kristen, mereka merayakan Tuhan yang benar, yaitu Yesus Sang Terang
Dunia. Dan orang-orang tersebut akan dengan mudah menerima Kekristenan,
sedangkan Gereja juga tidak mengorbankan nilai-nilai Kekristenan.
Namun di satu sisi, Gereja tidak pernah berkompromi terhadap hari Tuhan, yang kita peringati setiap hari Minggu. Di sini Gereja mengetahui secara persis, bahwa kematian Tuhan Yesus di kayu salib jatuh pada hari Jumat, dan kebangkitan-Nya adalah hari Minggu. Pada masa Gereja awal, ada sekelompok orang yang memaksakan untuk mengadakan hari Tuhan pada hari Sabat (mulai hari Jumat sore sampai Sabtu malam). Namun beberapa Santo di abad awal mempertahankan bahwa hari Tuhan adalah hari Minggu dengan alasan: 1) Yesus bangkit pada hari Minggu, 2) Yesus memperbaharui hukum dalam Perjanjian Baru dengan hukum yang baru. Dengan dasar inilah Gereja tetap teguh mempertahankan hari Minggu sebagai hari Tuhan. Namun dalam hal perayaan Natal, tidak ada yang tahu secara persis hari kelahiran Tuhan Yesus, sehingga perayaannya ditentukan dengan pertimbangan tertentu, sebagaimana disebutkan di atas, tanpa mengorbankan prinsip ajarannya.
Namun di satu sisi, Gereja tidak pernah berkompromi terhadap hari Tuhan, yang kita peringati setiap hari Minggu. Di sini Gereja mengetahui secara persis, bahwa kematian Tuhan Yesus di kayu salib jatuh pada hari Jumat, dan kebangkitan-Nya adalah hari Minggu. Pada masa Gereja awal, ada sekelompok orang yang memaksakan untuk mengadakan hari Tuhan pada hari Sabat (mulai hari Jumat sore sampai Sabtu malam). Namun beberapa Santo di abad awal mempertahankan bahwa hari Tuhan adalah hari Minggu dengan alasan: 1) Yesus bangkit pada hari Minggu, 2) Yesus memperbaharui hukum dalam Perjanjian Baru dengan hukum yang baru. Dengan dasar inilah Gereja tetap teguh mempertahankan hari Minggu sebagai hari Tuhan. Namun dalam hal perayaan Natal, tidak ada yang tahu secara persis hari kelahiran Tuhan Yesus, sehingga perayaannya ditentukan dengan pertimbangan tertentu, sebagaimana disebutkan di atas, tanpa mengorbankan prinsip ajarannya.
b.
Kalau kita amati, manusia dalam relung hatinya mempunyai keinginan untuk
menemukan Penciptanya. Penyembahan kepada dewa matahari merupakan perwujudan
bahwa menusia mengakui bahwa ada sesuatu yang lebih tinggi daripada dirinya,
dan mereka menganggap ‘sesuatu’ itu adalah matahari, yang dipandang dapat
memberikan kehidupan bagi mahluk hidup pada waktu itu. Namun sesuai dengan
prinsip “grace perfects nature atau rahmat menyempurnakan sifat
alamiah”[6]
, maka tidak ada salahnya untuk mengadopsi tanggal yang sama, dengan
menyempurnakan konsep yang salah sehingga menjadi benar, dalam hal ini,
penyembahan terhadap dewa terang/ matahari dialihkan kepada penyembahan kepada
Yesus, Sang Sumber Terang, yang menciptakan matahari dan segala ciptaan
lainnya.
c.
Adalah baik untuk mempunyai tanggal tertentu (dalam hal ini 25 Desember untuk
perayaan Natal), yang setiap tahun diulang tanpa henti sampai pada akhir dunia.
Tanggal ini senantiasa akan mengingatkan kita akan kelahiran Yesus Kristus.
Kalau kita mengadakan angket di seluruh dunia, dengan pertanyaan “Kita
memperingati apakah pada tanggal 25 Desember?”, kita dapat yakin bahwa hampir
semua jawaban akan mengatakan “Hari Natal, atau kelahiran Kristus” dan bukan
merayakan dewa matahari, ataupun perayaan lainnya.
d.
