Pelatihan Pemberdayaan Umat (PPU)

Pelatihan Pemberdayaan Umat (PPU)


KERANGKA ACUAN (TERM OF REFERENCE)
PELATIHAN TAHAP I
DALAM RANGKA PELATIHAN PEMBERDAYAAN UMAT (PPU):
PENDAMPING OMK DAN
PENGGERAK KELOMPOK KATEGORIAL
KEUSKUPAN PURWOKERTO

LATAR BELAKANG
Gereja atau paguyuban orang beriman Katolik Keuskupan Purwokerto hidup di tengah konteks aktual negara dan bangsa Indonesia, khususnya di wilayah Jawa Tengah bagian barat. Sebagai bagian dari warga begara dan masyarakat, umat beriman Katolik turut terlibat dalam dinamika kehidupan bersama di tengah masyarakat. Apa yang menjadi persoalan, kebutuhan, harapan dan tantangan yang dialami masyarakat dalam berbagai dimensinya juga dialami dan dihadapi oleh umat Katolik. Di sinilah panggilan dasar sebagai umat Katolik mendapatkan tempat bagi aktualisasinya. Umat Katolik dipanggil untuk menghayati dan mewujudkan imannya dalam keterlibatan nyata di tengah pergumulan masyarakat zaman ini.
Keterlibatan umat Katolik dalam menghadapi kompleksitas persoalan dan tantangan dalam bidang ekonomi, politik, sosio-budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini (khususnya di wilayah Keuskupan Purwokerto) semakin dibutuhkan. Namun ada indikasi bahwa keterlibatan umat Katolik saat ini melemah. Hal ini nampak dari minimnya kader-kader Katolik yang unggul dan berpengaruh dalam bidang-bidang tersebut di atas. Kader-kader Katolik memang sudah ada tetapi persoalan utamanya terletak pada lemahnya proses pemberdayaan yang berkualitas dan berkelanjutan terhadap kader-kader tersebut. Pemberdayaan yang dimaksud adalah proses dan gerakan supaya para kader menjadi berdaya, memiliki otoritas, menjadi subyek dalam kehidupan menggereja dan memasyarakat, dan kehidupannya menjadi lebih baik sesuai dengan peran dan perutusannya.
Persoalan pemberdayaan dalam diri para kader itu menunjuk pada dua sasaran: pertama, pendampingan orang muda katolik (OMK) sebagai subyek bina yang akan dipersiapkan untuk menjadi pemimpin-pemimpin atau rasul kemasyarakatan; kedua, penggerak kelompok kategorial Gerejani selain OMK dan organisisasi kemasyarakatan yang beridentitas Katolik. Berkaitan dengan sasaran pertama, pendampingan OMK tidak bisa dipungkiri merupakan suatu hal yang penting dalam karya pastoral pengembangan Gereja Keuskupan Purwokerto. Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai masalah atau keprihatinan yang berakar pada “lemahnya pendampingan Orang Muda Katolik”.  Senada dengan itu, penyiapan kader-kader atau “rasul kemasyarakatan” melalui kelompok kategorial gerejani non-OMK dan ormas beridentitas Katolik juga kurang memadai. Hal ini juga disebutkan dalam Muspas 2012: “lemahnya/kurangnya kader Gereja.” (bdk. Arah Haluan Keuskupan Purwokerto 2012-2016, hlm 40).
Strategi yang perlu dipilih untuk mengatasi masalah lemahnya (baik kuantitas maupun kualitas) pendampingan OMK dan pemberdayaan “rasul kemasyarakatan” adalah dengan mempersiapkan tenaga pendamping dan penggerak yang profesional serta sarana-prasarana pendampingan yang memadai di setiap paroki se-Keuskupan Purwokerto (Gereja Keuskupan Purwokerto Menegaskan Arah; 32). Disadari bahwa peran para pendamping dan penggerak yang memiliki komitmen dan kompetensi dalam misi pendampingan OMK serta kaderisasi rasul kemasyarakatan sangatlah penting. Apalagi dihadapkan pada tantangan dinamika OMK dan masyarakat aktual, pendampingan yang men-zaman (up to date) sangatlah dibutuhkan. Selain itu, Musyawarah Pastoral Keuskupan Purwokerto (MUSPAS KP) 2006 dengan jelas menemukan bahwa tenaga pastoral yang handal (baik hirarki, rohaniwan/wati dan awam) dalam karya pastoral kaum muda dan kaderisasi rasul awam belum memadai (baik dari segi kuantitas maupun kualitas). Muspas 2012 kembali menekankan hal ini: “perlu adanya paguyuban yang mempunyai pola regenerasi dan kaderisasi” (Arah Haluan Keuskupan Purwokerto 2012-2016, hlm 87). Pertanyaannya: bagaimana meningkatkan komitmen dan kapasitas para pendamping OMK dan penggerak kelompok kategorial/ormas beridentitas Katolik agar dapat memberikan pelayanan kepada OMK serta menyiapkan rasul kemasyarakatan secara memadai dan up to date?
Dilatarbelakangi oleh masalah dan tantangan yang terumuskan dalam butir-butir pertanyaan itulah, Pelatihan Pendamping OMK dan penggerak Kelompok Kategorial Keuskupan Purwokerto dipilih sebagai strategi agar pemberdayaan yang manusiawi dan kristiani dapat tercapai dan muncul rasul-rasul kemasyarakatan dari kalangan Katolik.
Untuk itu dibentuklah tim pemberdayaan lintas komisi Keuskupan Purwokerto sebagai wadah yang bertugas mengkordinir jalannya pemberdayaan para kader dengan mengadakan pelatihan berjenjang. Tim ini telah terbentuk pada Oktober 2009 dibawah kordiniasi Vikjend Keuskupan Purwokerto. Sebagai langkah awal, tim telah menyelenggarakan analisa TOWS dan Kebutuhan Pendamping OMK dan Penggerak Kelompok Kategorial/Ormas beridentitas Katolik pada bulan November 2009. Tim juga telah menyusun Kurikulum dan Modul Pendampingan OMK dan Penggerak Kelompok Kategorial/Ormas beridentitas Katolik di Keuskupan Purwokerto.
Kemudian, langkah yang sangat penting yakni pelatihan pendamping OMK/Kelompok Kategorial/Ormas beridentitas Katolik. Pelatihan ini dibuat berjenjang yakni: tingkat dasar dilakukan setahun dua kali. Setelah dua kali melakukan pelatihan tingkat dasar, para pesertanya diikutsertakan dalam pelatihan pendamping tingkat menengah. Kemudian, pelatihan tingkat lanjut (advance) yang dilakukan setelah tiap dua kali pelatihan tingkat menengah. Pelatihan pada jenjang yang lebih tinggi dilakukan setelah dua kali penyelenggaraan pelatihan pada jenjang sebelumnya karena mengantisipasi berkurangnya para pendamping yang masih terlibat aktif dan dapat mengikuti pelatihan pada jenjang yang lebih tinggi tersebut, dan untuk memulai pengguliran proses dan gerakan pemberdayaan tersebut, diadakanlah pelatihan tahap I.

