HIDUP DI HADIRAT ALLAH

HIDUP DI HADIRAT ALLAH

(Oleh : Sr. Maria Skolastika, P.Karm) 
"Makan yang enak, ya Nak," ujar seorang ibu kepada anaknya yang masih kecil.
Ibu itu masih muda, namun kerut merut penderitaan hidup memenuhi wajahnya yang
kelihatan jauh lebih tua dari usia sebenarnya. Pakaiannya yang kotor kumal
sekali-kali diusapkan ke wajah anaknya yang berkeringat, belaian sayang yang
akan selalu teringat. Mereka makan dengan lahap dan gembira, duduk asyik di
pinggiran jalan kota metropolitan, bagai jutawan makan di hotel berbintang.
Padahal sementara itu, deru debu kendaraan bermotor hingar kotor di sekeliling
mereka. Udara penuh dengan polusinya, polusi suara sampai debu, yang tebal bak
prahara kelabu.


"Habis, Mak!" seru si kecil lucu dengan tatapannya yang lugu. Senyum puas
tersungging di bibirnya, menunjukkan perutnya yang kenyang. Ibu itu pun
tersenyum, gembira melihat sukacita anaknya. Siang semakin panas, mata semakin
berat, akhirnya si kecil pun tertidur pulas dalam pelukan erat ibunya. Wajahnya
damai, walau di sekitarnya begitu ramai, walau hidupnya begitu capai, walau
nanti malam akan makan atau tidak entah tak tahu lagi...

Betapa indahnya saat kita bisa seperti si kecil itu. Menyadari perut rohani
kita yang kenyang, dipenuhi dengan berbagai rahmat dan karunia dari Bapa
tercinta. Dunia yang panas membuat mata kita semakin berat, terpejam bagi
dunia, dan tidur pulas dalam rangkulan ilahi.


1. Menyadari Rahmat Allah

Dunia terus berputar, matahari terus bersinar, dan selama itu pula kasih Allah
terus memancar tanpa pernah pudar. Hari ke hari, waktu ke waktu, kasih dan
rahmat-Nya terus mengalir memenuhi setiap insan manusia di dunia.

Pada saat malam mulai merambat, bumi berselimutkan bintang, dan burung-burung
terlelap nyenyak di sarangnya, alangkah indahnya jika jiwa pun mengheningkan
diri. Pada saat itulah kita mulai merenungkan segala peristiwa yang terjadi
sepanjang hari itu...
"Ketika fajar mulai menyingsing, jemari surya ilahi menyentuh lembut kelopak
mata, membangunkan tidur yang lelap sepanjang malam.
"Ketika burung mulai berkicau, tangan kasih ilahi menabur berkat, di atas meja
pun tersedia sepiring nasi hangat."
"Ketika kesibukan pekerjaan membingungkan diri, Sang Kebijaksanaan setia
mendampingi, dengan sabar menolong setiap hal memberi solusi".
"Ketika tiba-tiba siang terasa lengang, hati menjadi sepi dalam gersang, Sang
Penghibur menatap penuh kasih sayang, menyenandungkan nyanyian cinta yang
membuat hati melayang."
Hingga ketika akhirnya malam semakin larut, bunga-bunga kuncup mengerut, Bapa
yang baik itu pun menidurkan kita dengan lembut, membisikkan kata-kata cinta
yang tak tersahut."

Seandainya saja, semua manusia di dunia ini menyadari, betapa besar kasih Allah
kepadanya, betapa setia Allah kepadanya, dan betapa banyak rahmat Allah
baginya, tentu ia dapat tidur nyenyak dalam gendongan-Nya, menikmati perut
rohaninya yang sudah kenyang. Bukankah seringkali penderitaan itu ada karena
kita lebih memperhatikan yang pahit daripada yang manis? Lebih memikirkan yang
menyedihkan ketimbang mengingat yang menyenangkan? Lebih berputar-putar pada
kelemahan dan ketakberdayaan kita daripada mensyukuri segala rahmat Allah dan
bergantung penuh kepada-Nya?

Apa jadinya jika si kecil dalam cerita di atas, lebih melihat raut tertekan
orang-orang yang macet di jalan daripada senyum hangat ibunya? Lebih melihat
seonggok sampah di pinggiran daripada segenggam nasi di tangannya? Lebih
melihat debu jalanan ketimbang taburan kasih ilahi yang menyelimuti hatinya? Si
kecil itu terpulas damai, karena mulut mungilnya tidak menuntut apa-apa, karena
hati kecilnya tidak menginginkan apa-apa. Ia hanya menerima saja dengan gembira
semua yang diberikan kepadanya.


2. Hidup di hadirat Allah

"VIVIT DOMINUS IN CUIUS CONSPECTU STO," demikian semboyan hidup anggota KTM
yang berarti, "ALLAH HIDUP, DAN AKU BERDIRI DI HADAPAN-NYA." Bagaimana caranya
menghayati keseharian kita dengan hidup di hadirat Allah? Ada begitu banyak
cara untuk itu. Salah satunya adalah dengan menyadari kehadiran Allah sepanjang
hari. Sudahkah itu kita lakukan?

Setiap hari mentari terbit di ufuk timur, bergulir cepat melintasi hari, dan
tiba-tiba kita temukan hari sudah malam. Ketika bumi bermantolkan cakrawala
berhias bintang, embun malam bergayut tenang di ujung dedaunan, dan serangga
malam bernyanyi riang, adakah yang memperhatikan? Ataukah kita tenggelam dalam
keletihan, berkeluh kesah dengan kegagalan, marah jengkel terhadap sesama,
meluap kecewa dengan situasi? Saat hati bergemuruh dengan segala sesuatu yang
bukan Allah, entah sibuk dengan diri sendiri, entah terpancang pikiran ke
pekerjaan, atau apa saja, bagaimana mungkin jiwa dapat tinggal tenang di
hadirat Allah?

Melihat tangan kasih-Nya yang berkarya dalam kehidupan, memandang alam semesta
yang merupakan jejak cinta-Nya, itulah yang akan mengangkat hati kita ke
hadirat Allah. Jika direnungkan, bukankah sepanjang hari dalam kehidupan ini
kita bertaburan siraman cintakasih Allah? Saat terbangun pagi hari dan kita
dapati tubuh yang sehat, udara segar terhirup memenuhi rongga dada, mata yang
dapat melihat warna-warni bunga di taman, itulah mukjizat cinta Allah. Belum
lagi makanan yang selalu tersedia bagi kita, teman-teman, pekerjaan, dan
bagaimana Tuhan menolong dalam setiap kesulitan, semua itu membuka mata hati
kita untuk melihat, bahwa Allah sungguh hidup! Dan lebih dari itu, Ia mengasihi
kita.

Jika setiap waktu kita dapat melihat setiap pemberian Tuhan dalam hidup kita,
betapa hati kita akan meluap dengan syukur. Hati melambung dengan pujian
terhantar ke hadirat Allah. Betapa tidak, karena saat itulah kita sadari jiwa
dipenuhi dengan rahmat dan kasih karunia. Semua itu bagai bunga-bunga yang
bermekaran di taman jiwa, memancarkan keharuman surgawi nan semerbak. Sukacita
pun lahir bukan karena harta, bukan karena tiada derita, melainkan semata
karena Sang Cinta.


3. Berlatih Hidup di Hadirat Allah

Apakah sebetulnya yang dimaksud dengan hidup di hadirat Allah? Hidup di hadirat
Allah berarti senantiasa menyadari kehadiran Allah, dengan berusaha mengarahkan
hati dan pikiran selalu kepada Dia. Sebagaimana yang dikatakan oleh Beata
Elisabeth dari Trinitas, hati kita adalah tempat kediaman Allah Tritunggal
Mahakudus, Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Kapan pun dan di mana pun, Ia tidak
pernah meninggalkan kita. Elisabeth dari Trinitas ini mencapai kekudusannya
dengan jalan senantiasa menyadari kehadiran Allah yang bersemayam di hati-Nya.
"Hidup di hadirat Allah berarti hidup dalam kesucian yang besar," demikian
ungkap Br. Lawrence dari Kebangkitan, seorang karmelit yang hidup di sekitar
abad ke-16.

Untuk bisa tinggal di hadirat Allah, kita perlu melatih diri. Doa Yesus
sepanjang hari adalah salah satu cara untuk dapat selalu hidup di hadirat
Allah. Selain itu kita juga bisa membiasakan diri bercakap-cakap dengan rendah
hati namun penuh cintakasih kepada Dia di segala waktu; terlebih saat dalam
godaan, penderitaan, kekeringan, kecemasan, bahkan ketika kita sedang tidak
setia dan berdosa. Dengan hati dan pikiran yang selalu terarah kepada Tuhan,
kita membuat seluruh keberadaan kita menjadi sebuah percakapan kecil dengan
Allah; suatu komunikasi yang lahir dari hati yang murni dan sederhana. Hati
kita pun akan menjadi lebih lepas bebas dan damai, tidak lagi terbeban dengan
berbagai masalah duniawi.