Untuk umat Katolik, melalui masa Adven, Gereja menginginkan agar seluruh umat
Katolik mempersiapkan diri menyambut datangnya Sang Raja. Dari sini kita
melihat bahwa Gereja Katolik justru mendorong kita semua untuk mengambil bagian
dalam persiapan Natal, yaitu dengan pertobatan, agar hati kita siap menyambut
kedatangan-Nya yang kita rayakan pada tanggal 25 Desember.
Namun,
bukankah Natal tidak pernah disebutkan dalam Kitab Suci? Mengapa kita tetap
merayakan Natal? Kita tahu, bahwa tidak semua hal disebutkan di dalam Kitab
Suci (lih. Yoh 21:25), termasuk kata Inkarnasi, Trinitas, Natal. Jangan lupa
juga bahwa Kitab Suci pun tidak pernah menuliskan larangan untuk merayakan
Natal. Satu hal yang pasti adalah kelahiran Yesus disebutkan di dalam Kitab
Suci. Merayakan misteri Inkarnasi, merayakan Tuhan datang ke dunia dalam rupa
manusia, merayakan bukti cinta kasih Allah kepada manusia adalah esensi dari
perayaan Natal. Dengan demikian, perayaan Natal adalah hal yang sangat baik,
karena seluruh umat Allah memperingati belas kasih Allah. Kalau memperingati
ulang tahun anak kita adalah sesuatu yang baik – karena mengingatkan akan kasih
Allah yang memberikan anak di dalam keluarga kita, maka seharusnya memperingati
ulang tahun Sang Penyelamat kita adalah hal yang amat sangat baik, bahkan sudah
seharusnya dilakukan.
Pertanyaan
selanjutnya adalah apakah boleh merayakan Natal sebelum tanggal 25 Desember
atau sesudah lewat masa Natal? Sebenarnya, dari pemahaman makna Adven,
kita, umat Katolik, tidak dianjurkan untuk merayakan Natal sebelum hari
Natal. Sebab justru karena kita menghargai hari Natal sebagai hari yang sangat
istimewa, maka kita perlu mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Persiapan ini
kita lakukan dengan masa pertobatan selama 4 minggu, yaitu mengosongkan diri kita
dari segala dosa yang menghalangi kita menyambut Sang Juru Selamat; agar pada
hari kelahiran-Nya, kita dapat mengalami lahir-Nya Kristus secara baru di dalam
hati kita. Dengan demikian, kalau kita ingin merayakan Natal bersama keluarga,
mari kita rayakan setelah Malam Natal, setelah hari Natal, selama dalam 8 hari
(Oktaf Natal). Gereja Katolik memang merayakan Natal sejak Malam Natal sampai
hari Epifani (Minggu Pertama setelah Oktaf Natal) dan bahkan gereja-gereja memasang
dekorasi Natal sampai perayaan Pembaptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis (hari
Minggu setelah tanggal 6 Januari).
Sejarah
pohon natal dapat ditelusuri sampai di sekitar abad ke-8, saat St. Bonifasius
(675-754), seorang uskup Inggris, menyebarkan iman Katolik di Jerman. Pada saat
dia meninggalkan Jerman dan pergi ke Roma sekitar 15 tahun lamanya, jemaat yang
dia tinggalkan kembali lagi kepada kebiasaan mereka untuk mempersembahkan
kurban berhala di bawah pohon Oak. Namun dengan berani St. Bonifasius
menentang hal ini dan kemudian menebang pohon Oak tersebut. Jemaat kemudian
bertanya bagaimana caranya mereka dapat merayakan Natal. Maka St. Bonifasius
kemudian menunjuk kepada pohon fir atau pine, yang melambangkan
damai dan kekekalan karena senantiasa hijau sepanjang tahun. Juga karena
bentuknya meruncing ke atas, maka itu mengingatkan akan surga. Bentuk pohon
yang berupa segitiga dan menjulang ke atas serta hijau sepanjang tahun, inilah
mengingatkan kita akan misteri Trinitas, Allah yang kekal untuk selama-lamanya,
yang turun ke dunia dalam diri Kristus untuk menyelamatkan manusia.
Maka
walaupun memang tradisi pohon cemara tidak diperoleh dari jaman dan tempat asal
Yesus, penggunaan pohon cemara tidak bertentangan dengan pengajaran Kitab Suci.