TUJUAN PELATIHAN TAHAP I
a.      Tujuan Umum:
Tujuan umum pelatihan dalam rangka pemberdayaan tahap I ini adalah komitmen dan kesadaran akan peran penting para aktifis Gereja Katolik, yakni pendamping OMK dan penggerak Kelompok Kategorial/Ormas beridentitas Katolik dalam karya pendampingan kaum muda serta penyiapan rasul kemasyarakatan di wilayah Keuskupan Purwokerto.
b.      Tujuan Khusus:
Tujuan Khusus pelatihan dalam rangka pemberdayaan tahap I ini adalah:
1.       Peningkatan kapasitas (kognitif, afektif dan konatif) Pendamping OMK dan Penggerak Kelompok Kategorial/Ormas beridentitas Katolik dalam melakukan karya pendampingan secara optimal, berkelanjutan dan mampu menjawab tantangan zaman.
2.       Perekrutan dan pelatihan para calon pendamping OMK dan penggerak kelompok kategorial/Ormas beridentitas Katolik yang memiliki komitmen dan kapasitas memadai.

SASARAN
Aktifis Gereja Katolik di Keuskupan Purwokerto sebanyak 60 orang berumur 21-40 tahun (panitia pelaksana akan mengirim kriteria secara lengkap beserta assesment untuk peserta).

WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN
Hari                 : Jumat-Minggu, 31 Agustus-2 September 2012
Tempat           : Rumah Retret Kaliori

MATERI
1.       Spiritualitas Pribadi
2.       Katolisitas yang menggarami masyarakat.
3.       Spritualitas Kepemimpinan Yesus: prinsip dasar kepemimpinan, spiritualitas, ketrampilan dasar seorang pemimpin.

METODE
1.       Experential learning (belajar dari dan melalui pengalaman): refleksi pribadi, refleksi kelompok, sharing
2.       Ceramah, game.
3.       Outbound.
4.       Rencana Tindak Lanjut: tugas dan komitmen pribadi, tim kerja, jaringan, program, pendanaan, monitoring, dan evaluasi.

Demikianlah kerangka acuan Pelatihan Tahap I Dalam Rangka Pemberdayaan Pendamping OMK dan Penggerak Kelompok Kategorial Keuskupan Purwokerto, semoga menjadi sarana yang baik untuk bahan acuan pelatihan yang direncanakan dan tercapailah tujuan kegiatan ini.


Purwokerto, 4 Agustus 2012


Robertus Suraji, Pr
Koordinator Tim Pemberdayaan



Tarcisius Puryatno, Pr
                                                                          Vikjend
Bagaimana Cara Kirim ARTIKEL ?

Bagaimana Cara Kirim ARTIKEL ?

Bagi para pengunjung Blog ini yang ingin mengisi Artikel kegiatan baik kegiatan Lingkungan, Stasi maupun kegiatan kategorial. Bagaimana caranya ?

Silakan kirim Artikel ataupun Foto-foto yang akan di muat di Blog ini, dan kami Admin akan segera memposting Artikel ataupun Foto yang Saudara sekalian kirim.
Artikel/Foto dapat di Kirim via Email : dwi_antonius@yahoo.com

Admin Blog berhak untuk TIDAK MEMUAT Artikel yang telah di kirim JIKA :
1. Artikel tersebut mengandung SARA
2. Artikel Tersebut mengandung Pornoaksi
3. Artikel tersebut menyinggung orang, kelompok ataupun hal-hal yang merusak perkembangan iman Katolik.

Terima Kasih. Berkah Dalem.

Best Regard

AdminBlog

Kursus Persiapan Perkawinan

Kursus Persiapan Perkawinan

Kursus Perkawinan adalah persiapan awal untuk membina hubungan keluarga, dimana para calon mempelai mendapat mendidikan dan sharing dari para Pasutri dalam membina kehidupan rumah tangga. Tanggal 24-26 Agustus 2012 di Paroki Santo Stephanus mengadakan Kursus Persiapan Perkawinan (KPP). Dalam kesempatan ini di ikuti oleh 8 pasang calon pengantin. KPP ini dilaksanakan di rumah Pasutri Pomo - Tres di Jalan Tangkuban Prau No. 5 Cilacap. Kegiatan selama 3 hari ini cukup memberi bekal bagi para calon Pasutri.