Latihan ini perlu dilakukan dengan setia, agar akhirnya menjadi suatu
kebiasaan. Apabila kita setia melakukan latihan ini, maka hati akan terangkat
kepada Allah, dan jiwa mengalami damai dan sukacita di dalam Allah, bahkan
sekali pun kita tidak sedang berdoa. Segala pekerjaan dilakukan dengan tenang,
lembut, dan penuh cintakasih, sebagai persembahan kepada Allah sebagaimana yang
diteladankan oleh St. Theresia dari Lisieux. Perhatian yang terus menerus
kepada Tuhan ini juga akan dapat memenggal kepala si jahat yang selalu
mengintai dan menanti kelemahan kita.

Setiap kali ada kesempatan, Allah akan senang sekali jika kita menyempatkan
diri untuk menyembah Dia yang hadir di kedalaman hati kita. Ini menunjukkan
bahwa kita menyadari Ia hadir di sepanjang aktivitas kita. Walaupun sebentar
saja, kita dapat masuk ke dalam hati kita, menjumpai Dia yang bersemayam di
sana. Di sanalah jiwa berbicara dari hati ke hati dengan Allah dan menikmati
kemuliaan Allah di lubuk hati yang terdalam.

Memang, latihan ini bukanlah hal yang mudah. Akan tetapi, kita tidak usah
berkecil hati jika mengalami kegagalan. Bila jatuh, bangkit lagi dan coba lagi,
sebab kebiasaan ini akan lahir dari adanya usaha. Apabila sudah berhasil kelak,
kita akan mendapatkan kepuasan ilahi, karena dapat mencintai Allah di atas
segalanya; dapat menyadari kehadiran-Nya dan limpahan kasih-Nya terus menerus.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Elisabeth dari Trinitas, "Jiwa Karmelit adalah
jiwa yang senantiasa menyadari kehadiran Allah di lubuk jiwanya, dan yang
matanya selalu menatap ke surga."


4. Senantiasa Bersyukur

"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di
dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tes.5:18) Mengucap syukur dalam segala hal
akan sangat menolong kita untuk dapat tinggal diam di hadirat Allah. Tanpa kita
sadari, seringkali semakin hari kita semakin jauh dari Allah karena kita kurang
bersyukur.

"Ketika segala sesuatu berhasil dan berjalan sesuai dengan rencana, tanpa rasa
syukur kita akan tenggelam dalam kesombongan dan kebanggaan diri yang sia-sia."
Ketika kita berjumpa dengan kegagalan dan kejatuhan, tanpa rasa syukur kita
akan tenggelam dalam keterpurukan dan penyesalan diri yang berkepanjangan."
Ketika perpisahan yang tak pernah kita inginkan akhirnya terjadi, tanpa rasa
syukur kita akan tenggelam dalam kehilangan dan kesepian diri yang tak
bertepi."
Ketika hari-hari kita lalui begitu saja tanpa rasa syukur, tiba-tiba kita
temukan diri kita sudah tenggelam dalam lingkaran waktu yang tak bermakna."

Bersyukur atas segala peristiwa berarti menerima dengan rela dan gembira setiap
kehendak Allah yang terjadi dalam hati kita, menerima segala sesuatu yang Tuhan
berikan kepada kita. Inilah yang akan menolong kita pula untuk bisa diam di
hadirat Allah. Tanpa pemberontakan tanpa kekuatiran, kita benamkan jiwa kita ke
dalam samudera kasih ilahi.

Tengoklah kembali dua insan ibu dan anak miskin yang duduk di pinggiran jalan
kota metropolitan. Sebuah motor tanpa knalpot menderu keras di depan mereka,
membangunkan si kecil yang sedang terlelap. Matanya sedikit mengejap, lalu ia
pun tertidur kembali dengan enaknya, sambil berkata lirih, "Makanan tadi enak,
ya Mak..."

Sharing :
* Bagaimana pengalaman Anda dalam usaha untuk selalu hidup di hadirat Allah?
Menurut Anda hidup di hadirat Allah itu sulit atau mudah? Sharingkanlah hal
tersebut.
* Pernahkah Anda mengucap syukur untuk sesuatu yang tidak menyenangkan?
Bagaimana pengalaman Anda saat itu?
 
Sumber:  
Majalah Rohani Vacare Deo ( www.holytrinitycarmel.com )
Edisi : April 2006
Profil Paroki Santo Stephanus Cilacap

Profil Paroki Santo Stephanus Cilacap

Tulisan ini diambil dari buku “Sejarah Keuskupan Purwokerto 1927 – 1992, Tim Penyusun, Penerbitan Keuskupan Purwokerto – Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2003”. Dalam buku itu, sejarah Paroki Cilacap dibagi dalam empat masa sebagai berikut : 

