Meditasi

SINGAPURA - Bapak Raymond Wee, seorang pialang saham yang hidupnya sangat sibuk dan selalu diliputi ketegangan, mencoba untuk membagi waktu antara tuntutan pekerjaan dan tuntutan keluarga.

Tidak mengherankan bila ia merasa bahwa ia membutuhkan suatu ketenangan dalam hidupnya.

Meskipun Bapak Wee sudah bermeditasi dengan cara Santo Ignasius - ia tertarik waktu mendengar bahwa dalam Meditasi Kristiani, tubuh, pikiran dan roh berada dalam keadaan hening, serta perhatian yang penuh akan hadirat Allah, dengan mengucapkan sebuah kata-doa atau mantra yang sederhana.

Ia menghadiri suatu pertemuan yang diselenggarakan oleh Komunitas Mondial Meditasi Kristiani di Singapura dalam tahun 2009.

Menurut situs web WCCM Singapura, komunitas meditasi ini adalah sebuah "komunitas ekumenis kontemplatif yang ada di lebih dari seratus negara." Komunitas ini dibentuk pada tahun 1991. Misi-nya adalah "menyampaikan tradisi doa kontemplatip di dalam Gereja sebagai suatu dimensi penting dan pokok dari seluruh hidup rohani Kristiani" sambil mengolah "perkembangan komunitas secara perlahan-lahan melalui pertumbuhan kelompok-kelompok kecil yang berkumpul dalam paroki, rumah salah seorang umat, rumah sakit, penjara, sekolah, dan tempat kerja".

Komunitas Singapura didirikan oleh Bapak Peter Ng, Koordinator Nasional WCCM Singapura sekarang, yang juga menjabat anggota Dewan Pembina dari WCCM.

Bapak Ng, adalah kepala Badan Investasi Keuangan Pemerintah (Singapura), memimpin pertemuan-pertemuan meditasi.

Perjalanan meditasi Bapak Ng sendiri dimulai ketika ia dan istrinya, almarhum Ibu Patricia, mencari suatu kehidupan rohani yang bermakna, meskipun kenyamanan duniawi sudah dapat mereka nikmati. Mereka mengunjungi Pusat Meditasi di London, yang didirikan oleh seorang rahib dan imam Benediktin, Pater John Main, OSB. Pengalaman meditasi Bapak Ng bersama sekelompok orang di pusat ini, menggugah perhatiannya.

Ketika Bapak Ng membagikan pengalamannya kepada situs web WCCM Singapura, ia mengingat kembali saat yang menentukan, yaitu ketika Pater Laurence Freeman, OSB, yang menggantikan Pater John, mengunjungi Singapura dalam bulan Februari 1988, dan memberikan seminar tentang meditasi yang diikuti oleh 400 orang di Gereja Keluarga Kudus, dan ketika Pater Laurence mendorong Bapak Ng untuk memulai dan membimbing kelompok meditasi sekali seminggu.

Meskipun Bapak Ng penuh semangat, ia sadar bahwa ia akan menghadapi tantangan untuk menemukan waktu bermeditasi dua kali sehari, setiap hari, selama 20 menit.
Akhirnya, dengan sedikit merubah skala prioritas kegiatan dan kebiasaannya, Bapak Ng mampu bermeditasi pagi dan petang. Usahanya berhasil, karena sekarang sudah ada 32 kelompok meditasi di 22 paroki, termasuk satu kelompok di Rumah Sakit Gleneagles, bersama orang-orang seperti Bapak Wee yang tampil kemuka untuk belajar meditasi Kristiani.

Bapak Wee yang menghadiri pertemuan-pertemuan yang dipimpin oleh Bapak Ng menggambarkan Bapak Ng sebagai orang yang serius mengembangkan meditasi dengan memimpin kelompok, dan mengedit video-video dari Pater John.

Tetapi yang mengesankan Bapak Wee adalah ketika Bapak Ng membagikan pengalamannya dengan jujur tentang kesukaran-kesukarannya sendiri dalam bermeditasi.

Bapak Ng juga menceritakan bahwa pengalamannya dengan meditasi telah membantu dirinya dan istrinya untuk melalui perjuangan menghadapi kanker lambung istrinya hingga kematiannya 19 bulan setelah didiagnosis.