Pengurus Lingkungan st. Maria

Pengurus Lingkungan st. Maria

Ketua I           : Fransiska Nining Widyasari
Ketua II          : Y. Tri Sudono
Sekretaris     : Maria Fransisca Evi Diniarti
Bendahara    : R. Suhartono

Seksi - Seksi

Seksi Bidang Sosial                           : Theresia Dewi Kristiana
Seksi Bidang Sosial                           : Esther Tri Indah Djuliani
Seksi Bidang Sosial                           : Carolina Olga Yuliantini
Seksi Bidang Sosial                           : Yovita Sri Agustini
Seksi Bidang Lazarus                        : Veronika Tjutiwati
Seksi Bidang Lazarus                        : Irmina Tuti Suwarningsih
Seksi Bidang Lazarus                        : Theresia Suwarti
Seksi Bidang Kepemudaan              : Leaden Kabul Prasongko
Seksi Bidang Peranan Wanita         : Vincentia Restu Diati
Seksi Bidang Peranan Wanita         : Veronika Sugiarti
Seksi Katekese & Liturgi                  : Theresia Sukrismiati
Seksi Katekese & Liturgi                  : Chatarina Sumiati

Wilayah Selatan                               : Petrus Eko Purwanto
Wilayah Utara                                  : Hariyadi
Wilayah Komplek Pertamina         : Domisianus Agung Setiawan
Wilayah Jojok Sekitarnya               : Widi Susilo
Misa Lingkungan St. Maria & Baptisan

Misa Lingkungan St. Maria & Baptisan

Bersyukur kepada Tuhan yang Maha Kasih, pada hari Selasa, 14 Agustus 2012 Lingkungan Santa Maria merayakan Pesta Pelindung Maria Diangkat ke Surga. Pada pesta Pelindung tersebut Lingkungan Santa Maria mengadakan Misa Lingkungan yang dipimpin oleh Romo Nicolaus Ola, OMI.
Misa Lingkungan dilaksanakan di Rumah Keluarga Ag. Bambang A. Murdoko, Jl. Beo Timur no. 68 Cilacap Misa Lingkungan dilaksanakan pada jam 17.30 karena memberikan kesempatan kepada Warga Jojok untuk ikut serta dalam perayaan Misa Lingkungan, dan berbahagia sekali Saudara kita Warga Jojok hadir 12 orang. Dengan mulai Misa lebih awal supaya Saudara dari Jojok pulang tidak terlalu malam setelah Misa selesai.
Pada Misa Lingkungan tersebut berbahagia sekali ada tiga warga baru yang dibaptis bertepatan dengan Misa Lingkungan tersebut. Bertambah lagi warga Katolik di Lingkungan Santa Maria.

Upacara Pembaptisan

Warga Baru

Rm. Nikolaus Ola, OMI Memimpin Misa

Bagaimana mengelola pastoral kaum muda paroki di era digital?

Bagaimana mengelola pastoral kaum muda paroki di era digital?

Fakta:

SMS tgl 3 Oktober 2010 pk 18.07 WIB:
“Mo, binun deh, knapa temen OMK, ga mw misa. Doi aktivis komunitas doa kita. Katanya misa bikin boring mending bikin doa sendiri, kadang jajan ke grj bethel n pantekosta” .
Dalam hati aku bergumam: “Ini wilayah katekese Liturgi , spiritualitas dan komunitas”.
Yahoo Mesenger, chatting  tgl 20 Juli 2010 pk 20.44 WIB:
“Mo, tolong. aku sakit hati banget. Rasanya habis manis sepah dibuang. Kecewa… kok ada cowok Katolik seperti itu. Pedih… pedih… mau nangis… ”
Dalam hati aku bergumam: “Ini wilayah Pengakuan dan Kamar Tamu (Konseling-Poimenik), tapi toh bertalian dengan aneka kerumitan  lainnya”.
Yahoo Mesenger, chatting tgl 14 September 2010 pk 18.05 WIB:
Seorang Ketua Lingkungan di Semarang: “Mo, paya de… ada BKS di rumah, anakku malah nglayap.. piye, jal?. Yang hadir cuma 5 orang tuwir-tuwir”.
Dalam hati aku bergumam: “Ini wilayah Sistemik fokus Pastoral yg tak kunjung jelas”
Mail Message melalui Facebook, 26 Agustus 2010 pk 19.15 WIB:
“Mo, kalo ada info kerjaan, please aku diprioritaskan yaaach… Mummmeett…”
Dalam hati bergumam: “Soal ini, Presiden dan Mentri Tenaga Kerja pun bingung?”
Komentar seorang pastor tahun 2001, pada rekoleksi Tahun Kaum Muda KAS:
“Sudah habis waktuku buat misa lingkungan, berkat jenazah, kunjungan keluarga… Tak sempat lagi ngurus kaum muda… Malah mereka bikin ribet saja… memboroskan dana…”
Dalam hati bergumam: “Ini soal paradigma terhadap orang muda dan paradigma tugas pastoral”.
Kalimat dari mulut aktivis ormas muda, tahun 2005, pernas OMKI Cibubur:
“OMK, Mudika.. apa bedanya tuh… bikin bingung.. Apa maunya Gereja? Tetap saja kaum muda Katolik  jago kandang… tak mau ke luar gaul di sesama muda-mudi agama lain dan masyarakat…”
Dalam hati berumam: “Ini soal Apostolicam Actuositatem, Nostra Aetate, dan Evangelii Nuntiandi”
Dan masih banyak lagi….
Ada yang bilang: Pastoral OMK, dari dulu sampai kekal, selalu mulai dari nol menuju tak jelas. Tetapi bagi saya, pasti itu karena pihak- pihak yang mestinya menangani tidak mau terjun. Jika kita mau terjun langsung bersama OMK, tetap ada benih-benih unggul dan secercah harapan.
Bagaimanapun, pastoral OMK, (lajang usia 13 – 35 tahun, PKPKM – KomKep KWI 1995), tetap rumit, melibatkan semua dimensi kehidupan, namun bagaimanapun tetap vital karena masa depan kita di tangan mereka. Dari mana kita mulai memikirkannya?