I. MISI KRISTUS RAJA PURWOKERTO (1927 – 1932)
Cilacap sebagai bagian dari Karesidenan Banyumas, sampai tahun 1927 menjadi bagian tugas dari para pastor yang bertugas di Paroki Magelang, yang pada saat itu dipimpin oleh Pater B. Th.L. Hagdorn, S.J. Cilacap memperoleh kunjungan 2 – 4 kali setahun. Dengan diserahkannya wilayah gerejani yang mencakup Karesidenan Kedu Selatan, Karesidenan Banyumas dan Karesidenan Pekalongan dari Sarekat Jesus ke Sarekat Hati Kudus Yesus dengan pusat sementara di Purworejo pada tanggal 25 Oktober 1927, maka dengan sendirinya Cilacap tidak lagi menjadi bagian kunjungan dari Paroki Magelang.
Pada tanggal 17 Nopember 1927, Pater B.J.J. Visser, M.S.C. berangkat dari Tegal menuju Kroya, untuk bergabung dengan Pater L.Th. Schutman, S.J. yang datang dari Purworejo menuju Cilacap. Keduanya mengadakan pertemuan dengan Asisten Residen A.R. March dan pemilik hotel Belleview (aktifis setempat). Cilacap sudah mempunyai gereja kecil yang dibangun di atas tanah seluas 4.910 m². Jumlah umat sebanyak 400 orang, terdiri dari golongan Belanda yang tinggal di Cilacap, Kroya dan Maos. Umat pribumi sebanyak 30 orang dan beberapa orang keturunan Cina. Asisten Residen A.R. March me-nyerahkan gereja dan perlengkapannya dan minta penempatan seorang pastor di Cilacap. Sejak bulan Desember 1927 – Juli 1928 diadakan empat kali kunjungan ke Cilacap. Ketika Purwokerto ditetapkan sebagai paroki pada tanggal 3 Desember 1928, Cilacap mendapatkan pelayanan dari Pater J.J.H. Schenkels, M.S.C.
Ketika A.R. March menjadi Residen Banyumas, perhatiannya terhadap perkembangan misi di Cilacap tetap besar. Ia menghadiri konferensi yang diselenggarakan pada tanggal 19 April 1929. Pokok pembicaraan adalah karya misi di bidang pendidikan dan kesehatan. A.R. March mengusulkan agar usaha-usaha itu diadakan juga di Cilacap. Selama dua tahun J.J.H. Schenkels, M.S.C. mempersiapkan diri untuk berkarya di kalangan pribumi. Pada tanggal 24 April 1931, Provinsial M.S.C., Z.A. Zandvliet, M.S.C. dan Pater B.J.J. Visser, M.S.C. berkunjung ke Cilacap. Sore harinya datang Ir. Phoa, karyawan perusahaan listrik EMB. Pada pertemuan itu dibahas perkembangan Misi di bidang pendidikan. Ir. Phoa atas nama masyarakat Cina di Cilacap menawarkan sekolah HCS yang sudah ada dan dikelola oleh Masyarakat Cina. Disepakati Misi M.S.C. mempersiapkan diri untuk berkarya di kalangan pribumi.
Pada tanggal 24 April 1931, Provinsial M.S.C., Z.A. Zandvliet, M.S.C. dan Pater B.J.J. Visser, M.S.C. berkunjung ke Cilacap. Sore harinya datang Ir. Phoa, karyawan perusahaan listrik EMB. Pada per-temuan itu dibahas perkembangan Misi di bidang pendidikan. Ir. Phoa atas nama masyarakat Cina di Cilacap menawarkan sekolah HCS yang sudah ada dan dikelola oleh Masyarakat Cina. Disepakati Misi mengambil alih HCS dengan memberi imbalan sebesar ฦ’l. 450 untuk membayar hutang-hutang pengelola. Mulai tanggal 25 Juni 1931 Pater J.J.H. Schenkels, M.S.C. enetap di Cilacap dan Paroki Cilacap resmi berdiri dengan nama Hati Kudus Yesus. Karya pendidikan mulai di-tangani pada tahun ajaran baru, yaitu bulan Juli 1931. Sekolah HCS dikembangkan menjadi empat kelas, ditambah satu Voorklas. Untuk mengelolanya didatangkan tiga suster PBHK dibantu seorang ibu guru dari Belanda dan seorang lagi suku Jawa. Tahun pertama siswanya sebanyak 137 orang.
Pada tanggal 7 Oktober 1931 Suster-suster PBHK dipindah ke Tegal, diganti tiga Suster Dominikanes, yaitu Priorin Angelina, Hildegardis, Clara. Dan pada tanggal 24 Desember 1931, Cilacap men-dapat tambahan tiga suster lagi, yaitu Alphonsa, Hubertin dan Virginie.
II. PREFEKTUR APOSTOLIK PURWOKERTO (1932-1942)
Gereja
Mgr. B.J.J. Visser, M.S.C. menerimakan Sakramen Penguatan kepada 20 orang di Cilacap pada ahun 1933. Usaha Pater J. Schenkels, M.S.C., di kalangan orang Cina belum menunjukkan hasil, sekalipun sudah fasih berbahasa Melayu dan dibantu umat Cina. Kendala utamanya adalah aktivitas bisnis. Di kalangan orang Jawa per-kembangannya cukup bagus. Dalam hal ini ada dua orang yang mem-punyai andil yang sangat berarti, yaitu Bapak Sadat Hardjosumarto dan Bapak Sarman.
Bapak Sadat Hardjosumarto adalah Mantri Guru kelahiran tahun 1900, lulusan Xaverius Muntilan tahun 1921. Dari Wonosobo ia dipindah ke Standarschool di desa Lebeng, Asistenan Sugihan. Beliau sebagai orang Katolik menarik orang-orang di sekitarnya, sebab ramah dan rendah hati, sehingga orang-orang tidak segan-segan mendekatinya. Bapak Sadat Hardjosumarto mempunyai sawah dan ladang yang cukup luas. Dengan miliknya itu dapat dipakainya untuk memberikan lapangan pekerjaan kepada orang-orang di sekitarnya yang pada awalnya bekerja di kebun tebu milik Belanda yang sudah bangkrut. Urusan pertanian ini ditangani adik Bapak Sadat Hardjosumarto yaitu Bapak Y. Saptadi. Selain mengurusi sawah dan kebun, Bapak Sadat Hardjosumarto diserahi tugas sebagai Katekis. Setiap sore anak-anak muda dan para buruh tani memperoleh pelajaran agama dari Bapak Sadat Hardjosumarto. Desa Lebeng jaraknya dari Cilacap kurang lebih 18 km. Kendati demikian Bapak Sadat Hardjo-sumarto dianggap sebagai sesepuh umat Katolik di Cilacap.
Sementara itu ada pendatang baru, yaitu Bapak R.L. Sarman, lulusan RKKS Muntilan tahun 1917 dan melanjutkan ke Middelbare Landbouw (Sekolah Menengah Pertanian) bekerja sebagai Landbouw Konsulent Cilacap (Dinas Pertanian). Kedua orang di atas, yaitu Bapak Sadat Hardjosumarto dan Bapak R.L. Sarman sangat membantu dalam hal pengembangan umat dengan Cara :
  • menciptakan suasana bersahabat antara pimpinan Gereja dengan penguasa setempat.
  • mempersatukan umat: Belanda, Cina dan Jawa.
  • memperkuat ketahanan hidup Gerejani di bidang rohani, sosial, ekonomi dan politik lewat organisasi, yaitu Partai Katolik, Katolik Wandawa dan Wanita Katolik.
Masih berkaitan dengan Bapak Sadat Hardjo-sumarto, dua orang dari 12 puteranya menjadi Suster (Sr. Gabriella PBHK dan Sr. Theodora PBHK) dan seorang iman yang se-lanjutnya menjadi Uskup Purwokerto, yaitu Mgr. Paskalis Hardjosumarto, M.S.C. Sedangkan putera dari Bapak R.L. Sarman, seorang iman, yaitu Ign. Hadi Suprobo, Pr. dan dua orang puterinya menjadi suster. Sehubungan dengan keadaan di Eropa yang genting pada tahun 1939 Mgr. B.J.J. Visser, M.S.C. menganjurkan agar para pengambil prakarsa kegiatan karya Misi dapat menggunakan dana sendiri. Subsidi keuangan Misi diatur seringan-ringannya. Menanggapi anjuran itu Paroki Cilacap menggalakkan partisipasi dari seluruh umat. Kegentingan politik tidak berarti harus menghentikan kegiatan Gereja. Hal ini nampak dari penerimaan Sakramen Penguatan buat 19 orang umat pada tanggal 30 April 1940 di gereja St. Bernardus Kawunganten.
Awal tahun 1942, suasana di Cilacap makin menjadi genting. Untuk menyelamatkan para misionaris dan inventaris Gereja, empat kali Mgr. B.J.J. Visser, M.S.C. datang ke Cilacap. Kepentingan ibadat dan sarana kegiatan makin terdesak oleh kepentingan-kepentingan peperangan. Pada bulan Pebruari Mgr. B.J.J. Visser, M.S.C. kembali lagi ke Cilacap untuk mengatur evakuasi para pater dan suster setelah mendapat informasi bahwa serangan Jepang akan dimulai dari Cilacap.
Sarana
Pada tahun 1932 suster dapat menempati rumah biara sendiri pada tanggal 30 September. Luas tanah biara itu 60 x 100 meter yang dibeli dengan biaya dari Dominikanes yang berpusat di Neerbosch, Nederland seharga ฦ’.12.500,- Neerbosch juga membantu sarana-sarana, termasuk rencana pembangunan kapel yang dikerjakan oleh Ir. van Rijn dari Purworejo. Karena suster belum mempunyai yayasan, maka rumah biara itu masih menggunakan Prefektur Purwokerto. Pada bidang pendidikan suster sudah memiliki satu Voorklas (TK) satu HCS dan satu Meisjes Vakschool. Sementara itu untuk pelaksanaan tugas rutin Pater J.J.H. Schenkels, M.S.C. telah menempati rumah pastorang baru. Kapel biara susteran diberkati pada tanggal 25 Januari 1933. Pada tanggal 29 Mei 1934 Firma Fermon Cuypers diserahi tugas untuk membangun HIS di halaman susteran Cilacap seharga ฦ’.12.000,-. Sedangkan pada tahun 1938 TK sudah dilengkapi dengan tempat bermain yang tertutup, SD enam kelas lengkap, SKP empat tahun beserta asramanya. Gedung sekolah diperluas dengan membeli tanah milik Tuan Reil, sedang pembangunannya dikerjakan oleh Tuan Abels. Sarana ibadah di Stasi Kawunganten: Gereja St. Bernardus dibangun atas bantuan Mg. Worner dan diberkati pada tanggal 20 Oktober 1938. Di Lebeng di-bangun Gereja St. Dominikus. Di samping itu pada tahun 1938 diadakan Novisiat Suster-suster Dominikanes. Panti Asuhan anak-anak: “Theresia Kindertehnis”. Sarana phisik dan non phisik mencakup: tiga buah gereja, satu asrama dan satu panti asuhan; pastor ada dua orang dan suster ada 12 orang, satu diantaranya adalah orang Jawa, sedang umat ada sebanyak 712 orang (300 orang Belanda, 299 Jawa, 70 Cina dan 38 permandian).