Mengalami perubahan positif dalam kehidupan


Kepada buletin Catholic News, Bapak Ng menegaskan bahwa meditasi telah membantunya menghadapi penyakit almarhum istrinya.

"Meditasi memampukan saya untuk mengurus istri saya dengan penuh kasih dan perhatian. Ketika ia meninggal, meditasi membantu saya untuk menghadapi rasa kehilangan tersebut" kata Bapak Ng.

Dalam suatu wawancara dengan The Straits Times dalam bulan September, Bapak Ng mengatakan bahwa meskipun ia merindukan istrinya, ia tidak lagi terkurung dalam kesedihan, dan ia menamakan meditasi "seni untuk menghadapi kehidupan dan kematian" dimana meditasi adalah kematian pertama...dari ego... suatu yang dikontrol demgam sukarela" dimana "menjadi lepas bebas adalah suatu persiapan mutlak untuk kematian, suatu kehilangan kontrol diluar kemauan".

Sesungguhnya, bekas Perdana Menteri Singapura Lee Kwan Yew, memperoleh bimbingan dari Bapak Ng dalam bermeditasi, ia berkata kepada New York Times, bahwa ia melihat suatu video dari minggu-minggu terakhir Ibu Ng, dimana ia terlihat " sama sekali tenang, sama sekali santai "

"Meditasi merubah diri kita sampai ke tingkat yang sangat dalam. Tetapi perubahan ini adalah suatu proses yang terjadi secara perlahan pelan dan sedikit demi sedikit. Orang lain mungkin lebih melihat perubahan itu daripada Anda sendiri", kata Bapak Ng kepada Catholic News.

Perubahan ini akan menghantar orang untuk memperoleh buah-buah Roh - kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri.

Bapak Ng juga membangun hubungan yang lebih baik dengan anak-anaknya yang sudah dewasa, dengan kurang mementingkan diri sendiri.

Orang-orang lain seperti Bapak Wee juga mengalami perubahan yang nyata dalam hidupnya sehari-hari terutama di tempat kerjanya.

"Pekerjaan sebagai seorang pialang saham selalu penuh ketegangan dan banyak hal dapat terjadi yang tidak dapat saya kuasai. Saya merasakan bahwa meditasi telah membantu saya untuk tetap tenang ditengah-tengah hiruk pikuknya suasana di pasar modal yang mudah berubah dan di saat-saat genting yang tidak terduga dalam pekerjaan." kata Bapak Wee.

Ia mengingat kembali suatu peristiwa, ketika pada suatu pagi hari ia tiba di kantor dan menyadari bahwa ia telah memasukkan saham pribadinya dalam jumlah yang salah sehari sebelumnya dan karena itu, ia menderita kerugian dalam jumlah yang besar.

"Biasanya, saya akan sangat gelisah dan marah pada diri saya sendiri. Tetapi pagi itu, bagaimanapun juga, saya merasakan suatu kedamaian dan penerimaan diri serta berhasil untuk membiarkan peristiwa itu berlalu," katanya.

Bapak Wee juga kurang merasa kesal lagi pada klien-klien yang hadir tidak tepat waktu sesuai perjanjian.

Bapak Patrick Prakash yang mulai bermeditasi kira-kira 10 tahun yang lalu untuk alasan kesehatan - untuk menurunkan tekanan darahnya, kolesterol dan migren, telah memperoleh kesehatan dan pikiran yang jernih.

"Meditasi adalah suatu proses. Meditasi perlu waktu dan saya telah melepaskan pengharapan-pengharapan saya yang terbatas, karena segala kemungkinan dapat terjadi," katanya.

Bapak Prakash menerangkan bahwa meditasi menghantarnya kepada kesadaran, yang memberinya kejernihan, makna dan tujuan dalam apa yang ia lakukan dalam hidupnya. Kesadaran yang sehat ini, kata Bapak Prakash, membimbing dia dan menjadi bagian dari perjalanan rohani kehidupan.

Bapak Prakash sekarang ini membimbing sekelompok umat paroki di Gereja Kerahiman Ilahi dalam pertemuan-pertemuan mingguan mereka. WCCM Singapura baru-baru ini mengadakan lokakarya di paroki pada awal bulan September.