How to Intiate? Dari Visi Gereja !

Gereja Katolik sekarang hidup dengan semangat Konsili Vatikan II (1962-1965). Sebagai muktamar para uskup yang terbesar sepanjang sejarah Gereja, konsili ini kental berwarna pastoral. Konsili Vatikan II memberi visi baru tentang karya pastoral Gereja. Para bapa konsili di bawah kepemimpinan paus membaharui pertama-tama visi mengenai Gereja, yakni Umat Allah. (lihat Lumen Gentium bab II). Gereja adalah kesatuan seluruh umat beriman kepada Kristus.  Salah satu  konsekuensi pastoralnya ialah  bahwa  Gereja mesti terbuka pada seluruh umat, siapa mereka, apa  profesi serta dari mana di mana pun posisi mereka.
Faham bahwa karya pastoral Gereja paroki adalah karya sakramental teritorial saja kini dinilai  tidak cukup lagi. Gereja di jaman ini dipanggil juga untuk menjadi Gereja kategorial, demi pelayanan yang makin menjangkau semakin banyak orang, khususnya orang muda.. Kekuatan Gereja tidak tergantung pada kemampuan dan kemauan pastor parokinya belaka. Selain tidak sesuai dengan zaman, juga  tidak sesuai dengan cita-cita Konsili Vatikan II, sebab yang bisa dijala hanya oleh inisiatif pastor paroki terbatas. Umat dan orang muda punya pengalaman hidup dan iman mereka sesuai dengan panggilan profesinya masing-masing.

Visi Tentang Pastor Paroki

Fakta sejak abad-abad lalu, pastor paroki adalah seorang pelayan sakramen di batas wilayah teritorial tertentu. Hal ini berlangsung terus, praktis  sampai zaman pasca Konsili Vatikan II ini. Namun, seorang pastor paroki di zaman ini mesti menempatkan dirinya dalam visi Gereja mondial serta menyadari panggilannya berkait dengan visi karya pastoral Gereja Konsili Vatika II. Maka menjadi seorang pastor paroki diharapkan tidak hanya menjadi seorang pelayan sakramen, apalagi hanya ’tukang’ Ekaristi saja walaupun itu memang tugas pokok pertama kali. Hal ini karena pastor bukan hanya seorang pemimpin, namun juga mesti seorang manager. Tapi hendaknya ia bukan menjadi comercial manager melainkan pastoral manager. Ia sebaiknya juga menguasai manajemen yang utuh sehingga mampu mengelola permasalahan pastoral dengan tepat sasaran dan menjala sebanyak mungkin orang untuk keselamatan. Manager macam ini adalah pemimpin yang melayani, seperti yang telah dicontohkan sendiri oleh Tuhan Yesus dan para rasul.

Visi Tentang Gereja Paroki

Pelayanan pastoral teritorial sebenarnya berasal dari tradisi pastor seumur hidup di tanah Eropa abad pertengahan. Praktek itu didukung oleh zaman agraris yang menuntut teritorial sebagai basis hidup seseorang. Dulu mata pencaharian seseorang bersumber pada tanah. Rejeki hidupnya ada di tanah, makin luas tanah, makin menjamin kehidupan. Kini jaman sudah berubah. Mata pencaharian orang tidak lagi berbasis pada tanah, melainkan pada apa pun yang memberi rejeki hidup. Masyarakatnya bukan agraris lagi, melainkan modernis dengan  era digital dan mobilitas pergerakan yang tinggi.
Paroki mesti sedikit atau banyak mengubah mindset, dari pelayanan sakramental teritorial belaka, ke arah pelayanan pastoral personal/kategorial/profesional. Ini berarti, menambahkan pelayanan pastoral teritorial plus. Orientasi karya pastoral paroki hendaknya direncanakan berdasarkan pada ajaran ”dogma plus”, yaitu dogma Gereja plus kenyataan hidup  umat. Kalau tujuannya adalah keselamatan jiwa-jiwa, maka yang mesti menjadi pertimbangan utama adalah jiwa-jiwa umat. Sama sekali bukan melulu berdasarkan kebiasaan yang yang ada, yang seringkali terikat pada zamannya. Paroki di pusat kota berbeda dengan yang berada di pinggiran. Paroki di desa berbeda dengan paroki di pinggir pantai dll. Paroki tua, dengan umat yang sudah sepuh-sepuh juga berbeda dengan paroki di kompleks perumahaan baru. Karenanya tidak mungkin dan tidak perlu dibuat peraturan yang sama, atau seragam yang berlaku pada semua paroki di seluruh wilayah keuskupan.
Menangani karya pastoral paroki senantiasa memerlukan ketrampilan managerial. Dewan Paroki dengan ketua Pastor Paroki mesti menemukan potensi yang ada dan mengembangkan aneka potensi umat semaksimal mungkin. Menemukan kebutuhan yang real dan kebutuhan ideal sebagai umat Allah. Memperhitungkan kekuatan dan kelemahan yang ada. Setelah semuanya itu, merencanakan sesuatu berdasarkan perhitungan tersebut. Meskipun demikian, harus diakui bahwa dari jaman dulu sampai kini selalu ada yang tetap misalnya administrasi paroki dan kedudukan paroki itu sendiri.  Di situlah tempat untuk Allah berkarya melalui Roh Kudus yang hadir di dalam Gereja umat Allah.

Tanggungjawab Gereja pada Orang muda

Siapa Orang Muda Katolik?