Pimpinan gereja Purwokerto telah membuahkan hasil nyata, seperti pemberkatan bangunan susteran yang baru pada tanggal 19 Maret yang dihadiri Algemene Overste dan Sesia; Sekolah Dasar di Bojong, Kawunganten dan Cileumuh, Majenang diberkati dan diresmikan oleh Pater Th. Tangelder, M.S.C. pada tanggal 1 Agustus. Meletusnya Perang Dunia II di Eropa belum begitu terasa buat kegiatan Gereja se-perti terlihat dari Novisiat Dominikanes melangsungkan kaul profesi dua orang suster Jawa, pada tanggal 10 Nopember, sehingga jumlah Suster menjadi 14 orang dan pada tanggal 2 Desember 1939 pastoran beserta tanahnya dijual seharga ฦ’.2.300,-, dibeli oleh Tuan B.A.M. Karhof. Uang hasil penjualan itu digunakan untuk membeli tanah yang strategis letaknya. Memasuki tahun 1942 kondisi Pemerintah Hindia Belanda makin terdesak oleh tentara Dai Nippon. Karena itu para suster yang semula akan dipindah ke Karanganyar oleh Kantor Pengajaran Daerah dianjurkan untuk mendampingi para siswa yang dipindah ke Perkebunan Kawung, Majenang, sedang sekolah dan rumah biara dipakai untuk keperluan militer. Pastoran digunakan untuk KPM, di halaman gereja dibuat bangunan darurat untuk karyawan KPM. Pater V. Hochtenbach, M.S.C. menempati ruangan HCS, susteran dan kelas digunakan untuk Javasche Bank, ELS, HIS Gubernemen dan HIS Zending.
Sumber Daya Manusia
Partisipasi para Katekis dalam meningkatkan jumlah umat terlihat hasilnya seperti dengan adanya permandian empat orang pada tahun 1932, 9 orang pada tahun 1933, 19 orang pada tahun 1934, 53 orang pada tahun 1935 dan 75 orang pada tahun 1936. Sementara itu terjadi mutasi para pastor paroki. Pater J.J.H. Schenkels, M.S.C. dipindah ke Paroki Tegal (21 Juni 1934), Pater B. Kockelkoren, M.S.C. dari Kutoarjo. Tugas Pater B. Kockelkoren, M.S.C. adalah membina umat Cina, muda-mudi, sedang Pater H. Dekker, M.S.C. bertugas untuk melayani umat Jawa. Pada tanggal 25 Pebruari 1939 Pater J.V. Rooijen, M.S.C. karena alasan kesehatan kembali ke Negeri Belanda. Selanjutnya pada tanggal 18 April Pater Th. Tangelder, M.S.C. ditugaskan untuk memimpin Sekolah Katekis di Cilacap. Para imam yang baru datang dari Negeri Belanda adalah Pater van Bielsen, M.S.C., Pater Switsar, M.S.C. dan Pater van Langen, M.S.C. dan Pater V. Hochstenbach, M.S.C. yang selanjutnya ditempatkan di Paroki Cilacap. Pater yang baru saja bertugas ini tidak canggung dalam menjalankan tugasnya sebab beliau telah mempelajari bahasa dan budaya Jawa pada Bapak Sadat Hardjosumarto. Kemudian pada tanggal 2 Agustus 1940 Pater V. Hochstenbach, M.S.C. menggantikan Pater Th. Tangelder, M.S.C. sebagai pastor paroki dan sebagai pastor pembantunya adalah Pater Zwitsar, M.S.C.
Menjelang datangnya Jepang umat paroki Cilacap berjumlah 803 orang (248 Belanda, 499 Jawa dan 56 Cina), pastor ada dua orang dan 15 suster.
Persekolahan
Pengembangan karya ilmiah pendidikan ditempuh dengan mendirikan Meisjes Vakschool (SKP) 2 tahun untuk umum pada tanggal 1 Oktober 1932, sehingga pada akhir tahun 1932 suster telah memiliki: Voorklas (TK), HCS dan Meisjes Vakschool. Bapak Sadat Hardjosumarto mengusulkan didirikannya HIS oleh Misi kepada Prefektur Apostolik. Kepercayaan masyarakat terhadap sekolah Katolik cukup positif, karenanya kelengkapannya perlu selalu disesuaikan dengan perkembangan yang ada.
III. VIKARIS APOSTOLIK KRISTUS RAJA PURWOKERTO (1942 – 1961)
Gereja
Menjelang masuknya Tentara Pendudukan Jepang Cilacap dipenuhi berbagai kesibukan dari pemerintah kolonial Belanda dalam kaitannya dengan usaha evakuasi. Dalam periode antara 1942-1961 perkembangan Paroki Cilacap sempat diwarnai oleh hadirnya Tentara Pendudukan Jepang dan masa-masa menegakkan RI Proklamasi. Karenanya perlu mencermati berbagai perkembangan dari kelangsungan hidup paroki ini.
Setelah menyerahnya Pemerintah Hindia Belanda kepada Jepang tanggal 8 Maret 1942, Cilacap menjadi tidak aman. Terjadi banyak perampokan. Sarana liturgi gereja banyak yang hilang (stola, piala, tempat lilin, jubah), tetapi barang-barang itu ditemukan oleh Ny. Oei Kim Seng (ibu kandung Oei Peng On = Ongko Kusumo) di pasar dan kemudian dibelinya untuk diamankan di rumahnya. Pada tanggal 18 Maret Mgr. B.J.J. Visser, M.S.C. berkunjung ke Cilacap untuk menemui Pater V. Hochstenbach, M.S.C. yang untuk sementara tinggal di hotel. Mgr. B.J.J. Visser, M.S.C. dapat menemui para tawanan perang keturunan Belanda yang beragama Katolik karena beliau memiliki paspor atas nama Vatikan.
Bruder Yokanetus meninggal dunia pada tanggal 15 Maret 1942 di rumah sakit Cilacap sebagai tawanan perang. Pastor, Bruder dan Suster yang berkebangsaan Belanda ditawan oleh Jepang. Selama pendudukkan Jepang tugas pelayanan umat dilakukan oleh para pastor pribumi. Untuk wilayah Vikariat Purwokerto dilayani oleh Pater Th. Padmowidjojo, M.S.C. Karena gedung gereja dikuasai oleh tentara Jepang, maka Misa Kudus yang diadakan 1-2 bulan sekali diselenggarakan di rumah umat misal di rumah R.L. Sarman, Jl. Martadinata atau di rumah Ny. Oei Kim Seng. Umat yang hadir mengikuti Misa Kudus berkisar antara 20-30 orang, terdiri dari keturunan Cina dan Jawa yang tinggal di kota.
Kondisi para misionaris (pater, bruder, suster) sesudah ke luar dari tahanan sangat buruk, sehingga banyak yang kembali ke negeri Belanda untuk memulihkan kesehatan. Karena itu sekalipun bangunan gereja sudah dibenahi oleh umat, tetapi belum ada pastor yang menetap di Cilacap, sehingga untuk pelayanan umat masih dibantu oleh para pastor dari Purwokerto. Kondisi umat pada tahun 1946 dan 1947, begitu juga keamanan belum stabil, sekalipun pasukan Belanda sudah menduduki Cilacap. Penduduk banyak yang mengungsi, termasuk di dalamnya orang-orang Katolik. Tetapi bagi mereka yang tidak mengungsi, yaitu orang Katolik Belanda, Cina dan Jawa, dilayani oleh Pater P. Bonke, S.J., pastor militer.
Sebelum Belanda kembali untuk menduduki Cilacap banyak bangunan yang dibumihanguskan dengan tujuan agar tidak dapat digunakan lagi oleh Belanda, misalnya sekolah Katolik milik susteran, kendati demikian sebagian besar dari bangunan itu masih utuh. Pada tahun 1949 tentara Belanda di Cilacap membantu penyerangan ke timur sampai Gombong. Setelah tentara Belanda meninggalkan Indonesia dan Republik Indonesia Serikat terbentuk para misionaris Hati Kudus mulai menghimpun kembali tenaga dan mendata milik gereja, sekolah dan peralatannya. Hal itu dilakukan oleh Pater K.J. Veeger, M.S.C. dan Pater C.J. Brouwers, M.S.C. Selanjutnya dalam penyelenggaraan liturgi dibentuk wadah bernama Konggregasi Maria untuk membantu imam. Para pemudi dan ibu-ibu menghimpun diri untuk mengikuti Misa Kudus dengan koor, menyiapkan peralatan Misa Kudus, merangkai bunga.
Sementara itu Pater V. Hochtenbach, M.S.C. kembali ke Cilacap pada tahun 1951. Kegiatan-kegiatan umat tersalur lewat organisasi-organisasi Katolik. Selanjutnya pastoran dipindah dari Tugu Pahlawan No. 5 ke No. 54. Bangunannya terdiri atas pendopo berbentuk limasan, rumah tembok kap bambu dan sebuah pavilyun dengan tiga kamar dan dapur. Bangunan itu digunakan untuk pastoran dan untuk asrama anak-anak laki-laki di bawah asuhan pastor paroki. Untuk asrama yatim piatu putri diasuh suster PBHK di susteran. Adapun kegiatan pastoral mencakup Misa Harian, Pengakuan Dosa, Misa Minggu, Salve (Pujian) pada hari Jumat dan Minggu sore (untuk pengakuan dosa pada hari Sabtu sore); pelayanan agama bagi keluarga yang memerlukan, Misa di Stasi, Lebeng, Jeruklegi, Kawunganten satu kali satu bulan.
Persekolahan
Keadaan gereja dan aktivitasnya masih labil sejalan dengan keadaan pemerintahan yang juga masih labil. Muder Philomena dan beberapa suster menempati SR Pius, sementara rumah biara masih digunakan sebagai Kantor Penerangan Pemerintah. SR Pius mulai difungsikan.
Tokoh-tokoh umat seperti: Bapak Hardjosumarto, Bapak Hardjosubroto dan Bapak Sarman membentuk Madjelis Aksi Katolik (MADJAKKAT) sebagai embrio dari Dewan Paroki. Pada pertengahan tahun 1950 mereka itu mendirikan SMP MADJAKKAT yang diketuai oleh Bapak Hardjosubroto. Sebagian besar dari guru-gurunya diambil dari guru-guru Katolik di sekolah negeri dan berkerja sebagai tenaga honorer.
Organisasi
Suasana politik berpengaruh besar terhadap umat Katolik di Cilacap. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kegiatan umat. Para ibu mendirikan organisasi Wanita Katolik Republik Indonesia. Dalam naungan organisasi itu mereka giat mengadakan pendalaman iman dan membahas masalah rumah tangga pastoran. Untuk kegiatan keluar dibentuk unit Drumband WKRI.
Putra-putri keluarga Katolik dihimpun dalam kegiatan kepanduan dengan nama Pandu Katolik Don Bosco. Sedangkan guru-guru Katolik yang bekerja di berbagai sekolah: Pius, MADJAKKAT dan Negeri, menghimpun diri dalam organisasi “Persatuan Guru Katolik” (PGK).
Guna menghadapi Pemilihan Umum tahun 1955, umat Katolik membentuk Partai Katolik Cabang Kabupaten Cilacap. Ketuanya Bapak Hardjosubroto dibantu Bapak Ongko Kusumo dan Bapak J. Gondojudrasono. Para pemudanya membentuk Organisasi Pemuda Katolik, sebagai onderbouw Partai Katolik. Dalam Pemilihan Umum tahun 1955, Partai Katolik gagal memperoleh kursi di Parlemen. Patai Komunis Indonesia yang menang pada Pemilihan Umum itu menguasai posisi-posisi penting dalam pemerintahan, misalnya posisi Bupati Cilacap, dalam hal ini yang menempati adalah Bapak D.A. Santoso. Meskipun kalah dalam Pemilihan Umum, umat Muda Katolik Indonesia (MKI), Partai Katolik Indonesia, Kepanduan Katolik (Don Bosco) dan Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) tetap berjalan terus dalam berbagai kegiatan mereka.
Setelah mencermati uraian di atas dapat dikatakan bahwa kehidupan paroki Cilacap pada masa pendudukan Jepang dapat dikatakan terhenti. Setelah adanya Proklamasi perkembangannya diwarnai oleh berbagai usaha untuk pemulihan berbagai sarana peribadatan dan pendidikan. Menghadapi pemilu tahun 1955 umat Katolik Paroki Cilacap terlibat secara aktif terbukti dari berdirinya berbagai organisasi Katolik seperti : Partai Katolik Indonesia, Wanita Katolik Indonesia, Muda Katolik Indonesia.
 