Bapak Prakash juga bersedia membantu setiap kelompok gereja yang ingin memulai meditasi.

Mengalami hadirat Allah dalam meditasi


"Meditasi adalah disiplin rohani yang umum, dan dipraktekkan oleh orang-orang dari berbagai agama. Cara bermeditasi, misalkan memakai suatu kata-doa atau mantra, tidak khusus milik suatu agama. Buah-buah dari meditasi juga serupa," kata Bapak Ng.

Satu-satunya perbedaan antara meditasi Kristiani dan meditasi dari kepercayaan-kepercayaan lain, kata Bapak Ng, terletak iman kita kepada Yesus Kristus, dan karena itu, meditasi kita terpusat pada Kristus yang Roh-Nya tinggal dalam diri seseorang.

Meditasi adalah juga cara yang baik, meskipun bukan satu-satunya cara, untuk menjalin hubungan dengan Allah, untuk membiarkan Allah menjadi pusat kehidupan seseorang, kata Bapak Ng. Tujuan hidup seorang Kristiani adalah untuk mencapai persatuan dengan Allah melalui Yesus, dan melalui doa, hubungan itu dapat dicapai.

Bapak Ng mengatakan: "Meditasi adalah suatu cara berdoa. Disiplin dalam meditasi memperdalam komitmen kita sampai pada relasi yang mendasar ini."

Karena itu, perlu untuk membuang segala pikiran, gagasan, rencana, kekuatiran dan imajinasi dalam meditasi, untuk melatih seseorang mengarahkan perhatiannya kepada Roh yang tinggal dalam dirinya dengan mencapai keharmonisan antara tubuh dan pikiran di dalam keheningan.

Ditambahkannya: "Dengan cara ini, kita mengalami Allah sebagai dasar dari keberadaan kita. Kita menemukan bahwa kita adalah bait Roh Kudus. Dalam keheningan meditasi, kita mengalami bahwa kita dicintai tanpa syarat."

Meskipun meditasi itu sederhana, kita tetap dituntut untuk melatih tubuh dan pikiran untuk diam di dalam keheningan, kata Bapak Ng. Beberapa orang juga merasa sulit untuk bermeditasi pagi dan petang.

Nasehat Bapak Ng adalah "untuk memulai dan bertekun, bermeditasi dengan kerendahan hati dan kesetiaan, dan jangan memikirkan hasil yang akan diperoleh."

Bapak Prakash ingat bahwa hari-hari pertama bermeditasi adalah yang paling sukar.

Dengan mengikuti suatu lokakarya yang diadakan oleh WCCM Singapura, Bapak Prakash merasa terbantu untuk memasuki meditasi dengan mudah.

"Mengucapkan dan mengulangi kata 'Maranatha' telah membantu saya untuk berkonsentrasi dengan tenang dan damai selama latihan meditasi saya dalam tahun-tahun ini," katanya.

Ia menambahkan bahwa ketekunan dan rahmat Allah, maka meditasi telah menjadi bagian dari doanya sehari-hari.

Dalam hal Bapak Wee, ia mengorbankan sedikit dari waktu tidurnya dengan bangun lebih pagi untuk bermeditasi. Ia mengaku bahwa kadang-kadang ia tertidur tetapi semuanya ini karena pernafasan dan sikap duduk yang salah.

Ia menambahkan: "Saya mencoba untuk mengambil sikap duduk yang lebih baik dan bermeditasi waktu saya merasa segar daripada pada waktu sebelum istirahat pada malam hari. Saya menerima pelanturan-pelanturan sebagai bagian dari peziarahan dalam meditasi dan dengan sederhana saya mencoba untuk memusatkan perhatian kembali kepada mantra atau kata-doa"

Kesimpulannya, kata Bapak Ng kepada Catholic News: "Meditasi adalah cara yang terindah yang Anda dapat lakukan untuk diri Anda sendiri, dan juga untuk orang lain.'

The Catholic News - November 07, 2010, Vol 60, No 22
(Diterjemahkan oleh ibu Maudy Sidharta)

print this page Print halaman ini

SHARE THIS
Previous Post
First