Pedoman Pastoral Kaum Muda menyebut Katolik lajang usia 13-35 tahun. Jika demikian, sebagian besar umat Katolik adalah orang-orang muda. Mereka adalah orang-orang yang karena usianya belum punya tempat untuk kiprah di dalam Gereja. Pada umumnya hal ini dianggap sebagai sesuatu yang biasa, lumrah saja, tanpa perlu diambil tindakan apa pun. Di lain pihak meskipun,  orang-orang tua yang jumlahnya lebih sedikit, namun merekalah yang sering memegang wewenang di dalam Gereja kita. Akibatnya orang muda sering hanya menjadi obyek pelayanan Gereja dan bukan subyek pelayanan. Memang harus diakui bahwa di samping segala kelebihan yang belum tergali pada diri orang muda, ada segudang permasalahan yang  menghadang yakni aneka masalah psikologis seputar identitas diri maupun masalah sosio-antropologis sebagai anggota masyarakat moderen dewasa ini. Demikian sehingga umumnya orang muda belum atau malah tidak sanggup menentukan dirinya sendiri.
Ketidaksanggupan ini bukan karena mereka bodoh  melainkan karena mereka tidak berdaya (powerless) di tengah kaum senior di sekelilingnya. Mereka tidak bersalah, namun sering dipersalahkan. Mereka adalah korban sistem masyarakat dunia dewasa ini, namun sering dituding sebagai pengganggu. Akibatnya mereka ini bingung bahkan tidak jarang menjadi linglung. Bingung dengan dirinya sendiri. Bingung dengan orang-orang tua mapan yang juga bingung di tengah kemajuan zaman ini. Tiada teladan tiada jalan bagi orang-orang muda tersebut. Karena itu tidak mengherankan kalau  berkarya untuk, berkarya bersama dan demi orang muda janjinya bukan prestasi melainkan frustrasi. Semoga di waktu sekarang, dimulai perubahan justru dari paradigma kita memandang orang muda.

Mengapa Orang Muda ?

Kecuali sisi gelap seperti di atas, orang muda juga punya sisi terang. Sebagai orang muda, mereka kalah pengalaman (paling tidak penglamaan) dengan mereka yang tua. Namun justru karena kekurangan inilah orang muda siap untuk berbuat apa saja demi memperoleh pengalaman (penglamaan) yang menjadi  harta orang tua. Dalam masa pencarian ini, seringkali orang muda salah langkah, salah pilih, karena salah nilai. Karena itu orang muda memanggil kita, orang tua untuk mendampingi mereka. Mendampingi mereka dalam pengenalan nilai-nilai, dalam memilih, apalagi dalam memperjuangkan nilai-nilai hidup manusia maupun nilai kristiani. Kalau tidak, orang muda yang amat reseptif atas aneka nilai ini dan hidup di tengah budaya permisif ini, bisa jadi justru akan makin bingung. Dan celakanya, mereka sendiri tidak mungkin menolong dirinya sendiri. Kita, orang tualah yang diundang untuk membantu orang muda tersebut.
Sisi terang orang muda lainnya ialah bahwa orang-orang  muda kita menyimpan kekuatan besar dalam dan diri dan jiwa mereka. Tenaga orang muda luar biasa, semangat orang muda ini    besar, belum lagi didukung oleh cita-cita luhur mereka. Semuanya itu andai saja dapat diintegrasikan pasti dapat menjadi sumber rahmat bagi Gereja dan masyarakat pada umumnya. Seumpama harta, orang muda adalah harta tak ternilai bagi Gereja. Namun, memang punya harta saja belum cukup, sebab masih memerlukan kemampuan untuk menggunakan apalagi mengembangkannya.

Permasalahan  Orang Muda

Identitas diri

Masalah laten yang selalu menyertai orang muda adalah identitas diri. Tanpa ini orang muda tidak pernah akan tumbuh. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah pendampingan orang yang sudah melewati dan mengatasi permasalahan ini.
Tahun 1992  Keuskupan Agung Jakarta  membuat suatu penelitian dengan hasil akhir sebagai berikut. Ada tiga masalah utama yang mencekam orang muda:
Orang muda yang ber umur 13-17 tahun,  masalah terbesarnya adalah soal identitas diri. Sedang yang berumus  17-25 tahun umumnya menghadapi permasalahan menentukan karier. Dan mereka yang berumur  25 tahun. plus  umumnya  bergulat  dengan masalah  perjodohan.

Aktualisasi diri

Kecuali kebutuhan untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, orang memerlukan kemudahan dan pendampingan dalam mengaktualisasikan dirinya. Secara sederhana orang muda butuh waktu dan tempat serta teman untuk dapat mengaktualisasikan diri secara maksimal. Orang dewasa sebetulnya lebih dibutuhkan kehadiran dan keberadaannya lebih sebagai teman daripada sebagai penasihat.

Pendampingan

Pendampingan diperlukan orang muda bukan pertama karena pendamping lebih ahli daripada yang didampingi melainkan karena wibawa dan otoritas yang dimilikinya. Dari pendamping sebetulnya tidak dituntut suatu ilmu atau keahlian. Kalau pengalaman pendamping dibutuhkan pun tidak secara langsung diperlukan, sebab itu semua dapat mereka temukan sendiri. Sedangkan otoritas atau wewenang hanya dapat dimiliki oleh pendamping. Seperti kita tumbuh dan berkembang bersama orang lain,  maka bila pendamping ada, maka pertumbuhan orang dapat lebih pesat karena orang muda punya kebanggaan lebih. Orang muda mendapat nilai tentang dirinya justru dengan aktualisasi dirinya.