IV. KEUSKUPAN DIOSIS PURWOKERTO (1961 – 1992)
Beberapa hal yang perlu dicatat menjelang tahun 1961 antara lain 1) gangguan gerombolan Darul Islam menyebabkan kegiatankegiatan di Cilacap Barat: Majenang, Sidareja, Gandrungmangu, Kawunganten, Jeruk Legi, Kesugihan/Lebeng menjadi tidak aman; 2) Pater van Bielsen, M.S.C. berusaha meningkatkan kemampuan umat berdasar pada sarana yang ada untuk merenovasi pastoran dan gedung gereja, melengkapi sarana-sarana ibadat dan mencetak buku tuntunan doa dan nyanyian, mengajar agama-agama di sekolah, untuk memenuhi kebutuhan tenaga paroki menyelenggarakan kursus katekis sukarela; 3) Romo Hadisuprobo, Pr. membina Muda Katolik Indonesia (muda-mudi) dengan aktifis seperti: C.H. Wismo Utoyo, Y. Kadara, Y. Saptadi, Y. Sukir, putera-puteri altar dan kunjungan keluarga mendapat prioritas dari Pater J.A. Bosse, M.S.C.; 4) Guna TRIKORA juga terasa di Cilacap.
Jumlah umat mencapai 1.000 jiwa dan baptisan baru setiap mencapai 80-90 orang. Selanjutnya untuk melihat tumbuh dan berkembangnya Paroki Cilacap mengacu pada pergantian-pergantian pastor paroki dengan mempertimbangkan hal-hal khusus yang menjadi ciri khas perkembangannya. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut:
PERIODE 1961-1974
Gereja
Pater Louis Maria Bertazzi, M.S.C. (asal Brazil) diperbantukan di Cilacap. Dalam melaksanakan tugasnya beliau sangat ramah dan merakyat, rajin mengadakan kunjungan keluarga. Untuk memperlancar tugas-tugas pastoralnya dibentuk:
  • Presidium Legio Maria “Bunda Hati Kudus” sebagai wadah kerasulan awam.
  • Pasukan Ekaristi Kudus sebagai wadah bagi anak-anak Katolik dalam memperdalam iman lewat kegiatan menyanyi, bermain, mengikuti Misa Kudus dan menghormati Ekaristi Kudus.
Pada tahun 1965 Pater J.A. Bosse, M.S.C. menggantikan Pater L.M. Bertazzi, M.S.C. dan Pater P.C. van Bilsen, M.S.C. pulang ke negeri Belanda. Untuk memperlancar tugasnya, Pater J.A. Bosse, M.S.C. membentuk kelompok-kelompok umat di kota menjadi enam kelompok dan menunjuk salah seorang umat untuk memimpin ibadat dalam kelompok-kelompok itu. Begitu juga pelayanan umat di stasistasi ditingkatkan. Pastor Paroki sering bermalam di stasi-stasi untuk memberikan dorongan kepada pimpinan stasi agar lebih besar peranannya.
Peran umat sebagai anggota Persekutuan Umat Allah yang Kudus merupakan perwujudan gereja, Tubuh Mistik Kristus (realisasi hasil Konsili Vatika II). Dampak dari peristiwa G.30 S/PKI adalah pertumbuhan umat yang meningkat, pada tahun 1966 tercatat jumlah permandian 311 orang dan tahun 1967: 262 orang.
Pada tahun 1967 Pater E. Somohardjono, M.S.C. kembali lagi ke Cilacap. Pewartaan dan pelayanan para pendahulunya dilanjutkan. Madjakkat (Dewan Paroki) diketahui Ir. Sarwadi. Peranan umat dalam kelompok-kelompok diintensifkan dikembangkan. Peluang untuk menjadi rasul-rasul awam banyak diberikan kepada umat. Karena jumlah umat di Kota ± 2.000 orang tidak mungkin tertampung di gereja pada Misa hari Minggu, dengan restu dan dukungan Keuskupan, Pater E. Somohardjono, M.S.C. merencanakan membangun gereja di Jl. A. Yani No. 23. Secara teknis pembangunan ini ditangani oleh Petrus Ong Hian Kie, Ketua Kelompok V ketika itu (Lingkungan St. Petrus sekarang), arsitekturnya dirancang oleh seorang petugas suka relawan dari Purwokerto.
Pater P.J.C. Netto, M.S.C. pada awal tahun 1967 menggantikan Pater E. Somohardjono, M.S.C. sebagai pastor Paroki. Pater baru ini berasal dari Brazil. Inisiatifnya adalah dalam kegiatan : Wanita Katolik, olah raga Mudika, Pasukan Ekaristi Kudus, Legio Maria dan Putra Altar. Legio Maria dan Putra Altar merupakan prioritas utamanya. Putra Altar sering diajak rekreasi. Kegembiraan dan keakraban sangat kelihatan antara putra altar, legioner dan pastor paroki. Kegiatan Muda Mudi Katolik (Mudika) cukup dikenal baik di lingkungan gereja maupun di luarnya lewat kesenian Katolik yang dipimpin oleh Narposaroso, karyawan BNI yang masih muda. Drama, tarian, koor Mudika sering diundang untuk pentas di Pendopo Kabupaten atau di tempattempat umum lainnya.
Pembangunan umum gereja yang berkapasitas lebih kurang 6.500 orang dilengkapi pastoran di belakang gereja dilanjutkan. Pembangunan itu selesai pada tahun 1969. Pada tanggal 26 Desember 1969 bangunan baru yang sudah selesai itu diberkati dan diresmikan oleh Mgr. W. Schoemaker, M.S.C. dihadiri oleh Bupati Cilacap, S. Kartabrata dan para pejabat lainnya. Adapun nama pelindung gereja yang baru itu adalah Santo Stephanus.
Awal tahun 1970-an kondisi keamanan di Cilacap sudah stabil dan pemerintah melaksanakan Pelita I. Kondisi yang aman memungkinkan lancarnya pelayanan kepada umat paroki, lebih-lebih ke stasi-stasi. Hal ini dikarenakan sarana jalan mulai dibangun, terutama jalan antara Cilacap dan Majenang. Hubungan antara Gereja dan Pemerintah terjalin dengan baik. Untuk pertama kalinya Pemerintah Orde Baru melaksanakan Pemilihan Umum I pada tahun 1971. Umat Katolik menyalurkan aspirasi politiknya lewat Golkar dan PDI. Paroki Hati Kudus Yesus Cilacap setelah dibangunnya gereja yang baru dan mengambil perlindungan kepada Santo Stephanus, nama parokinya juga dirubah selaras nama pelindung gerejanya, yaitu Paroki Santo Stephanus Cilacap. Saat ini yang menjabat sebagai Pastor Paroki adalah Pater P.J.C. Netto, M.S.C. asal Brazilia. Beliau sangat aktif mengadakan kunjungan keluarga. Mula-mula beliau sendirian di Cilacap, selanjutnya dibantu oleh Pater R. Mortens, O.S.C.. Pertambahan jumlah permandian cukup besar, pada tahun 1970 sebanyak 150, tahun 1971 : 188 dan tahuun 1972: 255 orang. Karena jumlah imam masih terbatas, lagi pula keadaan transportasi yang masih sulit maka pelayanan umat untuk stasi Majenang, Wanareja dan Dayeuhluhur dilayani para imam dari Paroki Tasikmalaya. Para imam dari Cilacap melayani umat di kota dan stasi: Kawunganten, Sidareja dan Lebeng.
Pada tahun 1972 terjadi peralihan penggembalaan Paroki Cilacap dari Misionaris M.S.C. ke Misionaris O.M.I. Peralihan ini diawali oleh adanya kunjungan Mgr. W. Schoemaker, M.S.C. ke Australia. Ketika itu Mgr. W. Schoemaker, M.S.C. bertemu dengan Provinsial O.M.I. untuk wilayah Australia dan mengundang Misionaris O.M.I. untuk berkarya di Indonesia. Disepakati bahwa Bapak Uskup akan mengadakan satu paroki yang terletak di pantai dan paroki lain yang berdekatan.
Pada awal tahun 1972 Pater Yohanes Kelvin Casey, O.M.I. menuju ke Purwokerto. Mula-mula ditawari Paroki Tegal, tetapi dengan beberapa pertimbangan akhirnya memilih pantai selatan Jawa, yaitu Paroki Santo Stephanus Cilacap dan Paroki Santo Yosef Purwokerto Timur. Pengalaman awal Pater Yohanes Kelvin Cassey, O.M.I. adalah pastoral dan misioner di Afrika, masa mudanya adalah atlit rugby, tinju dan perenang. Kendati olah raga yang menjadi kesenangannya adalah olah raga keras, tetapi sikapnya lembut, tutur katanya halus dan punya sifat kebapakan. Kotbahnya menarik umat. Frater David Shelton, O.M.I dikirim oleh Provinsial O.M.I. Australia untuk membantu Pater Yohanes Kelvin Casey, O.M.I., sebab jumlah umat sudah cukup banyak dan tersebar di wilayah yang cukup luas dan medan yang sulit. Adanya dua imam di Cilacap menyebabkan pelayanan umat di Stasi Majenang tidak dilayani lagi oleh imam dari Paroki Tasikmalaya, tetapi diserahkan kembali kepada para imam di Cilacap.
O.M.I. (Oblate Maria Immaculata) yang didirikan oleh Eugenius de Mazenod di Perancis (1816) bersemboyan: “Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada kaum miskin”. Dengan semboyan Pater O.M.I. pertama di Indonesia, sebab para pater O.M.I. dari Perancis yang berkarya di Kalimantan Barat dan para pater O.M.I. dari Italia yang berkarya di Kalimantan Timur baru mulai pada tahun 1976.
Pada bulan September 1973 Pater Chalie Patrick Burrows, O.M.I. dari Australia asal Selandia datang di Cilacap. Di paroki Pater David Shelton, O.M.I. di Australia, Pater Charlie Patrick Burrows, O.M.I. dikenal sebagai seorang misionaris yang kreatif dan bersemangat.
Program-program Paroki Santo Stephanus yang sudah dirintis oleh Pater Yohanes Kelvin Casey, O.M.I. dengan adanya tambahan tenaga baru dapat dilaksanakan dengan lancar.
Persekolahan dan Organisasi
Pada tahun 1962 untuk kegiatan ekstrakurikuler SD dan SMP Pius membentuk Gugus Depan Pramuka sebagai wadah kegiatan kepanduan yang baru. Para perintis gerakan ini antara lain Y. Saptadi, Y. Kadara untuk Gugus 10 dan 11.
Pada tahun 1963 dan 1964 kondisi ekonomi memburuk setelah Irian Barat berhasil direbut dari tangan Belanda dan selanjutnya dilancarkan konfrontasi mengganyang Malaysia. Kegiatan politik makin meningkat di kalangan partai-partai : PNI, PKI dan NU. Di kalangan Paratai Katolik yang dipimpin oleh Y. Gondoyudrasono, Ongkokusumo, didukung Pemuda Katolik asuhan Ch. Wismoutoyo, aktif mengadakan kaegiatan intern dan ekstern.
Pada akhir tahun 1964 dibentuk S.S.V. (Serikat Santo Vincentius) yang bertempat di salah satu ruang di samping pastoran. Dalam melaksanakan kegiatan Pater P.C. van Bilsen, M.S.C. dibantu oleh Y. Gondroyudrasono, Ign. Soewignyo dan bidan Karni (puteri pendeta Daruadi). S.S.V. melayani kesehatan, membantu membuat rumah bagi orang yang tidak mampu di atas tanah eigendom yang letaknya ada di belakang pastoran.
Ketika terjadi pemberontakan G.30 S/PKI, situasi di Cilacap menjadi tegang Pemuda Katolik mengadakan piket untuk menjaga keamanan para tokoh Gereja secara bergantian di bawah koordinasi Ch. Wismoutoyo.
 