Dalam hal ini, yang dipentingkan adalah maknanya: yaitu untuk mengingatkan umat
Kristiani agar mengingat misteri kasih Allah Trinitas yang kekal selamanya,
yang dinyatakan dengan kelahiran Yesus Sang Putera ke dunia demi menebus dosa
manusia.
Begitu
pentingnya peristiwa kelahiran Yesus Sang Putera, sehingga Gereja mempersiapkan
umatnya untuk memperingatinya; dan masa persiapan ini dikenal dengan masa
Adven. Kata “adven” sendiri berasal dari kata “adventus” dari bahasa
Latin, yang artinya “kedatangan”. Masa Adven yang kita kenal saat ini
sebenarnya telah melalui perkembangan yang cukup panjang. Pada tahun 590,
sinode di Macon, Gaul, menetapkan masa pertobatan dan persiapan kedatangan
Kristus. Kita juga menemukan bukti dari homili Minggu ke-2 masa Adven dari St.
Gregorius Agung (Masa kepausan 590-604). Dari Gelasian Sacramentary,
kita dapat melihat adanya 5 minggu masa Adven, yang kemudian diubah menjadi 4
minggu oleh Paus Gregorius VII (1073-1085). Sampai sekarang, masa Adven ini
dimulai dari hari Minggu terdekat dengan tanggal 30 November (hari raya St.
Andreas) selama 4 minggu ke depan sampai kepada hari Natal pada tanggal 25
Desember.
Masa
Adven ini berkaitan dengan permenungan akan kedatangan Kristus. Kristus memang
telah datang ke dunia, Ia akan datang kembali di akhir zaman; namun Ia tidak
pernah meninggalkan Gereja-Nya dan selalu hadir di tengah- tengah umat-Nya.
Maka dikatakan bahwa peringatan Adven merupakan perayaan akan tiga hal:
peringatan akan kedatangan Kristus yang pertama di dunia, kehadiran-Nya di
tengah Gereja, dan penantian akan kedatangan-Nya kembali di akhir zaman. Maka
kata “Adven” harus dimaknai dengan arti yang penuh, yaitu: dulu, sekarang dan
di waktu yang akan datang.
Ini
adalah dasar dari pengertian tiga macam kedatangan Kristus yang dipahami Gereja
Katolik. Pemahaman ini menjiwai persiapan rohani umat; dan hal ini tercermin
dalam perayaan liturgi dalam Gereja Katolik. Sebab di antara kedatangan-Nya
yang pertama di Betlehem dan kedatangan-Nya yang kedua di akhir zaman, Kristus
tetap datang dan hadir di tengah umat-Nya. Hanya saja, masa Adven menjadi
istimewa karena secara khusus Gereja mempersiapkan diri untuk memperingati
peristiwa besar penjelmaan Tuhan, menjelang peringatan hari kelahiran-Nya di
dunia.
Katekismus
Gereja Katolik (KGK, 524) menuliskan:
KGK,
524 Dalam perayaan liturgi Adven,
Gereja menghidupkan lagi penantian akan Mesias; dengan demikian umat beriman
mengambil bagian dalam persiapan yang lama menjelang kedatangan pertama Penebus
dan membaharui di dalamnya kerinduan akan kedatangan-Nya yang kedua (Bdk. Why
22:17.). Dengan merayakan kelahiran dan mati syahid sang perintis, Gereja
menyatukan diri dengan kerinduannya: “Ia harus makin besar dan aku harus makin
kecil” (Yoh 3:30).
Pada
masa Adven, umat Katolik sering melakukan ulah kesalehan yang baik, yang
berakar selama berabad-abad. Ulah kesalehan ini bertujuan untuk membantu
mempersiapkan umat dalam menyambut kedatangan Sang Mesias.[7] Semua ulah kesalehan ini mengingatkan umat
akan Sang Mesias yang sebelumnya telah dinubuatkan melalui perantaraan para
nabi dalam Perjanjian Lama. Ulah kesalehan ini juga mengingatkan umat Allah
akan Kristus yang lahir dari Perawan Maria dengan begitu banyak kesulitan, yang
akhirnya terlahir, namun terlahir di kandang, di tempat yang kurang layak. Mari
sekarang kita membahas persiapan rohani yang terkait dengan masa Adven.