Tradisi Pendampingan Kaum Muda:

Sayang bahwa selama ini dunia pendampingan sudah terlanjur salah kaprah. Kesalahan ini berawal dari kekeliruan konsep pendidikan. Yakni pendidikan yang berorientasi pada hasil, daripada pada proses. Pendidikan masih saja  mengutamakan pemberian isi, dan kurang memberikan perhatian pada pembangunan suasana demi kelancaran proses. Seperti seekor benih ikan yang bermutu, bila hidup di air yang keruh, apalagi terpolusi, pasti tidak bisa tumbuh dengan baik. “Lebih baik benih ikan yang  kurang bermutu, namun air tempat hidupnya sehat, karena di situ ikan akan berkembang baik,” demikian kata alm Mgr. Leo Soekoto SJ. Banyak pendamping dan pendampingan yang lebih menekankan isi daripada suasananya. Akibatnya menimbulkan frustrasi di kedua belah pihak: pendamping dan orang yang didampinginya.
Pertumbuhan itu proses bukan tumpukan konsep atau ide. Pendidikan itu butuh waktu dan tempat  dan lebih dari itu butuh hati orang-orang lain di sekitarnya. Orang muda juga bukan tempat untuk menampung segala ide  dan pengalaman. Orang muda mencoba segala ilmu dan nasihat. Orang muda tidak butuh nasihat, sebab masalahnya bukan terletak pada kurangnya pengetahuan, melainkan kurangnya kesempatan dan tempat untuk mengaktualisasikan dirinya, intinya: kurang dipercaya! Orang muda akan punya pengalaman jika dipercaya. Dalam pengolahan pengalaman itulah orang muda memerlukan orang tua/ pendamping   yang siap menjadi teman.

Di Gereja Paroki,  Apa yang Dapat Kita Buat Bersama Orang Muda?

Orang muda merupakan sumber kekuatan dan kehidupan serta pembaharuan Gereja. Bila Gereja tidak pandai-pandai menangkap dan memanfaatkan kekuatan orang muda, dengan cepat Gereja akan mengalami kehancuran. Minimal, tanpa orang muda, Gereja hanya akan mengalami kemandegan mungkin malah kemunduran. Dan kalau ini terjadi orang dewasa akan kehabisan tenaga dan energi dan akan sia-sia. Untuk apa segala keberhasilan orang dewasa kalau orang muda lari keluar dari Gereja Katolik.
Secara teoritis dapat dirumuskan demikian:
Di Gereja paroki mesti dikembangkan karya pastoral orang muda berdasarkan  realita orang muda. Artinya, mesti ada data untuk pengembangan pastoral.
Siapa orang muda yang de facto ada dan datang ke Gereja paroki kita?
Bagaimana umumnya tingkat pendidikan dan kemampuan mereka: SMU, mahasiswa, karyawan?
Bagaimana suasana pada umumnya: pergaulan antar mereka, keakraban antar mereka, mutu pembicaraan mereka dll.
Menurut St Ignatius Loyola, kita mesti mencari pintu masuk ke mereka, agar kita dapat membawa ke mana kita inginkan. Pintu masuk itu kita temukan bila kita mengenal mereka dan punya kemauan untuk menemukannya.  Untuk itu kita mesti menyediakan  waktu dan memperkuat kemauan dan bertekun dalam menghadapi aneka kemungkinan. Termasuk dan lebih-lebih rasa frustrasi dalam setiap usaha pendekatan tersebut. Barang kali semacam usaha untuk memberi tempat kesempatan dan kepercayaan, formal maupun informal, perlu terus menerus diusahakan. Dalam hal ini kita perlu pandai-pandai menciptakan  kesempatan kepada orang muda untuk bertemu, saling mengenal, saling mendukung.
Konkretnya apa?
  1. Mengenali nama mereka satu demi satu  (sehabis perayaan Ekaristi, pagi, hari Minggu), mendengarkan  siapa, mengapa ke gereja dll?
  2. Mengakui keberadaan mereka: Mereka riil ada di dalam Gereja lalu mengajak mereka ini terlibat dalam aneka kehidupan dan kegiatan Gereja.
  3. Menyediakan suasana, kemudahan untuk mengakui keberadaannya: dengan pengenalan antara orang muda,  sewaktu perayaan Ekaristi dan sesudahnya atau membuat acara bersama khusus untuk mereka. Biasanya dengan bungkus MSF (Musik, Sport/Seni, Film/Fun) disukai, juga perjumpaan a la kafe, namun isinya tema-tema ajaran Gereja menanggapi persoalan riil mereka.
  4. Mendengarkan: persoalan real dan konkret mereka: ulangan, ujian, pacaran, beda agama, dll Mengajak membawa persoalan tersebut dalam perayaan ekaristi. Misalnya, menyapa yang sedang menulis skripsi, yang sedang susah cari kerja.
  5. Mendampingi: hadir di antara dan bersama acara mereka, hadir dan menunggui kala weekend.
  6. Menantang orang muda dengan tahap-demi tahap memberi mereka tanggungjawab: menyerahkan kepada mereka untuk membuat acara-acara untuk orang muda: Paskah orang muda, welcome party, kemah remaja, 17 Agustus, operet Natal, Imlek, Valentine’s Day, dll.
  7. Memberi kebebasan demi tanggungjawab: ide dasar kita pikirkan, dan pelaksanaannya mereka, dengan tetap didampingi: meminta mereka menjadi tim pelaksanaan acara paroki.
  8. Mempercaya  dengan tetap mendampingi: mengenalkan prinsip-prinsip dasar: asal bisa mempertanggungjawabkan, silakan!
  9. Melibatkan mereka di kancah yang lebih luas, di luar diri mereka: anggota dewan paroki, melaksanakan acara umat; mengusahakan agar orang-orang muda dapat aktif di lektor, Website/Facebook/Twitter/Kaskus Paroki; dll.