PERIODE 1974 SAMPAI SEKARANG
Gereja
Pada periode ini perkembangan gereja lebih difokuskan pada usaha-usaha sosial karitatif dan pendidikan. Perkembangan iman ditandai oleh pertumbuhan jumlah stasi. Di Cilacap barat, Stasi Majenang berkembang ke wilayah Wanareja, Mergo dan Dayeuhluhur. Stasi Sidareja berkembang ke Cipari, Kedungreja, Gandrungmangu, Cisumur, Patinan. Stasi Kawunganten berkembang ke daerah Bringkeng, Gregu, Ujungmanik, Kampung Laut, Mentasan dan Stasi Lebeng berkembang ke daerah Maos, Adipala, Doplang dan Adiraja. Bila jumlah umat pada awal tahun 1970 tercatat kurang lebih 3.000 jiwa maka pada awal tahun 1980 tercatat 7.869 jiwa.
Antara tahun 1970-1980 wilayah Kabupaten Cilacap dipimpin oleh Bupati S. Kartabrata, kemudian digantikan oleh R.Y.K. Mukmin. Hubungan gereja dengan pemerintah daerah terjalin cukup baik. Periode ini ditutup dan ditandai dengan digiatkannya gerakan-gerakan kegerejaan. Dan sebagai hadiah buat anggota Dewan Paroki, mereka sebagai pasangan suami isteri dikirim untuk mengikuti Acara Akhir Pekan ME (Week End Marriage Ecounter).
Pada awal tahun 1980 jumlah umat Katolik Paroki Santo Stephanus Cilacap kurang lebih 8.000 orang dengan dua orang imam, yaitu Pater Kelvin Cassey, O.M.I. dan Pater Charlie Patrick Burrows, O.M.I. Pada saat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Cilacap dipegang oleh Pudjono Pranyoto hubungan gereja dengan pemerintah daerah sangat baik, usaha-usaha YSBS di bidang pembangunan dengan sistem padat karya dapat berjalan lancar berkat dukungan pemerintah. Pembangunan jalan dari desa Bojong-Bringkang-Gruya-Ujungmanik sampai medekati desa Panikel dapat diselesaikan. Kampung laut mulai tampak menjadi daerah pertanian dan peternakan di samping sebagai daerah perikanan.
Dalam awal periode ini Ketua Dewan Paroki dijabat oleh Slamet, pegawai pertambangan pasir besi, yang kemudian karena pindah ke Jakarta, jabatannya dilanjutkan oleh Anton Soepratomo, karyawan PJKA sampai 1982. Peranan umat Katolik Paroki Stephanus Cilacap mulai tampak dalam keikutsertaan mereka guna mewartakan kabar gembira sesuai dengan hasil Konsili Vatikan II yang memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh anggota gereja. Ini kelihatan pada aktivitas umat dalam karya-karya pelayanan gereja. Usaha-usaha inkulturasi Gereja Katolik Indonesia mendapat prioritas dalam mewujudkan persekutuan umat Allah yang Kudus.
Untuk pertama kalinya pada tahun 1982 Paroki Santo Stephanus Cilacap digunakan untuk tahbisan imam. Romo Susanto Adi, Pr. ditahbiskan menjadi imam oleh Mgr. P.S. Hardjosoemarto, M.S.C. dalam suatu Misa Konselebrasi dengan iringan gending-gending Jawa yang anggun. Romo Susanto Adi, Pr. yang dekat dan akrab dengan Mudika ini, tidak lama kemudian ditugaskan di Paroki Tegal, Purbalingga dan sekarang di Paroki Santo Yosef, Purwokerto Timur.
Pada periode antara tahun 1982-1985 untuk kedua kalinya Ir. Y. Sarwadi menjabat sebagai Ketua Dewan Paroki Santo Stephanus, Cilacap. Pastor parokinya masih Kelvin Johanes Cassey, O.M.I. dibantu oleh Pater Charlie Patrick Burrows, O.M.I. Lingkungan/kelompok dikembangkan dari enam menjadi dua belas lingkungan/kelompok.
Pada periode antara tahun 1985-1988 yang menjadi Ketua Dewan Paroki Santo Stephanus Cilacap adalah Ign. Soewignyo, Pastor Parokinya adalah Pater Charlie Patrick Burrows, O.M.I. dibantu oleh Pater Pat Mac Anally, O.M.I. karena Pater Kelvin Johanes Casey, O.M.I. pindah ke Paroki Santo Yosef, Purwokerto Timur.
Pada tahun 1985 untuk kedua kalinya Gereja Paroki Santo Stephanus Cilacap digunakan untuk tahbisan tiga imam baru oleh Mgr. P.S. Hardjosoemarto, M.S.C. Keistimewaan tahbisan ini adalah salah seorang imam baru yang ditahbiskan itu adalah imam O.M.I. pribumi pertama, yang menyelesaikan pendidikannya di Seminari O.M.I., Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Tahbisannya dengan Misa Konselebrasi dan diikuti para imam dari paroki-paroki di Keuskupan Purwokerto dan para imam O.M.I. di Indonesia serta beberapa imam dari Australia. Selain Pater G. Basir Karimanto, O.M.I. yang ditahbiskan adalah Pater Sugun, M.S.C. dan Pater Yatno Yuwono, M.S.C. Misalnya dengan inkulturasi gaya Jawa yang megah dilanjutkan dengan resepsi meriah di Aula SMA Yos Sudarso, mengungkapkan rasa syukur dan kegembiraan umat atas tahbisan para imam baru itu, terutama lahirnya seorang imam baru O.M.I. pribumi pertama di Indonesia.
Untuk menampung jumlah umat yang selalu bertambah dibangun tempat ibadah sesuai dengan meningkatnya kebutuhan umat. Pada tahun 1983 jumlah umat Katolik di Paroki Santo Stephanus Cilacap sebanyak 9.430 orang. Dari jumlah itu sekitar 4.500 orang tinggal di kota, sedang gedung gereja yang ada hanya berkapasitas sekitar 650 orang. Karena jumlah imam hanya ada dua orang, yang satu melayani Misa di Paroki pada Sabtu sore dan Minggu pagi dan satu lagi melayani di Stasi-stasi. Gedung gereja kemudian direhab, dengan kapasitas lantai bawah 1.300 orang, dan bila dengan balkon dan teras depan mampu memuat 2.000 orang. Usaha pembangunan dilaksanakan secara bertahap dan sampai saat ini sudah berjalan selama sepuluh tahun dan belum selesai. Dana yang digunakan berasal dari umat lewat sumbangan dan kolekte ke-2 setiap Misa Sabtu dan Minggu, serta bantuan dari para donatur.
Di stasi-stasi juga dibangun gereja-gereja dan kapel-kapel seperti di Kawunganten, Sidareja, dan beberapa stasi kecil lainnya yang membangun kapel secara swadaya. Selain perkembangan kegiatan pelayanan umat dalam hidup menggereja, pembangunan gedung gereja dan karya-karya misioner dari O.M.I. dan PBHK, Paroki Santo Stephanus Cilacap juga mengembangkan wilayahnya. Pada tahun 1986 Stasi Maos, Adipala, Doplang mulai berkembang. Di desa Bunton, Adipala dibangun sebuah kapel untuk stasi itu. Beberapa tahun kemudian wilayah Kroya yang semula merupakan wilayah Paroki Gombong, dijadikan bagian dari wilayah Paroki Santo Stephanus Cilacap, menyusul wilayah Sampang, sehingga wilayah Paroki Santo Stephanus Cilacap meliputi seluruh wilayah Kabupaten Cilacap.
Pada tahun 1988 F.X. Soemarsono menggantikan Ign. Soewignyo menjadi Ketua Dewan Paroki Santo Stephanus Cilacap. Pada tahun 1989/1990 Gema Sinode Diocesan bergema di seluruh Paroki Santo Stephanus Cilacap. Persiapan-persiapan untuk menyongsong Sinode yang akan diselenggarakan oleh Keuskupan Purwokerto telah melibatkan seluruh umat di Paroki Santo Stephanus, baik dalam pertemuan umat lingkungan, sub stasi dan di tingkat paroki.