Karena
masa Adven adalah masa penantian yang harus diisi dengan pertobatan, sehingga
kita mempersiapkan diri kita untuk menyambut kedatangan Kristus, maka sudah
seharusnya umat Allah mempersiapkan diri secara spiritual. Persiapan yang
terbaik adalah dengan lebih sering menerima Sakramen Ekaristi dan juga menerima
Sakramen Tobat. Sakramen Ekaristi menyadarkan kita akan kasih Allah yang
memberikan Putera-Nya untuk bersatu dengan kita, yang dimulai dengan peristiwa
Inkarnasi. Sakramen Tobat menyadarkan kita bahwa kita sebenarnya tidak layak
menyambut Kristus karena dosa-dosa kita, namun Kristus datang ke dunia untuk
menyelamatkan kita dari belenggu dosa. Masa Adven adalah waktu yang tepat untuk
terus bertekun dalam doa-doa pribadi dan membaca Kitab Suci. Sungguh baik kalau
kita dapat mengikuti bacaan Kitab Suci mengikuti kalender Gereja, karena bacaan-bacaan
telah disusun sedemikian rupa untuk mempersiapkan kita menyambut Sang Mesias.
Dalam
masa Adven ini, ada sebagian umat yang juga menjalankan Novena Maria dikandung
Tanpa Noda, Novena Natal dan Novena Kanak- kanak Yesus. Karena Gereja
memperingati Maria dikandung Tanpa Noda (Immaculate Conception) pada
tanggal 9 Desember, maka penghormatan kepada Bunda Maria, yang melahirkan
Kristus juga dipandang sebagai devosi yang baik. Jika devosi ini dilaksanakan,
maka sebaiknya menonjolkan teks-teks profetis, mulai dari Kej 3:15 dan berakhir
pada kabar gembira dari malaikat Gabriel kepada Maria, yang penuh rahmat.[8]
Lingkaran
Adven (Adven wreath) adalah satu lingkaran yang biasanya terbuat dari
daun-daun segar, dengan empat lilin. Pada awal mulanya, sebelum kekristenan
berkembang di Jerman, orang- orang telah menggunakan lingkaran daun, yang
atasnya dipasang lilin untuk memberikan pengharapan bahwa musim dingin yang
gelap akan lewat. Di abad pertengahan, umat Kristen mengadaptasi kebiasaan ini
dan memberikan makna yang baru pada lingkaran daun ini menjadi lingkaran Adven,
untuk menantikan kedatangan Mesias, Sang Terang. Dikatakan bahwa penyalaan
lilin yang bertambah minggu demi minggu sampai hari Natal merupakan permenungan
akan tahapan karya keselamatan Allah sebelum kedatangan Kristus, yang adalah
Sang Terang Dunia, yang akan menghapuskan kegelapan. (Ibid, 98))
Di
dalam dokumen Direktorium tentang Kesalehan Umat dan Liturgi, tidak disebutkan
warna lilin yang digunakan, sehingga umat dapat menggunakan lilin warna putih
ataupun ungu. Karena masa Adven juga menjadi masa pertobatan, maka lilin dapat
menggunakan warna ungu, yang menjadi simbol pertobatan. Kemudian di Minggu
ke-3, atau disebut minggu Gaudete atau minggu sukacita, dipasang lilin
berwarna merah muda, yang menyatakan sukacita karena masa penantiaan akan telah
berjalan setengah dan akan berakhir. Ada juga kebiasaan, yang meletakkan lilin
putih di tengah, yang dinyalakan saat masa Adven selesai, yang menyatakan bahwa
Kristus telah datang.