Harapan

Semoga fakta-fakta adanya masalah OMK seperti temuan penulis di atas, segera bisa diatasi bersama-sama di paroki-paroki sebagai tim kerja, yang melibatkan OMK sendiri. Mari mempercayai orang muda, karena di tangan merekalah kita mempercayakan masa depan. Semoga OMK kita Bantu untuk menjawab panggilan Tuhan kepada Yeremia :TUHAN berfirman kepadaku: “Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan. (Yer 1:7)
Penulis: Yohanes Dwi Harsanto Pr
Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI, Imam diosesan KAS, tinggal di Pastoran UNIO Indonesia, Jakarta. Khususnya saya berterima kasih pada Bp YR Widadaprayitna yang mensahringkan hal ini selama saya sebagai Ketua Komisi Kepemudaan Kevikepan DIY, belajar dari beliau di Jogja (2002-2004). Sumber tulisan memang pada refleksi beliau yang dituangkan di di  http://gerejakaummuda.wordpress.com/2009/10/ dan “Pedoman Pastoral Kaum Muda”, KomKep KWI, 1995.
OMK Cilacap Peduli Bangsa

OMK Cilacap Peduli Bangsa

Sebagai bentuk kepedulian OMK terhadap hidup berbangsa dan bernegara, maka OMK Cilacap yang diketuai oleh Nindya sebagai Ketua OMK Cilacap yang baru, akan mengadakan rangkaian kegiatan. Kegiatan tersebut diawali dengan :

1. LOMBA-LOMBA 17 an

Kegiatan ini dilaksanakan di halaman belakang Gereja. Pada hari Minggu tanggal 12 Agustus 2012. Undangan untuk lomba-lomba ini melalui jalur sekolah-sekolah dan Lingkungan-lingkungan yang ada di Paroki Cilacap. Lomba - Lomba khas Tujuh Belasan masih disenangi oleh anak-anak....Lomba makan Krupuk, Lomba pukul air, Lomba tangkap belut, lomba bola terong dan lain-lain.





















Pelatihan Pemazmur dan Dirigent

Pelatihan Pemazmur dan Dirigent


Pada Tanggal 5 Agustus kemarin Paroki Santo Stephanus mengadakan sosialisasi dan pelatihan mengenai teknik - teknik berliturgi yang baik. Materi ini disampaikan oleh Bp. Bambang Hernawo yang telah mengikuti pelatihan Dirigent, Mazmur di Yogyakarta pada tanggal 6-12 Juli 2012. Dalam kesempatan ini ternyata banyak minat dari wakil-wakil Lingkungan maupun stasi yang dengan antusias mengikui acara ini.
1.      DIRIGENT
A.     Tehnik Aba-aba (lihat lampiran 1)
B.     Teknik Vokal yang perlu diketahui Dirigen:
a.      Tip I (NAFAS)
Hindarilah pemborosan nafas pada awal kalimat. Rencanakanlah persediaan/penggunaan nafas dengan “pikir ke depan” Bayangkanlah panjangnya kalimat sebagai garis dan ikutilah garis tersebut untuk membagi nafas hingga cukup sampai akhir kalimat.

b.      Tip II
HIDUPKANLAH setiap nada yang diperpanjang dengan titik sambil ber-crescendo. Misalnya:






 
1       .  2    3     4    |   5  .   .   .   ||
 
c.      Tip III (ARSIS – TESIS)
Bayangkanlah melodi yang akan dinyanyikan dan carilah arsis – tesisnya (awal – puncak – akhir)

d.      Tip IV (RESONANSI)
Indahkanlah suara Anda dengan mengintensifkan “m, n, ng”. Pada nada panjang pakailah 50% dari waktu untuk membunyikan m, n dan ng pada akhir suku kata. Misalnya: imam, Tuhan, datang.

e.      Tip V (BENTUK LIDAH, BIBIR, SIKAP RAHANG)
Ada perbedaan antara bentuk lidah, bibir dan sikap rahang untuk vokal U, O, A, E dan i.

C.     Tips-tips Dirigent Umat:
Ø      Bicaralah dengan organis tentang Lagu:  Intro, Tempo dan karakter lagu.
Ø      Bayangkanlah tempo yang tepat untuk lagu yang akan dipimpin dan berilah aba-aba yang tepat pada organis untuk Intro.
Ø      Sambunglah bunyi dan irama dari Intro tepat pada saatnya dengan sikap “SIAP” dan “GERAKAN PENDAHULUAN”. Janganlah mulai lagi dengan hitungan : “satu – dua – tiga” dsb.
Ø      Ikutilah kunci yang tertulis dalam buku umat dan janganlah dirubah seenaknya, karena dapat menimbulkan masalah besar bagi pengiring.
Ø      Bila tidak ada pengiring, carilah nada DO dengan garpu tala / stemfluit / organ, kemudian tentukanlah nada awal dari nyanyian. Sebagai “Intronya” nyanyikanlah 4 birama terakhir lagu dengan na-na-na dengan tempo yang pas. Pada nada penutup ambil sikap siap. Kemudian awalilah nyanyian dengan “gerakan pendahuluan.”
Ø      Khusus untuk lagu Tuhan Kasihanilah Kami, komunikasikan dengan Romo. Mau putus-putus, Romo yang membaca pengantarnya atau romo membaca pengantar terlebih dahulu. Kalau Tuhan Kasihanilah Kami-nya sudah diucapkan Romo, tidak perlu diulangi lagi, berarti langsung Kemuliaan.