Masukan yang diperoleh dari berbagai pertemuan untuk Pastor Paroki dan Dewan Paroki dibawa ke Sinode dan hasil dari Sinode itu selanjutnya disampaikan kembali kepada seluruh umat paroki. Pastor dan Dewan Paroki secara bertahap melibatkan umat untuk melaksanakan karya misioner. Pembangkitan semangat misioner di kalangan umat dapat ditempuh dengan menggunakan berbagai wadah yang sudah ada.
Pada pertengahan tahun 1990 Paroki Santo Stephanus digunakan lagi untuk pentahbisan imam dari Kongregasi O.M.I., yaitu Pater Nicolas Setyawijaya, O.M.I., kelahiran Surakarta, dan tempat pentahbisannya di Gereja Santo Bernardus, Kawunganten. Upacara pentahbisan pada perayaan Misa Kudus, dipimpin oleh Mgr. P.S. Hardjosoemarto, M.S.C. dihadiri oleh para imam dari Kongregasi O.M.I. dan para imam dari paroki-paroki tetangga di sekitar Cilacap. Umat yang menghadiri pentahbisan itu terdiri dari utusan Dewan Paroki tetangga, umat dari Paroki Santo Stephanus, stasi-stasi, utamanya umat dari Stasi Kawunganten memenuhi gedung dan halaman Gereja Santo Bernardus Kawunganten. Umat Stasi Kawunganten sudah mengenal Pater Nicolas Setyawijaya ketika melaksanakan Tahun Orientasi Pastoralnya di situ. Umat tampak senang pada acara makan bersama Bapak Uskup dan seluruh undangan sebelum upacara resmi berlangsung. Rangkaian acara pentahbisan ini menjadi kebanggaan khusus dan memberikan suatu kenangan indah yang belum pernah dialami sebelumnya, khususnya umat Stasi Kawunganten yang sebagian besar dari mereka hidup secara sederhana.
Mulai tahun 1991 Yon Pw. Ponto’an menjadi Ketua Dewan Paroki. Kemampuannya dalam bidang pastoral, liturgi dan masalah-masalah kegerejaan lainnya sangat baik. Ia berusaha meningkatkan kemampuan umat dan para rasul awam untuk dapat mengikuti perkembangan, memperluas pengetahuan dan wawasan, dan cara kerja menurut Konsili Vatikan II secara benar. Nama-nama para santo dan santa mulai dibudayakan untuk menjadi nama pelindung lingkungan, stasi dan sub-sub stasi agar keteladanan para santo dan santa itu dikenal dan yang lebih penting: dihayati oleh umat. Program kerja Dewan Paroki dan seksi-seksinya dikongkritkan. Dengan gigih Ketua Dewan Paroki memperjuangkan terwujudnya ide-ide, meskipun dalam pelaksanaannya masih memerlukan ketekunan, waktu dan kerja keras.
Dalam waktu kurang lebih delapan tahun terakhir Kongregasi O.M.I. telah melahirkan para imam pribumi. Berturut-turut setelah Pater Gregorius Basir Karimanto, O.M.I., Pater Franciscus Asisi Rumiyanto Goa Seputra, O.M.I., Pater Franciscus Xaverius Sudirman, O.M.I., Pater Nicolas Setyawijaya, O.M.I. dan pada tanggal 5 Oktober 1992 ditahbiskan tiga orang imam baik di Gereja Santo Stephanus, Cilacap oleh Mgr. P.S. Hardjosoemarto, M.S.C. Dua dari tiga imam baru itu kakak beradik, yaitu Pater Blasius Sukardjo, O.M.I. dan Pater Lazarus, O.F.M.. Seorang lagi adalah putra asli Cilacap, Robertus Boedhy Prihatma, O.M.I. (putra dari Bapak dan Ibu Mac. Sutarjono).
Dalam rangkaian yubileum 25 tahun Gereja Santo Stephanus Cilacap, tanggal 26 Desember 1994 dan yubelium 25 Tahun imamat Pater Charlie Patrick Burrows, O.M.I., Dewan Paroki telah melaksanakan kegiatan yang melibatkan seluruh umat, mulai dari kanak-kanak, remaja, mudika, pasangan suami isteri, Santa Monica, Kelompok Persekutuan Doa, umat lingkungan dan stasi-stasi serta penerbitan buku. Untuk keperluan tersebut di muka, usulan yang rinci menyangkut tata pelaksanaan, waktu dan petugasnya lebih dulu sudah disebarluaskan, sehingga pelaksanaannya dapat dikontrol dengan baik. Di dalam usulan itu juga sudah dicantumkan penghayatan akan makna Tahun Keluarga 1994, Mgr. P.S. Hardjosoemarto, M.S.C. pada tahun 1994 memberkati dan melantik 72 orang prodiakon Paroki dan stasi di Gereja Stasi Santo Yosef Sidareja.
Pada tahun 1994 terjadi tiga peristiwa yang sangat menggembirakan umat Paroki Santo Stephanus :
1) adanya imam baru, Pater Dominicus Pareta, O.M.I., kelahiran Flores Timur, yang ditahbiskan di Cengkareng Jakarta;
2) Berkat kepausan yang diberikan oleh Bapa Suci, Paus Yohanes Paulus II, kepada para imam, dewan paroki, dan seluruh keluarga umat Katolik Paroki Santo Stephanus, Cilacap, bertepatan dengan Penutupan Novena Bunda Maria yang diselenggarakan selama sembilan bulan berturut-turut pada setiap tanggal delapan. Novena itu dibuka pada tanggal 8 April 1994 dan ditutup pada tanggal 7 Desember petang dengan Misa Konselebrasi dipimpin oleh Pater Yohanes Kelvin Casey, O.M.I. dan diawali dengan prosesi lilin oleh peserta dan SMP Pius ke gereja;
3) Tetap sehari sesudah perayaan Hari Natal 1994, 26 Desember 1994 diselenggarakan Misa Konselebrasi dilanjutkan dengan Resepsi Umat dalam rangka menyambut Yubelium 25 tahun Gereja Santo Stephanus dan sekaligus Yubelium 25 tahun imamat Pater Chalie Patrick Burrows, O.M.I. yang telah berkarya selama 21 tahun di Paroki Santo Stephanus.
Persekolahan
Usaha gereja di bidang pendidikan lewat YSBS (Yayasan Sosial Bina Sejahtera) mulai dikembangkan. Bangunan pastoran lama yang mempunyai halaman luas di Jl. A. Yani No. 54, direhab dan dibangun sebuah SMA dengan nama SMA Yos Sudarso pada tahun 1977, kemudian diperluas dengan membeli tanah di samping dan belakangnya.
Pada tahun 1979 Drs. Budidharmakusuma pindah ke Semarang dan untuk memimpin SMA Yos Sudarso, Cilacap dipercayakan kepada Ir. J. Sarwadi sebagai Kepala Sekolah. Sementara itu Perguruan Pius yang dikelola suster-suster PBHK berjalan makin mantap dan mutunya baik. TK, SD, SMP menjadi sekolah favorit masyarakat, dan tidak sedikit pejabat yang menyekolahkan putera-puterinya di sekolah Pius itu. Perkumpulan Santa Monica adalah wadah kegiatan bagi para janda Katolik yang sudah mulai sejak tahun 1982 diresmikan pada tahun 1985.
Pater Charlie Patrick Burrows, O.M.I. juga mengembangkan pendidikan dan kesehatan. Di stasi-stasi mulai didirikan sekolah dan Balai Pengobatan. Di stasi Majenang didirikan Balai Pengobatan, SMP, SMEA, dan kemudaan SMA dengan nama Yos Sudarso. Di Stasi Sidareja didirikan TK, SD, SMP dan SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas). Di Stasi Gandrungmangu di desa Cisumur didirikan TK dan SMP. Di Stasi Kawunganten didirikan TK, SMP dan SMEA. Di Jeruk Legi : SMP dan SMA, sedang di Kroya TK. Untuk di kota Cilacap sendiri didirikan TK, SD, SMP dengan nama Maria Immaculata, SMA Yos Sudarso dan Akademik Maritim Nasional (AMN) yang bernaung di bawah Yayasan yang dipimpin oleh Mgr. P.S. Hardjosoemarto, M.S.C.
Organisasi-organisasi Sosial