Gereja
Katolik mengharuskan para imam untuk berdoa liturgi harian (Liturgy of the
hour atau Brevier). Walaupun doa ini diperuntukkan untuk para imam,
namun kaum awam juga dianjurkan untuk mendoakannya. Dengan demikian, alangkah
baik, kalau pada tanggal 17-23, juga diadakan ibadah sore bersama-sama di
Gereja. Doa ini begitu indah dan dalam, sehingga seseorang dapat berdoa bersama
dengan Gereja, doa berdasarkan Sabda Tuhan, dan doa bersama dengan para
santa-santo yang dirayakan dalam liturgi Gereja. Dalam masa Adven, tujuh hari
sebelum Natal, yaitu tanggal 17-23 Desember, didoakan antifon sebagai berikut:
O Sapientia (O Kebijaksanaan), O Adonai (O Tuhan), O Radix
Jesse (O Pangkal Isai), O Clavis David (O Kunci Daud), O Oriens
(O Bintang Fajar), O Rex Gentium (O Raja Segala Bangsa), O Emmanuel
(O Imanuel / O Tuhan beserta kita). Kalau kita mengambil inisial dari doa
tersebut mulai dari sebutan yang terakhir, maka akan membentuk kalimat “ERO
CRAS”, yang artinya Besok, Aku akan datang. Jadi, masa penantian dalam masa
Adven senantiasa dibarengi dengan pengharapan akan kedatangan Sang Imanuel.
Antifon
ini menggambarkan kerinduan akan kedatangan Sang Mesias. Dia yang merupakan
Sabda Allah (O, Kebijaksanaan), yang akan mengajarkan manusia jalan Allah
dengan cara Sang Sabda yang adalah Allah menjadi manusia (lih. Yoh 1:1).
Bagaimana pemenuhan dari janji ini? Hal ini dipenuhi secara bertahap, dengan
menggambarkan beberapa karakter. Kalau sebelum-Nya Allah menyatakan
hukum-hukumnya dalam dua loh batu, maka nanti Dia akan menyatakannya lewat
sebuah Pribadi (O Adonai). Pribadi ini akan datang dari keturunan Daud (O Radix
Jesse), yang menggambarkan Inkarnasi, di mana semua raja akan bertekuk lutut.
Dia mempunyai kekuasaan tak terbatas, yang digambarkan sebagai kunci Daud (O
Clavis David), di mana Dia akan mengangkat manusia dari keterpurukan. Dia akan
memberikan terang (O Oriens) kepada bangsa-bangsa. Terang ini menyinari semua
orang, baik bangsa Yahudi maupun non-Yahudi, dan Dia akan menjadi raja segala
bangsa (O Rex Gentium). Dia akan datang kepada umat manusia dan akan menyertai
(O Emmanuel) umat manusia. Itulah harapan dari umat manusia akan kedatangan
Sang Penyelamat. Dan dari rangkaian tujuh O Antifon, maka seolah-olah Yesus
menjawab kerinduan ini, dengan mengatakan ERO CRAS atau ‘Besok, Aku
akan datang’. Mari kita melihat satu persatu dari antifon ini:
O
Kebijaksanaan, yang mengalir dari Sabda yang Maha Tinggi, menggapai dari ujung
ke ujung dengan penuh kuasa, dan dengan gembira memberikan segala sesuatu;
datang dan ajarlah kami jalan kebijaksanaan.
“Roh
TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan
keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN; ya, kesenangannya ialah takut
akan TUHAN. Ia tidak akan menghakimi dengan sekilas pandang saja atau
menjatuhkan keputusan menurut kata orang.” (Yes 11:2-3)
“Dan
inipun datangnya dari TUHAN semesta alam; Ia ajaib dalam keputusan dan agung
dalam kebijaksanaan.” (Yes 28:29)
O
Tuhan dan Penguasa dari bangsa Israel, yang telah menampakkan diri kepada Musa
dari dalam semak terbakar, dan telah memberikan kepadanya hukum di Sinai:
datang dan bebaskanlah kami dengan rengkuhan lengan-Mu.
“Tetapi
ia akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan akan menjatuhkan
keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri dengan kejujuran; ia
akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat, dan dengan
nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik. Ia tidak akan menyimpang dari
kebenaran dan kesetiaan, seperti ikat pinggang tetap terikat pada pinggang.”
(Yes 11:4-5)
“Sebab
TUHAN ialah Hakim kita, TUHAN ialah yang memberi hukum bagi kita; TUHAN
ialah Raja kita, Dia akan menyelamatkan kita.” (Yes 33:22)
O
Pangkal Isai, yang berdiri sebagai tanda bagi orang-orang, yang di hadapan-Nya,
seluruh raja tidak dapat membuka mulut mereka; yang kepada-Nya seluruh bangsa
harus berdoa: datang dan bebaskanlah kami, janganlah menunda lagi.