2.      PEMAZMUR (lihat lampiran 2)
a.    Sebagai persiapan bacalah selalu juga bacaan I dan carilah hubungannya dalam kata-kata kunci yang termuat dalam refren dan ayat-ayat mazmur.
b.    Mazmur tanggapan adalah renungan. Janganlah tergesa-gesa untuk mulai tetapi ciptakanlah ketenangan. Tunggu dulu seusai satu baris dinyanyikan, hembuskanlah sisa nafas dulu dan tarik nafas baru sebelum mulai membawakan baris berikutnya. Waktu istirahat ini dapat juga diisi dengan “nada-nada jembatan” oleh organis.
c.    Bacalah satu baris dan bayangkanlah lagunya sebelum mulai bernyanyi sehingga ada kesan bahwa Anda menguasai apa yang Anda wartakan.
d.    Hindarilah dosa asal pemazmur yakni dengan membawakan semua nada / suku kata sama panjang / sama penting. Tapi tonjolkanlah kata-kata kunci dengan memperlebar tempo, bahkan dengan berhenti sebentar sesudah kata tersebut untuk memberi bobot padanya. Sedangkan kata-kata yang kurang penting dibawakan dengan lebih cepat / lancar.
e.    Jagalah artikulasi yang sejelas-jelalsnya. Janganlah malas membuka mulut. Tonjolkanlah huruf resonansi (m, n, ng, ny), intensifkan hurus konsonan. Ucapkanlah vokal dengan tepat dan jelas.
f.      Wartakanlah ayat mazmur sebagai Sabda Allah dengan hati. Tuhan sendirilah yang bersabda. Hindarilah sikap gerising waktu nada tinggi / sulit. Sebaliknya dukunglah isi mazmur dengan sikap wajah yang sesuai: gembira untuk masmur pujian; lembut dan lambat untuk masmur tobat dan permohonan; mantap untuk mazmur kepercayaan, dll.
g.    Alangkah baiknya bila Anda dapat berlatih dengan suara lantang – bukan hanya dalam hati. (suara kenabian)
h.    Tentukanlah bersama organis tinggi nada yang pas bagi masing-masing mazmur / bait pengantar injil. Sebaliknya ayat-ayat mazmur dinyanyikan a capella / tanpa iringan demi penjiwaan yang optimal.
i.       Aturlah tingginya posisi mike dan jagalah jarak dari mike (kira-kira selebar tangan) agar huruf “p” dan “b” tidak meletus.
j.       Berusahalah untuk berkomunikasi dengan umat dengan mengajak umat:
Ø      Pada awal mazmur: “marilah kita renungkan bacaan tadi dengan menyanyikan refren..”
Ø      Sebelum bait pengantar injil : “marilah berdiri untuk menyambut Sabda Tuhan dalam Injil dengan nyanyian “Alleluya”
Ø      Dengan memandang umat terutama menjelang akhir dari masing-masing baris / kalimat.

3.      LAGU  LITURGI vs LAGU POP ROHANI
a.      Batas antara lagu liturgi dan lagu pop rohani tidak selalu jelas, terdapat zona samar-samar.
b.      Meski cukup banyak lagu pop rohani bicara tentang Allah, namun tidak cocok dipakai dalam liturgi, kalau syarat-syaratnya sebagai lagu liturgi tidak terpenuhi, yaitu:
Ø        Lagu Liturgi              : memuat “message” yang datang dari “sana”. Ada di dalam dunia, namun bukan dari dunia ini.
Ø        Lagu Pop rohani       : menekankan efek yang dialami secara langsung, memancing reaksi dalam perasaan pribadi (melalui modulasi, akor khusus, pemilihan kalimat, dll); disesuaikan dengan perasaan pribadi.
c.                    Perlu disadari bahwa lagu Pop Rohani tidak lepas dari keperluan bisnis.
d.                    Perlu sikap kritis dalam seleksi lagu-lagu yang liturgi.

Uraian berikut semoga memberi gambaran dalam memilih dan memilah mana lagu yang liturgi dan mana lagu pop rohani, terutama untuk keperluan Ekaristi.
Musik Gereja atau Sacred Music meliputi lagu liturgi dan lagu rohani atau non liturgi.

CIRI-CIRI LAGU LITURGI:
a.    Sifatnya fungsional     : diciptakan khusus untuk main peranan dalam perayaan liturgi.
b.    Merupakan bagian dari liturgi resmi:
Ø    Lagu mengiringi liturgi                  (mis. Pembukaan)
Ø    Lagu mengiringi pertobatan         (mis, Tuhan Kasihanilah kami)
c.    Kitabiah                       : syairnya diambil / diolah dari Kitab Suci atau teks liturgi.
d.    Eklesial                        : Untuk dinyanyikan bersama, menggunakan sebutan “kami / kita”
e.    Khidmat / suci
f.      Berbobot                     : diutamakan karya penyelamatan Allah / garis turun

       CIRI-CIRI LAGU POP ROHANI:
a.    Diciptakan untuk keperluan non liturgi:
Ø      Keperluan perorangan      (di rumah, di mobil, dll)
Ø      Keperluan pentas              (Natal, panggung gembira, dll)
Ø      Pertemuan rohani             (karismatik, piknik rohani, dll)
Ø      Pendidikan                        (Sekolah Minggu / PIA, katekese)
b.      Syairnya bebas (ungkapan iman, ungkapan situasi / masalah).
c.      Bersifat perorangan, maka banyak menggunakan sebutan “aku”.
d.      Bersifat hiburan, maka melodi / iringan menjadi penting.
e.      Tema lagu pop rohani umumnya mengutamakan segi yang menyenangkan seperti “aku bersyukur, aku cinta padaMu Tuhan”.
f.        Bahasa yang digunakan umumnya puitis, devosional, emosional serta egosentris.
g.      Secara teologis, lagu pop rohani kurang memperhatikan prioritas dari “garis menurun” dan mengutamakan “garis naik”