Tahun 1974 adalah awal keikutsertaan Paroki Santo Stephanus Cilacap dalam membangun daerah-daerah miskin di daerah terisolir dan transportasinya sulit bersama-sama dengan pemerintah. Slogan yang digunakan adalah Promotio Yustitiae (Menegakkan Keadilan).
Benih firman dan iman memang mempunyai bukti nyata dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya dalam bidang sosial ekonomi. Menegakkan keadilan dapat mencakup seluruh aspek kehidupan. Gereja tidak hanya melayani kaum beriman saja, tetapi juga semua dan siapa saja tanpa membedakan agama dan keyakinannya, semua orang berhak memperoleh perlakuan secara adil demi tegaknya keadilan itu sendiri.
Dengan makin luasnya usaha-usaha bantuan gereja kepada masyarakat maka pada tahun 1976 dibentuklah Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS) dengan susunan pengurus:
Ketua : Drs. Budidharmakusuma
Ketua I : Ir. J. Sarwadi
Ketua Pelaksana : Pater Charlie Patrick Burrows, O.M.I.
Sekretaris : Y. Saptadi
Bendahara : Ny. Siem Siang Thien
Anggota : Ign. Widi Suwarno
Dengan dibentuknya YSBS hubungan formal dengan pemerintahan dan donatur dari dalam dan luar negeri dapat berjalan lebih lancar. Untuk meningkatkan dan memperlancar pelayanannya, YSBS memperbanyak jumlah sarana yang diperlukan seperti sarana transportasi, gudang, kantor dan sebagainya. Bekas bangunan gereja lama digunakan untuk kantor, dan di belakang gereja dibangun gudang. Banyak tenaga kerja yang diserap oleh YSBS baik dari kalangan orang Katolik maupun bukan Katolik.
Usaha-usaha yang ditangani YSBS makin berkembang, misal pembuatan jalan-jalan untuk membuka daerah terpencil, pembangunan jembatan, sarana air bersih, tambak, tanggul penahan banjir, rumah-rumah untuk membantu orang-orang miskin dan lain-lainnya yang dikerjakan dengan padat karya, dapat berjalan lancar dan hasilnya dapat dirasakan secara langsung.
Di bidang kesehatan juga terjadi perkembangan yang cukup berarti. Poliklinik Santo Yusup yang berdiri sejak tanggal 8 September 1966, pada tahun 1972 dipindah ke ruang tamu susteran dan dikelola oleh Suster Godeliva. Pada tahun 1974 Poliklinik Santo Yusup membuka pos baru di desa Ujunggagak, Kampung Laut.
Klinik bersalin Santa Maria yang berdiri pada tanggal 25 Maret 1969 dan dipimpin oleh Suster Theresia, pada tahun 1976 dipindah ke bangunan baru di sebelah kiri belakang susteran. Bangunan yang cukup bagus itu dikerjakan oleh seorang pejabat Pemda, warga Katolik, Drs. R. Soejoto yang sekarang berdomisili di Yogyakarta. Sebagai pengawas teknis medis, Poliklinik St. Yusuf dan Klinik Bersalin Santa Maria adalah dr. Nugroho yang sekarang berkarya di Rumah Sakit Santo Carolus, Jakarta.
Untuk pelayanan kesehatan sejak tahun 1976 dirintis usaha Keluarga Berencana Alamiah (KBA) yang diprakarsai oleh Pater Petrus, O.M.I. Dengan dibantu oleh tenaga-tenaga yang terdidik secara khusus, propaganda pelayanan KBA yang direstui Vatikan disebarluaskan ke wilayah Cilacap, terutama stasi-stasi termasuk warga bukan Katolik.
Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat YSBS membentuk kelompok-kelompok usaha bersama yang biasa disebut UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga). Bimbingan teknis tentang koperasi diberikan kepada mereka untuk melaksanakan usaha koperasi. Bagi yang memerlukan modal diberi pinjaman oleh YSBS dan dikembalikan secara mengangsur.
Sejak tahun 1980 pengiriman pasangan suami-isteri untuk mengikuti Acara Akhir Pekan (Week End) ke Girisonta-Semarang; Sangkal Putung-Klaten dan Hening Griya-Baturaden selalu meningkat, rata-rata setiap tahunnya tidak kurang dari 50 pasang. Sekembalinya dari mengikuti Week End ME, pada umumnya mereka makin bersemangat untuk menjadi rasul-rasul awam dalam kegiatan kegiatan. Selain lewat Gerakan ME, pembinaan umat di Paroki Santo Stephanus, Cilacap berkembang lewat gerakan-gerakan seperti :
1) Gerakan Choice
Gerakan ini dimulai sejak tahun 1984, untuk membina muda-mudi yang belum menikah/single adulty. Rata-rata setiap tahun diadakan sebanyak empat kali Week End dengan mengambil tempat di SMP/SMA Yos Sudarso Jeruk Legi. Tim pembimbingnya adalah Pater Charlie Patrick Burrows, O.M.I. dibina oleh para pesutri, tim dan muda-mudi tim yang telah dipersiapkan. Banyak Pasutri dan muda-mudi Katolik aktif melibatkan diri dalam pelayanan Gerakan Choice ini. Peserta Choice tidak hanya khusus dari Paroki Cilacap saja, tetapi juga mereka yang datang dari berbagai paroki yang berasal di wilayah Keuskupan Purwokerto, bahkan ada juga peserta yang berasal dari Jakarta, Semarang dan Yogyakarta, serta beberapa tempat lainnya. Setiap angkatan peserta Week End Choice di Cilacap berkisar antara 100-200 orang. Ini berbeda dari penyelenggaraan Week End Choice di tempat lain yang pesertanya dibatasi maksimal 45 orang.
2) Persekutuan Doa Kharismatik
Atas dorongan Pastor Paroki dan diprakarsai oleh A.F. Bambang Riyanto dan M. Hardiyanto, pada pertengahan tahn 1984 di Paroki Santo Stephanus Cilacap diadakan retret awal Kharismatik, dibimbing oleh Romo Noto Budyo, Pr. dan anggota tim lainnya dari Semarang. Bersamaan dengan retret awal ini Dewan Paroki mengirimkan tujuh orang tokoh umat lainnya untuk mengikuti retret awal di Ngadiroso, Malang. Sejak saat itu Persekutuan Doa Kharismatik mulai setiap hari Selasa sore di gereja, bagi para umat yang mengikuti retret awal di Malang, Semarang, Klaten, Cilacap dan mengadakan kegiatan pelayanan lainnya.
Selain kegiatan-kegiatan yang sudah disebutkan di atas, masih ada beberapa kegiatan pembinaan umat dan kerasulan lain, seperti: Week End Antiokia, pembinaan untuk remaja usia SLTA; Week End Roses, pembinaan bagi remaja usia SLTP; Sehabat Iman, usaha pendampingan oleh muda-mudi bagi anak-anak calon penrima komuni pertama; Perkumpulan Santa Monica, wadah kegiatan bagi para janda Katolik yang sudah dimulai sejak tahun 1982 dan diresmikan pada tahun 1985; Kegiatan Legio Maria kendati mengalami pasang surut tetapi tetap berjalan terus; Organisasi Asosiasi Maria Immaculata (AMMI) mulai dikembangkan pada tahun 1985. Gerakan ini mengadakan kegiatan doa dan mencari dana untuk mendukung usaha-usaha Misionaris O.M.I.
Sementara itu YSBS yang direktur pelaksanaannya adalah Pater Charlie Patrick Burrows, O.M.I. terus meningkatkan pelayanannya. Pater yang telah berpengalaman menangani karya-karya misioner lewat usaha peternakan, pertanian, UP2K, Padat Karya dan Perbaikan Gizi, mengembangkan usahanya di bidang pendidikan dan kesehatan.