“Suatu
tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh
dari pangkalnya akan berbuah.” (Yes 11:1)
“Maka
pada waktu itu taruk dari pangkal Isai akan berdiri sebagai panji-panji
bagi bangsa-bangsa; dia akan dicari oleh suku-suku bangsa dan tempat
kediamannya akan menjadi mulia.” (Yes 11:10)
O
Kunci Daud, dan tongkat dari bangsa Israel; Yang mana apabila Ia membuka, tidak
ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka:
datang dan pimpinlah tawanan dari rumah penjara, dan dia yang duduk dalam
kegelapan dan bayang-bayang maut.
“Aku
akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak
ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.” (Yes
22:22)
“Besar
kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta
Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya
dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan
TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini.” (Yes 9:7)
“untuk
membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan
dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari rumah penjara.” (Yes
42:7)
O
Fajar Timur, Cahaya kemegahan abadi, dan matahari keadilan: Datang dan
terangilah mereka yang duduk dalam kegelapan, dan bayang-bayang maut.
“Bangsa
yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka
yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar.” (Yes 9:1)
“Bangkitlah,
menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit
atasmu. Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi
bangsa-bangsa; tetapi terang TUHAN terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi
nyata atasmu.” (Yes 60:1-2)
“Tetapi
kamu yang takut akan nama-Ku, bagimu akan terbit surya kebenaran dengan
kesembuhan pada sayapnya. Kamu akan keluar dan berjingkrak-jingkrak seperti
anak lembu lepas kandang.” (Mal 4:2)
O
Raja Segala Bangsa, dan yang dirindukan, Batu penjuru yang membuat bangsa
Yahudi dan non-Yahudi menjadi satu: datang dan selamatkanlah manusia, yang
telah Engkau ciptakan dari debu tanah.
“Sebab
seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita;
lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang:
Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.” (Yes
9:6)
“Ia
akan menjadi hakim antara bangsa-bangsa dan akan menjadi wasit bagi
banyak suku bangsa; maka mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata
bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi
mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang.”
(Yes 2:4)
“sebab
itu beginilah firman Tuhan ALLAH: “Sesungguhnya, Aku meletakkan sebagai dasar
di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang mahal, suatu
dasar yang teguh: Siapa yang percaya, tidak akan gelisah!” (Yes 28:16)
O
Imanuel, Raja dan Pemberi hukum kami, harapan dari semua bangsa dan keselamatan
mereka: datang dan selamatkanlah kami, O Tuhan Allah kami.
“Sebab
itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda:
Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang
anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.” (Yes 7:14)
Dari
pemaparan di atas, maka sesungguhnya menjadi jelas, bahwa masa Adven adalah
masa persiapan untuk menyambut kedatangan Kristus, yang harus diisi dengan
pertobatan, yaitu membersihkan rumah hati kita, agar Kristus dapat lahir
kembali di hati kita. Kalau kita mempersiapkan diri dengan baik, maka kita akan
mengalami Kristus yang hadir di dalam hati kita, sehingga kita juga akan
mempunyai tujuan yang sama dengan Inkarnasi Kristus, yaitu untuk mengasihi
dengan memberikan diri kepada sesama kita. Dengan kata lain, Natal mengingatkan
kita untuk dapat berbagi kasih dengan sesama. Mari, pada masa Adven ini, kita
mempersiapkan diri kita dengan sebaik-baiknya. Datanglah ya Tuhan, lahirlah
secara baru di dalam hatiku…..!
CATATAN KAKI:
- Josephus, Antiquities, 14,16, 4 [↩]
- Tiga pertanyaan dan jawaban dari pertanyaan ini dimuat di tabloid Catholic Life edisi Desember 2011 [↩]
- New Catholic Encyclopedia, Vol III, The Catholic University of America, (Washington: 1967, reprint 1981), p.656 [↩]
- Ibid. [↩]
- Ibid. [↩]
- lihat St. Thomas Aquinas, ST, I, q.1, a.8. [↩]
- Kongregasi Ibadat dan Tata Tertib Sakramen, Direktorium tentang Kesalehan Umat dan Liturgi, Asas-asas dan pedoman, 97 [↩]
Sumber : http://katolisitas.org/7671/seputar-adven-dan-natal